Kamis, 02 Agustus 2012

Kurikulum Dayah untuk Sekolah, Apa Bisa?

almuhajirintiga.wordpress.com
Melihat berbagai tatanan kehidupan yang pada periode akhir-akhir ini semakin kacau saja. Mengajak saya untuk ikut ambil bicara dalam upaya yang telah terjadi yang sangat-sangat tidak bertitik tolak pada keadaan sebenarnya berdasarkan pada norma-norma yang telah ada. Setiap kita menginginkan perubahan yang lebih baik dan fleksibelnya adalah kita mampu menjadikannya sebagai pendekatan pencarian suatu kualitas sistem pendidikan yang berakhlak mulia. Pendidikan mengupayakan agar mampu memanusiakan manusia kepada taraf insani kehidupannya dimata manusia yang lain. Menjadikan manusia ini lebih dihargai dan berderajat tinggi dengan ilmunya dan tanpa kesombongan yang telah nyata yang ada pada manusia-manusia yang egois. Pendidikan akan berakibat fatal pada terpenuhinya keilmuan dari pendidikan kepada manusia yang sebenarnya manusia, karena manusia itu sendiri adalah fitrah.
            Islam telah mengajak manusia kepada jalan kesejahteraan  di dunia dan di akhirat. Tentunya salah satu cara untuk mencapai kesejahteraan tersebut adalah dengan adanya pendidikan. Ketika islam dijadikan sebagai tolak ukur pondasi pendidikan, maka akan terlaksananya pendidikan yang sejahtera dan beradab mulia bagi tumbuhnya para peserta didik yang masih belum mencapai suatu keselarasan akhlak. Pendidikan adalah pembangunan yang sejatinya membutuhkan keinginan kuat untuk pencapaiann kesejahteraan itu sendiri dengan pembangunan sikap dan mental individu.
            Sistem pendidikan yang ada sekarang ini tidaklah berupaya menjadikan para peserta didik ke arah yang diinginkan. Banyak sudah kasus-kasus yang menimpa peserta didik kepada arah kegelapan yang nyata di sekitar kita. Aksi-aksi brutal dari peserta didik baik siswa maupun mahasiswa, memberikan suatu contoh bahwa pendidikan sekarang ini sudah salah kaprah dan terisolir dari garis yang telah disusun. Perbuatan mesum, judi, narkoba dan lainnya adalah telah sangat lazim bagi dunia  peserta didik kita. Kini semua terjadi karena pengawasan orang tua yang terlalu membiarkan putra-putrinya untuk ambil bagian dalam kejadian ini. Lebih-lebih bila mana ada guru yang mengajak siswanya untuk saling berpacaran agar katanya saling tumbuh motivasi terhadap minat belajar. Padahal ini sudah di luar nalar pribadi kita sebagai seorang muslim yang berakhlakul karimah. Bahkan lebih dari itu gurunya pun ikut andil dalam berbuat mesum dengan siswinya. Yang pemahamannya atas dasar suka sama suka. Padahal pacaran yang baik itu adalah setelah menikah. Kita akan merasakan kelezatan yang seimbang karena sudah halal bagi kita. Inilah hal-hal yang menjadikan kemerosotan dunia pendidikan kita sekarang ini.
            Sebenarnya tatanan sistem pendidikan di dayah-dayah bisa dijadikan sebuah tolak ukur sebuah keberhasilan dalam mendidik manusia berilmu dan beramal cerdas. Sitem pendidikan dayah kiranya perlu diterapkan di sekolah-sekolah maupun perguruan tinggi. Yang mana memisahkan anatara laki-laki dengan perempuan dalam berpendidikannya. Seperti memisahkan tempat belajar santri yang mana dengan demikian para santri laki-laki maupun santri perempuan akan lebih fokus untuk belajar dikarenakan fokus utama mereka adalah belajar bukan fokus kepada para perempuan saling memandang dan menatap.
