Tampilkan postingan dengan label Catatan Harian. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Catatan Harian. Tampilkan semua postingan

Senin, 19 Desember 2016

Padi

Senin, Desember 19, 2016

Sejak dalam kandungan, saya telah dibawa ibu ke sawah. Baginya, masa awal mengandung bukan penghalang baginya untuk tetap beraktivitas seperti biasa. Saat masih balita, ibu memang tidak bisa selalu membawa saya ke sawah. Adalah kakak tertua yang menjaga saya, baru dibawa jika saya sudah benar membutuhkan ASI. Lagi pun bila kakak ke sekolah, ibu senantiasa membawa saya ke sawah pula. Begitu cerita ibu dalam kisahnya saat saya sudah dewasa.

Saya masih ingat betul, hari itu ayah pergi mengajar. Saya diboncengi ibu menghampiri penjual mie langganan kampung kami. Ibu membeli satu bungkus mie dengan porsi besar. Di sawah, saya menyantap lahap mie itu sambil menemani ibu mengusir burung pipit yang menggerogoti padi kami. Di sudut sawah, saya duduk menepi pada  rangkang (pondok kecil tempat berteduh petani). Rangkang itu dibuat dengan rapi oleh ayah. Saya melihat ibu menarik-narik tali menghalau burung pipit. Ada suara batu yang sudah dimasukkan ke dalam kaleng susu bekas. Grok… grok… grok… itulah berkali-kali suara yang dimainkan ibu.

Saat musim padi akan ditanami, saya juga masih ingat betul. Kami sekeluarga beramai-ramai ke sawah. Abang saya – anak keenam – takut pada satu benda berwarna hijau yang mengapung di air keruh persawahan. Bentuknya mirip agar-agar. Abang saya takut melihat benda itu, saya malah tertawa cekikian. Padahal benda ini biasa aja, kali aja abang saya geli dibuatnya. Di hari itu, sebelum turun ke sawah, ayah sebenarnya melarang kami ke sawah karena masih kanak-kanak. Namun, ibu punya pikiran lain bahwa anak-anak harus tahu gimana susahnya bekerja, mendapatkan rezeki yang halal.

Lain cerita lagi saat musim menamam palawija, ibu memilih menanam jagung. Sawah kami yang lainnya lebih rendah dari sawah tetangga, karena ada pupuk yang mengendam saat masa tanam padi yang turun dari sawah tetangga itu, jadilah jagung hasil panenan kami lebih besar dan berisi.

Di dekat sawah itu juga, semasa usai SMA saya pernah duduk menepi di sana. Masa di mana saya harus pusing memilih untuk studi lanjutan. Saya sempat menangis memang kala itu, cengeng betul saya. Tapi, tentu sawah dengan padinya memberi saya ketenangan dan menuntun saya untuk memilih keputusan, padi dan pemandangan luasanya itu memberi kemewahan mata bagi siapa saja yang memandangnya.

Seberang tahun sebelum hari itu, saat SMP saya bingung ketika disuruh guru bahasa dan sastra Indonesia menulis puisi. Dalam batin, saya harus menulis puisi hasil karya sendiri. Lantas, rupanya sawah dengan padi yang sedang menguningnya memberikan inspirasi menulis puisi. Saying, saya tidak tahu lagi di mana kini puisi itu saya simpan. Barangkali pun tidak ada, namun saya memiliki kenangan yang masih melekat.

Saat kuliah pun, jika ada waktu libur kuliah dan sedang musim turun ke sawah, baik musim menanam padi atau memanennya, saya sempatkan pulang ke kampung. Bersama ibu dan saudara saya lainnya, kami sama-sama bekerja. Mulai dari membuat tempat menabur benih padi, membereskan tempat tanamanya – termasuk memungut keong selaku hama –, membuat baris batas padi yang akan ditanami oleh buruh tani yang kami beri upah. Jika mereka terkejut melihat saya, mereka akan berkata “Oh, na awak Banda Aceh lagoe (Oh, rupanya ada orang Banda Aceh)”, mereka menyebut saya begitu karena beberapa tahun belakangan menetap di Banda Aceh. Jadilah kalimat semacam itu melekat bagi saya. Namun, saya juga membalas sambil bercanda bahwa hati saya selalu ada di sini, tempat di mana saya belajar menanam padi hingga mampu menanak nasi. Selain bisa membereskan tanah yang akan ditanami padi, saya juga bisa mencabut benih padi, menanamnya, hingga memotong padi saat kami panen.

Memang, berat benar menjadi petani, rasanya tidak ada orang yang sanggup jika belum pernah merasakannya sejak kecil. Belum lagi saat padi kami diganggu hama tikus, dari mulai jadi benih hingga padi sudah mulai tumbuh bijinya. Setiap orang pada kondisi begini mestinya sabar, jika tidak, maka siap-siap orang akan mengumpat serapah apapun. Ibu mengajari kami untuk tidak seperti itu. Padi seperti keluarga sendiri, dia yang telah ‘memberi penghidupan’ bagi keluarga kami – melalui kuasa-Nya.

Kemana pun saya pergi, saya akan sangat senang melihat pemandangan sawah. Burung-burung yang terbang, jika sedang naik motor, saya sempatkan memotretnya. Jika dalam mobil, saya membuka kaca jendelanya untuk menghirup udara segar, beserta bau harum aroma pagi yang memberi ketenangan dan jiwa. Padi dan keseluruhannya, bagi saya adalah tempat yang memberikan ketenangan, kita tidak perlu bayar mahal-mahal untuk mengikuti seminar motivasi, dengan melihat pemadangan hijaunya, saya merasakan kebahagian. Ada semangat lebih yang ditawarkannya, Anda yakin tidak mau melihatnya? Simpan semua kesenangan di kota, ke desa-desa Anda turun dan bertutur dengan masyarakat. Pastinya kita akan dijamu dengan begitu mempesonanya. Padi dan apa yang saya lihat adalah wujud nyata pemberian Tuhan bagi hambanya. []

Kamis, 24 November 2016

Warkop Cot Iri, Tempat yang Cocok untuk Menyendiri

Kamis, November 24, 2016

Lokasinya tidak jauh dari pusat kota, hanya beberapa menit mengendarai sepeda motor dari Simpang Tujuh Ule Kareng, Banda Aceh, kita akan sampai di warkop ini. Biar tidak salah pilih jalan pada Simpang Tujuh tersebut, saya memastikan memilih jalan menuju bandara internasional Sultan Iskandar Muda (SIM). Memang bagi yang baru tiba di Banda Aceh, simpang terbanyak di Aceh ini lumayan memusingkan kepala.

Mengendarai sepeda motor pemberian mamak ini, mantaplah saya ‘melaju cantik’ ke arah Warkop Cot Iri. Untuk sampai kesana, kita harus menyeberangi jembatan desa Cot Iri. Jembatan ini sudah lama dibangun, berbarengan dengan jembatan Lamnyong, bisa dikata semasa Orde Baru. Saat melewatinya, keindahan gunung Seulawah membiru yang dibalut awan putih siap menyambut mata siapapun yang memandangnya. Kiri hingga kanan jembatan, keindahan alam yang hijau juga menggoda mata untuk betah lama-lama menikmatinya, juga menghirup udara pagi. Jembatan ini super sibuk pada paginya. Ada yang mengantar anak ke sekolah, berangkat kerja, hingga mahasiswa banyak menggunakan jalan pintas ini untuk cepat sampai ke kampusnya.

Warkop Cot Iri – begitulah sebutan orang-orang – berada di ujung jembatan sebelah kiri simpang 4. Jika lurus, kita bisa menuju Lam Ateuk dan berlanjut ke bandara SIM, jika belok ke sebelah kanan, kita bisa menuju ke desa Meunasah Tutong dan terus ke Simpang Lambaro, Aceh Besar. Sementara jika melaju ke sebelah kanan, jalan itu akan tembus ke Darussalam. Kali ini, saya harus berhenti sejenak sebelum melaju kea rah Darussalam.

Rasa lapar yang tiba, memantapkan perut dan lidah saya untuk segera melunasi hutang lapar yang belum terselesaikan usai makan tadi malam. Tidak seperti warkop di perkotaan, di sini Anda akan menemukan beragam profesi orang yang ngobrol. Mulai dari petani, peternak sapi, penjual ikan, pedagang hingga seorang suami yang menikmati usia senjanya bersama kekasihnya. Saya melihat mereka berdua begitu romantis menyeruput kopi sanger dan nasi guri.

Nasi Guri

Saya sudah berada duluan dari sepasang kekasih itu. Pagi tadi saya agak bingung memilih tempat duduk. Meja di warkop itu penuh dengan beragam profesi yang saya beberkan tadi. Saya duduk di luar, sepintas kemudian melihat tempat duduk yang sangat ‘beautiful view’. Tempat duduk ini menjadi incaran saya sejak awal. Selama ini, tempat duduk ini menjadi favorit karena di sebelahnya kita bisa menyaksikan orang lalau lalang di jembatan Cot Iri.

Lantas, tak sabaran rasanya mengisi perut dengan nasi guri – nasi khas orang Aceh untuk sarapan. Nasi guri ini porsinya tidak banyak, hampir sama dengan ‘Bu Prang’ – nasi khas Aceh lainnya. Nasi guri adalah santapan menggoda, nasi ini dimasak dengan bumbu khusus. Ada banyak lauk yang bisa dipilih, mulai dari telur rebus sambal, ikan, udang hingga teri sambal.

Sebagai teman menikmati nasi guri dan biar makin beautiful view, saya juga memesan kopi sanger. Namun, sepertinya pembuat kopi lupa menaruh gula pasir, jadi sangernya hampir mirip kopi susu. Tapi, dari segi rasa, bolehlah kita sebut kopi sanger, yang penting sama-sama ngerti.

Sensasi buih kopi sanger

Selain menikmati sarapan dan sanger tadi, saya juga menikmati suasana penuh akrab bersama orang-orang yang nongkrong sejenak. Tetapi, saya duduk sendiri dan menikmati sepi, pedih jenderal!

Orang-orang itu membicarakan beragam hal, ada yang bahkan sudah menjadi pelanggan tetap warkop ini. Mereka semacam melakukan ‘cang panah’ soal pekerjaannya hingga isu terkini. Mereka sangat antusias menikmati kopi yang disuguhkan. Orang yang di samping saya, mereka berdua asik betul bercengkrama, awalnya mereka duduk di meja sebelahnya lagi. Namun, mereka berceloteh, tak sanggup menghisap asap rokok dari meja lainnya. Sama seperti saya juga, saya akan menghindari asap rokok. Tetapi, begitulah majemuknya warung kopi, dimanapun orang akan tetap kesana juga kan.

Sepertinya sudah lama gak jumpa

Hampir sama sibuk ‘cang panah’ seperti pelanggan, pembuat kopi juga sama-sama sibuk menyaring kopi dengan beragam rasa, baik sanger, kopi susu, kopi hitam dan tidak hanya kopi, Anda juga bisa memesan teh hangat, kacang hijau, bahkan jika lebih anti mainstream, Anda dapat memesan teh dingin  sambil menyantap nasi pagi. Penganannya pun lumayan banyak, kita dapat merayakan kenikmatan sendiri yang sesungguhnya di warkop ini.

Suasana tiap pagi di Warkop Cot Iri, yang lagi serius nyimak, pelanggan tetap

Di warkop yang berwarna hijau muda itu, kita tidak akan menemukan daftar menu. Anda cukup memesan saja apa yang ada. Ini berbeda sekali dengan warkop-warkop ternama ibukota yang memakai nama minuman kopi dengan bahasa asing, mulai dari avocado coffe, vanilla latte, espresso dan lainnya. Pembuat kopi pun beragam umur, anak muda yang saya taksir baru selesai SMA, pemuda akan menikah hingga bapak-bapak yang sangat sigap menyuci gelas-gelas kopi. Saat membayar, Anda boleh datang ke kasirnya langsung atau memanggil pelayannya.


Memang, apalah daya saya menyendiri disini, saya bisa menikmati semuanya, tapi tanpa orang yang menemani, rasanya pagi hari serasa sepi.

Senin, 21 November 2016

Metamorfosis

Senin, November 21, 2016

Maka benar seperti kata Pram "Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian". Saya sudah mulai tertarik menulis sejak kecil. Bagi kita yang tinggal di gampong, media semacam daun pisang dan lidinya adalah tempat bermula memulai menulis. Sebelum kita benar-benar yakin menggunakan pensil hingga pulpen.

Di rumah saya, di Bireuen, masih tersimpan dengan baik mesin tik peninggalan Almarhum Waled. Darinya beliau menulis surat  penting desa juga surat lainnya. Waled termasuk suka menulis, tak hanya soal administrasi gampong, saya pernah menemukan catatan pengajiannya tentang cara membaca huruf hijaiyah. Catatan yang ditulis dengan tegak bersambung itu, tersusun dalam kalimat-kalimat rapi. Semasa beliau sekolah dulu, media untuk tempat menulis bukanlah kertas atau laptop yang saya pakai sekarang, melainkan batu. Dan di rumah, benda ini masih kami simpan rapi.

Tidak hanya rajin menulis hal-hal yang menurutnya penting, semasa beliau hidup, di kios kami, Waled menyediakan bacaan gratis bagi warga gampong. Kios+Perpustakaan Mini itu yang membuat saya suka baca, terutama jika ditambah dengan gambar.

Ohya, di rumah juga masih ada buku "Tenggelamnja Kapal Van Der Wijk" terbitan pertama dengan harga 650 rupiah. Itu novel pertama yang saya baca semasa SMA.