            Memisahkan di sini dapat ada dan diterapkan pada pemisahan gedung belajar anatara siswa dengan siswi. Tak hanya sarana gedung yang perlu kiranya dipisahkan sebenarnya, tapi ketika mereka berangkat ke sekolah pun dengan berbagai jenis transportasi umum, semisal angkot, bus sekolah maupun jenis alat trasnporatsi lainnya. Pemerintah perlu menentukan bus mana yang dikhususkan untuk siswa dan bus mana yang untuk siswi. Jadi, mereka tidak sama-sama berbaur dalam satu alat transportasi manapun. Bila ini tidak diterapkan maka tunggu saja aksi pelecehan seksual terhadap siswa perempuan. Inikan hal yang tidak diinginkan oleh siswa perempuan manapun di dunia ini, kecuali memang dia sendiri sudah nakal. Kan menjaga kehormatan. Maka, wahai perempuan selama hal itu masih tertanam dengan benar pada diri kalian jangan kalian gunakan hal tersebut untuk merusakkan dirimu sendiri hanya untuk kepentingan sesaat saja. Pakaian yang kalian gunakan pun mencerminkan pribadi kalian terhadap sisi sosial maupun agama yang kita anut. Mengenai pakaian ini sangat afdhal bila penerapannya seirama dengan dendangan anjuran syariah islam. Ketika pakaian seragam sekolah terkesan terbuka, maka akan menghilangkan sedikit banyak konsentrasi laki-laki menurun. Inilah efek yang menyebabkan akhir-akhir ini siswa laki-laki di sekolah sedikit menurun sistem prestasi belajarnya. Seperti halnya dengan penggunaan pakaian olah raga bagi siswa perempuan haruslah sesuai dengan tatanan aturan menutup aurat yang islami. Karena sekarang ini yang terjadi adalah para siswi disuruh tetap memakai pakaian olah raga tersebut seperti celana panjang yang menampakkan lekuk indah tubuh mereka. Bayangkan saja apa yang dirasakan oleh para guru laki-laki khususnya guru olahraga tersebut. Apalagi kalau bapak guru tersebut masih berstatus lajang. Memungkinkan si bapak  guru tersebut merasakan sesuatu hal ikhwal yang tak ingin dia rasakan terhadap siswi-siswinya, namun rasa-rasanya hal itu tak terpungkiri lagi. Nah, ini yang terlampau miris  yang sedang terjadi pada dunia pendidikan kita. Ini tak boleh menunjukkan sebagai sebuah mega sinetron yang bersambung yang memperlihatkan episode sebelumnya. Pendidikan seperti ini tidak memungkinkan lagi untuk kita perjuangkan dan laksanakan yang telah aslinya merusak citra seorang muslimah kita. Para siswi haruslah sudah sadar benar posisinya sekarang dan jenis kelamin apa yang telah ditakdirkan pada dirinya.
            Pendidikan di dayah mengupayakan menjadikan pedoman pendidikan yang islami. Dimana para santri-santri diajarkan berbagai keahlian baik ilmu tauhid, fiqih, tasawuf dan bahkan sebagian dayah telah menerapkan pendidikan umum bagi penyesuaian dengan zaman globalisasi. Merujuk pada salah satu hadist Rasulullah yang intinya adalah kita harus mengajarkan anak didik kita sesuai dengan zaman dia hidup, bukan mengajarkan mereka dengan pada zaman kita belajar sebelumnya. Tingkatan zaman kan berbeda. Ada aturan berlakunya dan penempatan intelektualitas seorang anak didik. Mereka akan menjadi pemimpin-pemimpin muda ke depannya yang mengajak manusia kepada kemaslahatan masyarakat luas. Santri-santri akan sangat segan kepada Teungku mereka. Ketimbang dengan para siswa, gurunya malah dijadikan  sebagai lawan bukan kawan sebagai mitra dalam proses belajar. Santri-santri segenap mematuhi perintah dari pendidiknya. Bila pun salah mereka tetap akan dikenakan sanksi-sanksi yang menjadikan mereka lebih giat dan disiplin belajar. Bukan tidak mungkin bila para santri menerima beberapa cubitan dan pukulan dengan rotan yang di belah sampai tujuh. Hal ini menjadikan mereka lebih termotivasi untuk belajar dan akan tertanam bahwa setiap kesalahan harus dipertanggungjawabkan kelak. Siswa-siswi pada zaman ini mungkin tidak pernah mendapat hal yang serupa yang dirasakan para santri. Bila pun ini terjadi katanya akan berhadapan dengan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), katanya demikian.