Baik di SD, SMP, SMA, hingga kuliah, perpustakaan menjadi yang paling menarik bagi saya, terutama pada jam istirahat. Namun yang sedikit membuat saya agak kecewa, ketika perpustakaan SD saya dibakar oleh OTK semasa konflik. Buku-buku menjadi abu, tetapi ingatan saya tentang isi buku itu beberapa diantaranya melekat.

Maka tak salah, rasanya menulis adalah kerja keabadian. Hal-hal yang sudah saya lewati, bisa ditulis. Karena setiap momen memberikan makna keindahan tersendiri bagi hidup seseorang.

Blog yang awalnya arifsalda.blogspot.com, mulai malam ini telah beralih ke www.arifsalda.com. Diantaranya, tentu saya berharap, ini adalah langkah berikutnya untuk melahirkan karya-karya yang mencerahkan. *blog dalam masa perbaikan

Muarrief Rahmat
www.arifsalda.com
"Saya Tulis, Kamu Baca, Kita Bersahabat"

Rabu, 22 Juni 2016

Dunia Blogging Seperti Apa?

Rabu, Juni 22, 2016
pixabay.com
Senyum meriah khasnya Fardelyn Hacky mengawali kelas menulis Minggu pagi 28 Februrari 2016. Hari itu, kelas menulis yang dilaksanakan di kantin Kasadar Unsyiah, berisikan tentang dunia blogging seperti apa? Tema yang diangkat khusus untuk membahas apa menariknya berkecimpung dalam dunia blog. Eky – sapaan akrabny a– berujar saat seseorang memutuskan menjadi blogger harus memiliki alasan dan tujuan yang pasti.
“Hal pertama yang harus kita tentukan saat membuat blog adalah apa yang ingin dicapai dan apa yang akan dilakukan jika itu berhasil dengan target capaian tadi,” sebut Eky mengawali kelas.
Maka, katanya lagi, ketika telah ada tujuan, dibutuhkan juga tahapan yang harus mulai dilakukan blogger. Diantaranya  memilih topik yang sesuai dengan bidang kesukaan, dibutuhkan juga pemahaman yang memadai  terhadap bidang tertentu.
“Langkah kedua saat memulai ngeblog, ya, memilih sebuah nama. Nama blog juga bisa dengan nama sendiri, dan ini sangat bagus untuk branding diri.”
“Sementara langkah ketiga, adalah memulai menulis dengan nyaman dan konsisten!”, tegasnya.
Selain memaparkan langkah ngeblog, ibu dari Abel itu juga memberikan tips ngeblog bagi pemula. Salah satunya dalam slide yang ditampilkan yaitu free write.
“Tulis apa yang kamu pikirkan. Jangan memikirkan apa yang kamu tulis. Ini yang menjadikan penghambat blogger, akhirnya malas, buntu ide. Makanya, solusi terbaiknya adalah rajin membaca,” sebut istri dari Salmi Syarif ini lagi.
Eky yang hari itu memakai baju oren muda sangat sepadan dengan hijab dengan warna oren tua, katanya tips berikutnya bagi blogger perlu sering-sering blogwalking (BW) artinya sering mengunjungi blog orang lain, dengan ini dapat menaikkan rating blog dan orang lain juga tahu alamat blog kita. Namun, sebaiknya tidak membanding blog kita dengan blog orang lain.
“Selain itu, konsistenlah dalam menulis, jadilah dirimu sendiri, dan paling penting adalah blog kita memberikan kesan bagi pembaca,” Eky menyebutkan tips terakhirnya.



Mantan Ketua FLP Aceh 2005-2006 itu juga mengatakan, ada hal yang harus diperhatikan dalam dunia blogging. Dan hal ini terkadang menjadi alasan yang tidak baik, sebenarnya.
“Contohnya selalu berkata tidak ada waktu, malas memulainya dan selalu beralasan tertentu sehingga benar-benar menghambat memulai ngeblog.”
Jika berlaku demikian, katanya akan menghambat seorang blogger terjun dalam blogging nowadays. Eky mengajak peserta yang kebanyakan blogger pemula dan bahkan ada yang sudah memiliki buku dari ngeblogjuga memenangkan lomba blog nasional, untuk memperhatikan slide berikutnya, Eky membahas tentang blog nowadays. Eky hari itu ingin membuka mata bahwa, dunia ngeblog masa kini tidak melulu soal curhat, ada nilai lebih tentang informasi yang harus disampaikan kepada masyarakat.
“Kita kan kayak citizens reporter ya, artinya masyarakat tidak terlalu butuh tentang masalah pribadi yang kitashare di blog.”
Alumnus Fakultas Keperawatan Unsyiah itu juga berujar, dengan mudahnya akses internet saat ini, semua orang dapat mempublikasikan tulisannya, tidak adanya hambatan berarti, akses internet juga memudahkan publikasi dan harganya lebih murah, ketimbang publikasi dengan cetak.
“Kelebihan ngeblog lainnya bisa mendatangkan uang. Bila blog banyak dikunjungi, berpotensi bisa ada orang yang akan pasang iklan. Atau iklan dari google-nya langsung.”
Seperti diketahui, jika sebuah blog telah ada google adsence, akan secara otomatis, iklan dari produk-produk luar akan berada pada blog pribadi. Google adsence diberikan jika blog sudah ramai dikunjungi pembaca.
Menyangkut tentang banyaknya bidang yang dapat dibahas dalam blog. Mulai dari politik, hukum, kesehatan, psikologi, keluarga, pendidikan dan lainnya, saya yang menjadi salah satu peserta hari itu juga menanyakan:
“Tapi saya takut juga bahas hal-hal yang belum saya pahami, takutnya saya dilabeli oleh pembaca sebagai penulis yang tahu banyak hal, istilah sekaranganya, sok tau semua hal. Apa yang harus saya lakuka jika begitu?”, tanya saya kepada Eky.
Maka penting kata Eky, blogger juga dianjurkan mengikuti lomba blog. Jika ikut lomba blog, bila ada bidang yang tidak dipahami, bisa diinisiasi dengan bacaan tentang bidang tersebut, dan tidak ada salahnya membaca pemenang lomba tahun sebelumnya.
“Kalo lomba yang jurinya wartawan, kebanyakan lebih dinilai kontennya, bukan pada gambar. Ditambah lagi punya banyak waktu menulis dan menulis cepat, ini dua hal yan sangat beruntung jika dimiliki penulis,” beber Eky yang sudah memulai ngeblog sejak 2005 silam, semasa jaya-jayanya multiply.
“Jika ada banyak topik yang akan dibahas, bisa dibuatkan dala bentuk sub topik, jadinya tulisan ngak terlalu panjang dan ngak bercampur-campur. Ini tidak hanya saat mengikuti lomba blog, tapi hal penting yang harus diperhatikan dalam dunia blogging.”
Sebenarnya, jika boleh dikira-kira, kata Eky, katanya ada ‘mazhab’ tertentu yang ‘dianut’ seorang blogger. Ini ditinjau dari hasil survey kecil-kecilan yang dilakukannya, setelah memperhatikan para blogger lain atau teman dekatnya. Sebut saja ‘mazhab’ curhat only blogger, idealist blogger, google adsence (GA), blogger, idealits + google adsence blogger hingga high level SEO tecniques + coding + GA blogger.
“Kalau teman-teman mau tahu tentan dunia teknik SEO, ya harus ikut kelas berikutnya,” Eky memberikan infromasi kelas sesi 2.
Diakhir sesi kelas menulis blogging yang dibalut diskusi nuansa santai itu, Eky sangat mengharapkan semuanya menulis hal-hal yang mudah dulu bagi pemula dan ini agar konsisten dalam menulis.
Successful blogging is not about one time hits. It’s about building a loyal following  over time,” tutupnya.

Rabu, 08 Juli 2015

Menyantap 'Bu Linto Baro' Bulan Ramadhan di Banda Aceh

Rabu, Juli 08, 2015


Usia hari Sabtu siang (4/7) lalu menunjukkan angka pukul 10.30 WIB. Saya baru saja tiba di kantor Humas Unsyiah. Hari itu memang lagi libur. Namun, saya terbesit untuk datang saja ke kantor, bersebab sedang khusyuk suntuk tapi tak masbuk, perihal lagi ada niatan memperbaiki blog pribadi ini. Dering handphone saya berbunyi. Saya ambil, ternyata muncul nama kontak Aslan Saputra, kawan saya satu organisasi menulis di Forum Lingkar Pena Banda Aceh. Saya mengangkatnya. Pembicaraan kami tertuju pada basa-basi beberapa detik awalnya. Sejurus kemudian, Aslan (Pemilik eliteword.blogspot.com) mengundang saya untuk hadir undangan buka puasa di tempatnya, tapi bukan di rumahnya, namun di Meunasah gampong istrinya, Ayi. Saya sangat senang atas ajakan ini, lebih-lebih sudah lama kami jarang berjumpa. Rasanya membangun kehangatan bersahabat selama bulan mulia ini sangatlah baik. Saya iyakan, dan tak sabaran menunggu hidangan nanti sore, *Eh maksudnya berjumpa Aslan. Yang katanya ini adalah undangan bukaan bagi Linto Baro di gampong itu yang dihidangkan bersama dengan linto baro lainnya.

Tiba di rumah bang ferhat pemilik goblog www.ferhatt.com ini, saya tunggu di pelantaran rumahnya, saya agak datang lebih cepat. Menunggu bang Ferhat yang sedang siap-siap, saya memantau timeline dan sesekali membaca artikel online.

Sesaaat tiba di rumah Ayi, Aslan sudah menunggu kami. Berbaju batik hijau dan ada lukisan-lukisan warna creamnya sangat padu dengan celana Aslan yang kream juga. Aslan nampak gemuk dan lebih sering senyum saat ini. Ada kecerian lain yang saya liha dari rautan wajahnya. Belum lagi saat ini Aslan sedang menunggu kelahiran bayi pertamanya.

Sekira jam 18.00 WIB kami mendarat perlahan ke meunasah gampong Batoh. Adit (Blooger di www.adityaantoo.blogspot.com) yang juga sangat sayang sama Emaknya itu awalnya rencana bepergian dengan kami, perihal dia penyiar radio yang makin kece, dia datang sedikit terlambat. Aslan dan Adiknya, Ravi siswa SMAN 2 Banda Aceh itu telah lebih dulu mengantar menu bukaan sore itu sebelum kami tiba. Di meunasah telah ramai dan riuh orang. Semuanya ada 9 Linto Baro yang hadir saat itu, membawa bekal masing dan diwajibkan mengajak minimal 7 orang kerabat atau kawan dekat untuk menyantap "Bu Linto Baro". Apa yang di bawa itulah yang disantap. Semua penuh dengan suka cita, ada yang sudah duluan menaruh semua menu-menu dalam satu piring. Lengkap, nasi, telor asin, kuah beulangong, mie hun, timun acar dan tambahan perkedel. Jadilah penuh akan piring si empunya itu. Ada juga yang standar-standar saja, sesuai dengan kebutuhan isi perut. Namun, air putih rasanya tak akan ketinggalan, gak mungkin juga buka puasa langsung dengan kopi, apalagi kopi pahit.

Di hari yang bersamaan itu juga, masyarakat kampung juga memasak Kuah Beulangong berupa daging yang dimasak dengan bumbu kari. Telah menjadi adat bagi masyarakat Banda Aceh dan Aceh Besar setiap bulan puasa memasak secara ramai-ramai daging sapi dalam sebuah belanga besar. Biasanya saat menjelang 17 Ramadhan memperingati malam Nuzulul Quran. Dan itu bentuk rasa syukur dan rasa membangun kehangatan bersama.

Sabar menunggu berbuka

Menyantap Bu Linto Baro bersamaan dengan Kuah Beulangong yang sudah duluan dibagikan sebelumnya kepada seluruh warga gampong ada kenikmatan tersendiri. Bagi saya yang dari Bireuen, akan merasakan sensasi lain. Mendapati dua tradisi yang dijalankan secara bersamaan, adalah bonus bagi pendatang.

Linto Baro yang belum sampai satu tahun atau baru pertama kali berpuasa ramadhan di gampong tersebut diwajibkan membawa makanan bukaan. Semuanya dimakan sendiri dan tetamu yang diundang oleh si Linto Baro. Tidak harus yang mewah-mewah, sesuai dengan tingkat penghasilan asal ikhlas berbagi di bulan penuh berkah ini. Lebih-lebih orang yang menyediakan menu buka puasa bagi orang lain akan mendapat ganjaran pahala yang berlipat-lipat, apalagi untuk anak lajan kayak kami hehehe.


Usai Magrib, saya, Adit dan bang Ferhat berpamitan sama Aslan. Kehangatan ini tidak akan berhenti pada hari itu, dia akan terus membersamai, sampai pada waktunya tiba, semuanya berpisah pada waktu yang ditetapkan Khalik. Bulan Ramadhan, hadir sebagai penguat batiniah antar manusia. []

Minggu, 05 Juli 2015

Pemuda Mencari Masalah

Minggu, Juli 05, 2015



Penceramah itu naik ke mimbar. Tidak begitu besar, cukup sesuai untuk ditempati penceramah. Suaranya yang datar, kalau pernah mendengar tausyiah Quraisy Syihab, hampir-hampir menyerupai. Penceramah mulai berkisah. Ada seorang pemuda yang saban hari dalam kehidupannya selalu saja dirundung masalah. Tanpa ada satu masalahpun yang dapat diselesaikannya. Dia terus saja mengeluh terhadap masalah kehidupannya. Tak terkira, hal itu membuatnya semakin terpuruk, selalu jatuh dalam lubang yang sama.