Padahal kita telah dirusak oleh untuk membiarkan kebiadaban terjadi pada siswa-siswi kita. Tanpa adanya sanksi demikian seorang siswa tidak akan mampu menangkap dengan mudah suatu ilmu. Walaupun bisa, eksistensi hormat siswa kepada guru telah berkurang dari semestinya. Maka dari itu tidaklah salah bila siswa mendapat hukuman terhadap kesalahan yang di perbuatnya. Namun seorang guru tidaklah boleh menjadi “Gubo” (Guru Bogem). Yang prioritasnya adalah menghukum siswa di dalam ketidaksadarannya yang menggunakan amarahnya kepada arah yang merusak jati diri siswa, guru harus menghukumnya dengan takaran yang seadanya dan tanpa amarah yang melonjak. Gunakan hukuman tersebut sebagai pondasi awal pada terbentuknya sikap bahwa apa yag telah dilakukannya adalah salah dan dia harus mengambil hikmah dari setiap kesalahannya itu. penerapan yang dilaklukan di dayah-dayah adalah demikian. Mereka (santri) pun merasakan efek terhadap hukuman tersebut dan suatu saat santri yang berada di masyarakat akan ingat bahwa karena hukuman dia mampu menjadi dirinya sekarang ini, ilmu yng telah di dapatnya dapat tersimpan dengan baik karena hukuman tadi. Motivasinya untuk menjadi lebih baik akan segera terekam setelah dia mendapat hukuman. Nah, hal inilah yang masih diragukan diterapkan di sekolah.
Pemfasilitasian tempat mengaji di dayah-dayah adalah di gunakan sistem ruang terbuka. Ini dimaksudkan agar pemikiran santri lebih paham betul apa yang sedang diajarkan oleh pendidiknya. Tidak tertutup seperti berada dalam sebuah gedung sekolah. Baik memang menggunakan sebuah gedung. Tapi, keharusannya adalah sekolah harus menerapkan sistem belajar terbuka lebih banyak dari yang sebelumnya. Bahkan ada sekolah yang tidak menerapkan sistem belajar di alam bebas seperti ini. Ini semua dipengaruhi oleh cara pandang kita dalam menerjemahkan pembelajaran, bila dalam ruang tertutup melulu, maka akan ada rasa kejenuhan yang berakibat tidak etis pada kemalasan siswa dalam pendengaran suatu pelajaran. Maka inilah yang perlu ada dan eksis di pendidikan kita.
Dayah tradisional memang tidak menjadikan pelajaran umum sebagai tongkat estafet pertama. Ada yang hanya terfokus pada masalah keagamaan saja. Bukan berarti sekolah itu tidak penting. Aslinya adalah keterpaduan antara duniawi dan ukhrawi, itu saja. Sekarang dayah telah membuka diri untuk memberikan kelonggaran berpedindikan bagi santri-santri. Yaitu memberikan mereka untuk bersekolah di pagi hari sampai siangnya. Setelahnya mereka kembali lagi sebagai santri. Ini tuntutan zaman. Pendidikan mengajak kita kepada arah pembenaran bukan arah pembohongan. Keingintahuan kita inilah yang menjadikan pedidikan dibutuhkan oleh manusia. Pendidikan mendorong kita untuk bersikap bersih bukan dengan kekotoran. Karena kekotoran inilah timbulnya pendidikan untuk menjadikan manusia kepada arah yang lebih bersih. Islam mengajarkan kepada kita keterpaduan ilmu dunia tanpa melupakan yang akhiratnya. Ilmu di dunia kita gunakan di dunia saja, tapi ilmu akhirat dapat kita gunakan di dunia maupun di akhirat. Sekolah perlu melirik penerapan pembelajaran yang diterapkan di dayah-dayah. Ini bukanlah suatu hal yang perlu ditakuti. Demi tercapainya umat manusia yang insani dan sadar betul tentang kehadirannya di muka bumi ini untuk apa. Sekarang tinggal kita saja mau berubah, maka mari mencoba untuk berubah ke arah tuntunan yang baik. Kalau tidak, maka selamanya kita akan terkungkung dan terjajah  dengan sistem pendidikan seperti sekarang ini. Wallahu’alam



Tidak ada komentar:

Kata Saya

"Jabatan hanya persoalan struktural. Persahabatan selamanya."