Tak sanggup melulu dengan keadaannya, pemuda itu pun menjumpai tetua bijak. Dia menceritakan semua keluh kesahnya, masalah yang terus menghambat aktivitasnya, semua sudah dibeberkan. Pemuda itu yakin benar, tetua bijak punya hal baik nan positif buatnya.

Tibalah tetua menyuruhnya mengambil air mineral. Disuruhnya menaruhkan garam satu genggaman dalam air yang sudah duluan dituangkan dalam gelas. Diaduknya perlahan, sampai garam tadi benar-benar larut dan menyatu dengan air. Persis, garam tadi tidak nampak lagi, hanya saja air tersebut udah sedikit keruh. Citra garam  mempengaruhi air.

Tetua meminta pemuda meminumnya sampai habis. Tak mengelak, pemuda segera melaksanakan ajakan tetua. Dalam satu tegukan, pemuda itu menumpahkan semua air yang diminumnya tadi. Mulut dan lambungnya sama-sama seperti sepakat menolak memuntahkannya. Ditanyakan bagaimana perasaannya? Pemuda itu merasa tidak suka dengan minuman itu, sungguh rasanya memuakkan.

Lalu, tetua mengajak pemuda ke dekat danau. Dimintanya lagi pemuda itu untuk mengambil segenggam garam, dimintanya menaruhkan garam tersebut ke danau, diambilnya kayu dan diaduk perlahan oleh pemuda. Sampai kira, garam tadi sudah larut dalam air danau. Dimintanya pemuda untuk mengambil air danau dengan tangannya, dan diminta untuk meneguknya. Lalu pemuda meminum sampai habis air dalam tangannya. "Bagaimana perasaanmu?,”tanya tetua.

Ada kelegaan dan nikmatnya saat pemuda menjelaskan bahwa airnya jernih dan meneduhkan. Kesejukannya berbeda dengan minuman sebelumnya.

Tetua mengatai, betapapun banyaknya masalah yang dihadapi, selama hatimu seluas danau, maka akan sabar, ikhlas dan syukur ketika dirundung masalah. Begitu pula, ketika hati sesempit gelas, masalah kecil dan besar akan sama-sama nampak besar, jika tidak bisa diterima dan selalu dalam kondisi mengeluh, gelisah, galau merana.

Sebut penceramah, dalam Qur’an juga sudah dijelaskan tentang orang yang berkeluh kesah. Beliau mengutip bunyi surat Al-Ma’arij ayat 19 yang mengandung makna “Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah”. Sementara, setelah dijabarkan oleh penceramah, kita juga dapat melihat dalam bunyi ayat yang lain yang menegaskan “Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah” (Al Ma’arij : 20). Dilanjutkan lagi pada ayat berikutnya “dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir” (Al Ma’arij: 21). Namun pada ayat 22, Allah dalam sabdanya mengatakan “Kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat”. Tentu, tak ada orang yang tak memiliki masalah, ayat diatas menegaskan bahwa manusia memang memiliki masalah, ketika manusia mendapat musibah, akan merasa dirinya tidak dicintai oleh Tuhannya. Sementara, ketika manusia mendapat kebaikan, rasa syukurnya kepada Tuhan sangatlah sedikit, bahkan ada yang lupa. Kecuali, benar-benar ada ianya orang yang mengerjakan shalat, ianya kita maknai mendirikan shalat, menghadirkan shalat dalam aktivitasnya bagi sekitar.

Banyak peristiwa, masalah yang dihadapi, seperti mati lampu, tidak sabaran di lampu lalu lintas, menggerutu ketika panas, meminta paksa terik matahari ketika hujan angin badai, berdoa di dunia maya dengan sangat keluh. Maka, pilihannya ada pada kita, memilih hati yang luas atau sesempit gelas minum. Dan penceramah turun, tarawih dilanjutkan.[]

Teratai, Pesona di Air Tenang

Minggu, Juli 05, 2015

Taukah kita bahwa Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) mempunyai lambang resmi dalam bentukBungong Seuleupok (bunga teratai) yang sedang mekar. Bungong Seuleupok tersebut berwarna kuning emas yang terdiri dari 5 (lima) lembar mahkota bunga yang ujung-ujungnya membentuk segi lima sama sisi dan di antara lembar-lembar mahkota bunga tersebut terdapat sehelai kelopak bunga. Di dalam lambang tersebut terdapat gambar Tugu Kopelma Darussalam yang berwarna putih dan tulisan Universitas Syiah Kuala yang berwarna hitam dalam bentuk kubah. Tulisan nama universitas tersebut berada di dalam lambang.

Arti dari masing-masing komponen dalam lambang Unsyiah yaitu terdiri dari lima lembar mahkotaBungong Seuleupok melambangkan pancasila sebagai falsafah dan asas negara Republik Indonesia sebagai pedoman hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sementara pada bentuk Bungong Seuleupok dengan mahkota terkembang melambangkan kemurnian, semangat serta keinginan kuat untuk bersatu dan bekerja sama. Bagian Tugu Kopelma Darussalam melambangkan kemerdekaan, perdamaian, persatuan, dan kesatuan bangsa. Terakhir, bentuk Kubah melambangkan asas Ketuhanan Yang Maha Esa.
Mungkin kita juga pernah dengar dongeng si Thumbelina? Seorang gadis mungil yang ukurannya tidak lebih besar dari ibu jari manusia, lahir dari sebutir biji dari seorang penyihir yang diberikan kepada pasangan suami-istri. Mereka adalah pasangan yang belum memiliki keturunan. Maka si istri pun melakukan perintah dari penyihir. Ia menanam biji tersebut di sebuah pot kecil dengan hati-hati. Ia lalu  menyiramnya agar biji itu tumbuh dengan subur. Ternyata biji itu tidak memerlukan waktu yang lama untuk tumbuh. Keesokan harinya, sekuntum bunga mengembang dari pot itu. Bunga itu mirip dengan bunga teratai. Dan yang membuat si istri bertambah senang, di dalam bunga yang belum mekar sepenuhnya, ia dapat melihat seorang gadis kecil yang sangat cantik, maka ia pun diberi nama Thumbelina.
 
Instansi pendidikan tinggi sebesar Unsyiah telah menjadikan Bungong Seuelupok sebagai jati dirinya, dapat kita lihat dari makna yang terkandung di dalamnya. Teratai telah menjadi satu ikon bunga yang meneduhkan dan menyenangkan banyak orang. Dongeng di atas menggambarkan ada rasa cinta ikhlas dari seorang ibu kepada anaknya. Bunga teratai meneduhkan pandangan bagi yang melihatnya.

Jenis bunga di dunia ini beragam dan hidup di tempat baik di darat maupun tempat yang berair. Salah satu bunga yang hidup di air adalah teratai. Bunga yang memiliki nama latin nymphae tumbuh di permukaan air yang tenang. Bunga ini merupakan tanaman dengan nama suku nymphaeaceae.

Hal yang biasa pada mayoritas bunga adalah tumbuh di daratan, namun berbeda dengan bunga teratai, dia adalah bunga yang hidup dan berkembang biak di air. Kawasan rawa-rawa, kolam atau sungai yang memiliki permukaan air yang tenang menjadi tempat terbaik bagi teratai untuk berkembang biak. Secara lahiriah, kita mendapati bahwa bunga dan daunya berada diatas permukaan air, sedangkan tangkai berada pada zona di dalam lumpur. Tangkainya terdapat di tengah-tengah daun. Bentuk daun yang bundar atau oval lebar serta terpotong jari-jari menuju ke tangkai ini banyak dihinggapi burung-burung endemik rawa-rawa ataupun sungai. Teratai telah mampu menjadi tempat berteduh sesaat bagi spesies lain untuk sekedar mencari makan.

Betty Mauliya Bustam, dosen FMIPA Biologi Unsyiah, mengatakan bahwa teratai (waterlily) merupakan anggota famili nymphaeaceae yang merupakan salah satu genus nymphaea. Namun, banyak orang menganggap teratai sama dengan bunga seroja yang merupakan genus dari nelumbo. Padahal secara bentuknya atau morfologi  dan klasifikasi tidak sama, walau sekilas mirip, tetapi mereka berbeda dari sis genus.

Alumnus The University of Western Australia (UWA) ini juga menambahkan bunga dan daun teratai terdapat di permukaan air yang keluar dari tangkai berasal dari rizoma atau dikenal juga dengan bentuk akar. Rizoma terdapat dan menancap di daerah tempat tumbuhnya (kolam, sungai, sawah, rawa-rawa, dan lainnya) hidup pada air yang tenang. Sedangkan, genus nelumbo bunganya tumbuh di atas permukaan air, tangkai bunga lebih panjang. Famili nelumbo adalah nelumbonaceae dan lebih dikenal dengan nama Lotus.

“Karena dulu saya pernah ‘berdebat’ dengan seseorang tentang teratai dan nelumbo, perlu dikenali bahwa nelumbo (lotus) saat ini hanya 2 spesies yang bisa ditentukan yaitu nelumbo lutea dan nelumbo nucifera. Sementara  teratai (nymphae) ada sekitar 50-an spesies yang saat ini dikenal”, paparnya


Setiap jenis atau spesies teratai yang kita lihat tidak sama dengan spesies lainnya. Bunga ini memiliki banyak sekali jenis dan varian lebih dari 50 jenis dan penyebarannya tersebar di seluruh penjuru dunia seperti misalnya nymphaea caerulea di Mesir atau  nymphaea nouncali di Afrika Selatan.

Botanis  yang juga aktif mengajar di MIPA Unsyiah ini menjelaskan, “Sejauh yang saya tahu, daun teratai tidak mengandung lapisan lilin. Makanya, daunnya ‘menempel’ pada permukaan air agar tidak layu dengan proses pelenyapan uap air dari permukaan daun atau dikenal juga dengan proses transpirasi. Sementara daun nelumbo mengandung lapisan lilin (walau tidak setebal lapisan lilin daun talas). Makanya daun dan bunganya tidak terlalu ‘menempel’ pada permukaan air”, jelasnya pada sela setelah mengajar.

Pada sisi lainnya ternyata biji bunga teratai memiliki khasiat sebagai ramuan obat-obatan herbal.Menurut Nuraini (2007), berdasarkan uji aktivitas antibakteri dan antioksidan terhadap ekstrak biji teratai (nymphaea pubescens willd), diketahui biji teratai mengandung senyawa gula, asam amino, glikosida, dan karbohidrat dalam jumlah yang besar sehingga dapat digunakan sebagai obat anti diare,insomnia, penambah stamina, dan penunda penuaan (obat awet muda).

Bunga ini memang aneh. Pada dasarnya bunga atau tumbuhan apa saja membutuhkan air yang bersih sebagai nutrisinya agar pertumbuhan dan perkembangannya tetap terjaga, namun keanehan itu muncul lantaran bunga ini dapat tumbuh pada air kotor, malah dapat memberikan hasil yang sangat baik. Untuk bunga yang ditanam dalam air kotor, warna kelopak bunga akan lebih kuat.
Bunga yang juga menjadi lambang negara Mesir masa kuno ini, memiliki bentuk yang sangat cantik. Tingkat keunikannya bisa dikatakann kurang wajar. Hal ini lantaran bunga yang mempunyai warna lebih. Lebih yang dimaksudkaan di sini adalah bila warnanya merah lebih merah, sementara bila warnanya putih itu bisa lebih putih.

Beberapa daerah menempatkan bunga teratai sebagai lambang khas daerahnya. Untuk perguruan tinggi, Unsyiah menempatkan bunga teratai ini sebagai lambang universitasHal ini menunjukkan bahwa, bunga tersebut memiliki keunikan dan keistimewaan yang diminati oleh daerah maupun universitas yang mengidentifikasikan bunga tersebut sebagai ciri khas lembaganya. 


Sabtu, 10 Januari 2015

Pada Akhirnya...

Sabtu, Januari 10, 2015
Saya dan teman-teman yang sidang 6 Januari 2015

Kepada titik. Kemudian koma,

Ada lanjutan pada setiap langkah yang sedang kita jalani. Tidak banyak yang tahu kalau saya adalah orang yang tidak berencana kuliah. Sedikit mengulang, jika teman-teman saya yang lain setelah pengumuman kelulusan SMA, beberapa hari kemudian mereka mengikuti bimbingan belajar untuk bisa tembus perguruan tinggi impian. Saya berbeda. Saya mengisi masa-masa itu dengan pergi ke sawah, mengunjungi kebuh walau sekedar melepas suntuk pikiran. Berencana tidak melanjutkan kuliah, saya berani utarakan kepada ibu. Orang tua mana yang tidak syok dengan kabar ini. Kami delapan saudara kandung, saya anak bungsu, dan saya pula yang tidak berniat kuliah. Lantas, ada suatu kabar lain yang kemudian hari saya ketahui tentang ibu. Barulah saya mencoba untuk kuliah ke Banda Aceh.

6 Januari 2015, Selasa lalu saya mantap melepaskan masa mahasiswa dan sudah dinobatkan sebagai alumni. Masa-masa sebelum itu, saya benar-benar dipusingkan dengan tugas akhir alias skripsi. Ini adalah ujian yang beberapa orang menjadi hantu berkecamuk kala tidur, saya juga demikian. Tentang pada saatnya saya pula tidak bisa fokus mengerkan hal yang lain. Seperti menulis di blog ini, sampai-sampai blog inipun “Meujeulabah”. Ada semacam dosa jika saya menyempatkan menulis di sini, tanpa menyentuh itu skripsi.

Saya termasuk orang yang malas bimbingan dengan dosen pembimbing. Bukan karena dosennya tidak respek, tapi kemalasan saya ini sudah kadung akut. Tidak tahu juga kenapa, ada kenikmatan saat-saat melewati malas itu. Pagi-pagi setelah bangun tidur, saya biasanya menghilangkan pikiran yang membeban dengan menutup muka dengan kain atau membenamkan wajah di bantal. Lalu tidur lagi sampai hari mau menjelang siang. Ah, masa-masa rancu itu.

Tuntas membunuh kemalasan itu masa-masa dimana sidang sarjana telah dibuka, saat dimana saya kejar-kejaran dengan waktu. Otomatis kegiatan mampet pikiran saya selama ini, saya tuntaskan dalam sekejap. Bahasa penelitian kualitatif saya acak kadut, berbakat ada sedikit ilmu menulis memudahkan saya dalam mendeskripsikan apa-apa yang saya temui di lapangan. Tidak selamanya hidup ini nyaman jika berada pada zona aman. Saat menjadi panitai Mata Najwa On Campus Unsyiah, saya dan mahasiswa akhir lainya disentil oleh Menteri Susi “Saya aja yang ijazah SMP bisa jadi menteri, masak kalian udah jadi mahasiswa skripsinya gak kelar-kelar!”. Saya tertawa lebar kala desember lalu. Memang, kuliah dan tugas akhir ini begitu suram.

Sekarang saya memang sudah menuntaskan sidang sarjana. Banyak orang yang berkilah “Ngapain cepat-cepat sarjana, yang udah sarjana aja gak dapat kerja!”. Analoginya begini “Kalau belum siap kuliah, apa makin mudah cari kerja?”. Iya, semua sadar dalam dunia yang makin ‘membunuh’ adrenalin ini siapa saja pasti kalang kabut saat mencari pekerjaan.

Dulu saya orang yang paling tidak suka ditanyai “Kapan sidang?”, “Eh udah bab berapa skripsinya?”. Coba kalau kalian sedang menyusun skripsi terus ditanyai begini, apa gak ada rencana mau lempar orang itu ke sungai? Satu sisi emang bagus, tapi orang-orang yang belum dekat dan jarang berjumpa dengan saya, rasanya kurang wajar menanyainya. Ada semacam dongkol bila perlu untuk dijawab. Kenapa gak ditanyai dengan hal yang lebih normal “Gimana udah skripsinya? Apa yang bisa aku bantu?” ademkan kalau begini, kita-kitapun jadi tambah semangat, mana tau jodoh, bisa jadi heuheuhue…. (edisi syurhat) :P
Sekarang saya punya sayap baru, ada badai dan awan cerah sedang menunggu. Landasanya telah siap, tujuan juga sudah mantap, tidak mengepakkan sayap ini, lalu terbang. Saya percaya air laut aja berjumpa dengan air sungai dimuara, yaelah kan semua orang juga tahu. Sama halnya setelah hujan yang rinai kadang rintik, selang kemudian muncul pelangi, yaelah yaelah inikan pelajaran IPA anak SD. Tapi, ada secercah harapan dan rezeki yang ditentukan Tuhan.


Pagi rabu, 7 Januari 2015 menjadi pagi yang baru. Ada harapan baru dan langkah baru, mestinya ini menjadi langkah awal bagi saya untuk menjadi yang baru dengan kenangan-kenangan masa suntuk itu menjadi penyedap rasa. Saya masih ingat, tempat-tempat dimana saya menuntuskan skripsi ini. Tempat yang penuh nikmat, menikmati kesenderian. Alue Naga, kamar saya, ruangan tempat kerja, kampus dan tempat-tempat entah dimana lainnya saya bunuh semua malas yang menyemak ini. Teman-teman adalah penyemangat, ada teror-teror yang diberikan dan mereka tak segan membantu saya. Keluarga adalah hamba Tuhan yang paling dekat dengan saya, merelah yang telah mendidik saya untuk segera menunaikan kewajiban ini. Orang tua yang selaku ibu dikampung saban hari asyik dengan aktivitas taninya. Pagi sebelum sidang saya sempatkan menghubungi ibu dikampung, saya tak banyak bicara. Ibu saya ada kegiatan yang lain.

“Meunyo hana lee peu neuk peugah, kasep dile nyak. Payah lon jak bie eumpeun manok dile dan meujak u blang lhueh nyan”, tut bunyi telpon.


Ayah saya yang sudah duluan hijrah ke rumah yang baru, saya percaya beliau sedang menatap saya dengan senyum di surga. Beliau juga guru, tepatnya guru SD. Masa beliau masih hidup dulu, beliau bahkan tidak mau jadi kepala sekolah. Karena prinsipnya yang seperti ini, beberapak birokrat kecamatan menjatuhi jatah mengbadi lagi dikantor kecamatan setelah pulang mengajar, lantaran tidak mau menjadi kepala sekolah SD. Saya dan kemudian mana tahu suatu saat akan jadi apa, sesuai tempat dimana saya ambil studi, bisa saja saya menjadi Guru Bimbingan Konseling. Saya hanya bertugas menjalankan apa yang bisa saya lakukan.

Kepada titik. Kemudian koma, ada nuanasa baru setelah saya ‘hajar’ dan ‘bunuh’ malas yang hampir saja menggerogoti seluruh semangat saya. Kemudian koma, ada harapan dan tugas baru menanti. Rif, malam ini begitu teduh, langit boleh saja hitam, percayalah akan ada masa dimanat bintang-bintang itu menyatu, membentu cahaya baru yang membuang rasa sendu. Kelak, langkah pasti ini harus terarah dan dalam gelap menjadi terang. Menjadi penggerak!

Minggu, 20 April 2014

Rayakan Kekeluargaan di Penutupan Inaugurasi 2014

Minggu, April 20, 2014

Suasana keakaraban sesama  anggota Forum Lingkar Pena (FLP) Aceh dengan anggota baru FLP angkatan 2014 begitu terasa pada sesi-sesi penutupan Inaugurasi kali ini, Minggu (20/04).
Mereka (anggota baru.red) sudah diberi berbagai materi-materi tentang kepenulisan, keorganisasisian,dan keislaman dari tanggal 18-20 April 2014 bertempat di Aula BPKB Aceh, Lubuk, Aceh Besar. Penutupan acara ini ditutup langsung oleh ketua FLP Aceh, saudari Nuril Annissa.

Mengenai pengumuman kelulusan, dibagi ke dalam tiga kategori. Lulus, lulus bersyarat, dan tidak lulus, jika tidak melengkapi persyaratan pada kategori lulus bersyarat. Peserta inaugurasi berjumlah 32 orang, terdiri dari siswa, mahasiswa, dan pemuda. Jumlah peserta yang dinyatakan lulus adalah 26 peserta, serta yang lulus bersyarat berjumlah 6 orang. Bagi peserta yang lulus bersyarat diwajibkan menyumbangkan buku bagi TBM Rumcay FLP Aceh, terhitung dari tanggal 20 April 2014 sampai 4 Mei 2014.
Pada penutupannya juga ada pembacaan Inaugurasi Award 2014. Ferhat Mukhtar selaku pembaca nominasi bersama Nuril Annisa menyatakan kategori-kategori yang dipilih seperti kategori peserta pria/wanita terbaik, peserta pria/wanita sunyi senyap, kategori peresensi pria/wanita terbaik dan kategori pria/wanita terunik.
Untuk kategori peserta pria peresensi terbaik diberikan kepada Zahlul Pasha, sedangkan untuk peserta  wanita peresensi terbaik diraih oleh Hilwa Salsabila. Sementara, kategori pria terunik dinobatkan kepada Chaizir dan peserta wanita terunik diberikan kepada Cut Attahirah.
Inaugurasi Award 2014 memilih Rulsan sebagai peserta pria terbaik dan untuk kategori peserta wanita terbaik dinobatkan kepada Vivi. Semua peserta mengungkapkan kesenangan mengikuti acara ini. Salah satu peserta mengungkapkan merasa senang diterima dalam keluarga baru FLP Aceh.
“Saya sudah lama ingin bergabung dengan FLP, dan ternyata selama mengikuti Inaugurasi ini sisi kekeluargaan sangat begitu kental antar sesama anggota. Saya merasa senang diterima menjadi bagian dari keluarga ini”, ujar Muhammad Ikbal, salah satu peserta Inaugurasi 2014. [mr]

Jumat, 18 April 2014

FLP Aceh Gelar Inaugurasi 2014

Jumat, April 18, 2014


Forum Lingkar Pena (FLP) Aceh kembali menggelar Inaugurasi untuk tahun 2014 dalam kepengurusan periode 2012-2014. Inaugurasi ini dilaksanakan dari tanggal 18-20 April 2014 berlokasi di Aula BPKB Aceh, Lubuk Sukon, Aceh Besar.
Inaugurasi sebagai wadah pengkaderan atau perekrutan bagi anggota FLP berikutnya. Ini adalah agenda tahunan, sejak tahun 2012 FLP memulai debutnya mengelola sistem pengkaderan dengan dinamakan Inaugurasi.
Nuril Annissa selaku Ketua FLP Aceh dalam kata sambutannya saat pembukaan pada Jum’at malam (18/04), menerangkan bahwa FLP adalah wadah kepenulisan yang sudah mendunia. Menurutnya, walaupun kita tidak hidup selama seribu tahun, tetapi dengan kegiatan menulis nama dan karya kita akan tetap diingat sepanjang masa.
Pada Sabtu (19/04), Nuril Annissa, juga memaparkan tentang Ke-FLP-an dengan tema: Apa itu FLP? Organisasi ini dibentuk sebagai tempat bagi orang-orang yang mempunyai semangat menulis. Memiliki militansi dan mampu menghasilkan karya. Arahannya, FLP ini memililki jargon yaitu Berbakti, Berkarya, Berarti.
Pemateri-pemateri lain yang didatangkan seperti Beby Haryanti Dewi yang merupakan penulis dan sekaligus editor nasional. Kak Beby, sapaan biasanya beliau memaparkan tentang “Menulis Fiksi”. Juga menghadirkan R.H. Fitriadi, salah satu novelis Indonesia, juga penulis buku Marwah di Ujung Bara. Bang Rahmat membahas tentang “Menulis Buku Itu Mudah”.
Untuk dalam kepenulisan non-fiksi juga menghadirkan Muhadzier M.Salda, yang tercatat sebagai salah satu penulis opini juga sebagai cerpenis Aceh. Beliau membahas “Menghajar Media dengan Artikel”.
Malam ini akan membahas tentang “Bedah Cerpen + Diskusi”, yang digawangi oleh Ade Oktiviyari, Riza Rahmi (Ketua FLP Aceh periode 2010-2012), dan Nuril Annissa. Kemudian akan dilanjutkan oleh Ferhat Muchtar (Ketua FLP Aceh 2006-2008) yang sudah berkecimpung di FLP semenjak SMP. Beliau juga aktif ngeblog diwww.ferhatt.com. Ferhat memaparkan tentang “Saatnya Menulis”.

Besoknya, Minggu (20/04) inaugurasi ini dilanjutkan lagi dengan menghadirkan Ariel Kahhari yang akan memberikan materi dengan tema “Berani Tampil”. Sementara Ustaz M.Yasin, Lc. akan memaparkan tentang “Menulis untuk Melawan!”.
Pantauan flp-aceh.net, peserta antusias mengikuti acara Inaugurasi ini. Mereka merasa senang bisa bergabung bersama FLP Aceh dan berharap diterima menjadi anggota FLP. [mr]

 Sumber : FLP Aceh Gelar Inaugurasi 2014 | flp-aceh.net

Jumat, 04 April 2014

Tentang Ketiadaan Ucap!

Jumat, April 04, 2014



Pernahkah kamu pergi ke suatu tempat yang belum pernah kamu kunjungi? Padang rumput savana yang berwarna putih. Pohon-pohon dan dedaunannya ikutan berwarna putih. Aku melihat kumbang jantan pun berwarna putih dan kupu-kupu pun serba putih.

Belum tau ini tempat apa. Dalam pelajaran IPS tempo SD dulu yang diajarkan bahwa rerumputan savana itu hijau dan ditumbuhi pohon-pohon ciri khas hutan savana. Biasanya di negara-negara Eropa sana, para gembalawan maupun gembala wati membawa domba-dombanya ke sana. Tapi, kalau rumputnya berwarna putih, masihkah domba-domba itu menyukai rerumputan ini?

Kata Cik Lam kepadaku, bahwa rumput tetangganya kini telah putih dari bawah sampai ke ujung helai daun rerumputan itu. Tak ada yang tau kenapa berubah drastis serba putih.

Sejak bulan datang, kulit kawanku pun kini memutih. Hampir aku tak mengenalnya. Yak, jauh sekali berbeda dari biasanya.

Dari simpang lima kampung ini, bendera-bendera partai yang dulunya beragam warna dari merah, oren, hijau, biru, dan kuning kini pun mereka ikut-ikutan memutih. Hal apa ini?

Jalan-jalan raya tidak adalagi garis-garis penunjuk jalannya. Di penyebarangan jalan juga sudah tidak ada tanda zebra cross. Semua memutih.

Aku berjalan tepat di depan kantor gubernur jalannya masih hitam. Setelah jembatan lamprit sampai ke batas zona gedung kantor gubernur aku tak menemui putih, yang ada hitam.

Aku ke acara walimahan. Baju-baju yang dipakai oleh tetamu undangan juga serba putih. Dari ujung rambut sampai ujung kaki juga putih.

Namun, pada barisan tengah diantara kerumunan tetamu lain. Malah ada yang berbeda warna. Ya dia memakai baju hitam. Aku hampiri. Tak kuucapkan sebuah ucapan karena memilih zat yang berbeda. Bagiku apa yang berbeda itu bukan untuk diucap. Itu hanya sebuah ritual bahasa dunia yang tak perlu diumbar. Ini Aceh nong!

Kata Saya

"Jabatan hanya persoalan struktural. Persahabatan selamanya."