Tampilkan postingan dengan label Resensi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Resensi. Tampilkan semua postingan

Selasa, 29 April 2014

Resensi Marwah di Ujung Bara

Selasa, April 29, 2014



Judul        : MARWAH DI UJUNG BARA
Penulis    : R.h. Fitriadi
Penerbit  : PRO-BOOKS
Tebal        : 412 Halaman
Tahun      : Cetakan I, Januari 2012
ISBN         : 978-602-8941-06-9

Mendambakan sebuah novel yang baik adalah dambaan setiap penulis dan pembacanya. Di dalamnya diharapkan mampu  mengembangkan berbagai ide-ide terbaru untuk mengupayakan gagasan pendukung yang sesuai dengan konteks kekinia. Hal ini diperlukan agar para pembaca dapat mengaktualisasikan nilai-nilai yang dikandung dalam sebuah novel. Menghargai antara makhluk dan makhluk.  Secercah harapan itu timbul di novel “Marwah di Ujung Bara”, garapan R.h. Fitriadi.

Awal langkah yang baik saat mahasiswa menolak diberlakukannya status darurat militer di Aceh. Mereka adalah mahasiswa dari  BEM Universitas Syiah Kuala dan BEMA IAIN Ar-Raniry. Hal ikhwal, mahasiswa tersebut tidak  menyutujui diberlakukannya darurat militer di Aceh. Lantaran mereka tidak ingin Aceh kembali berdarah, yang hanya menimbulkan luka-luka bagi rakyat sipil. 

Sungguh ironis memang kalau sempat diberlakukan darurat militer tersebut. Banyak raga tak berdosa jadi korbannya. Mereka antusias untuk menggalang dukungan dari mahasiswa dan juga masyarakat. Ini harapan mereka, berharap bisa mengumpulkan masa seperti yang terjadi saat Referendum yang di gagas oleh SIRA. Namanya saja ide, tetap ada saja yang kurang setuju. 

Pihak-pihak mahasiswa yang takut untuk bersuara hanya karena izin melakukan aksi penolakan belum memiliki izin dari pihak kepolisian daerah Aceh. Wajar, ini lazim bagi setiap orang, namun itulah pencundang kilah pihak Fauzan Zaid, Alhijri dan Meurah Muda. Fauzan sebagai BEM Unsyiah memegang ujung kepemimpinan penolakan. Fauzan sangat besar harap darurat militer tidak terjadi di Aceh. Fauzan di kenal sebagai sosok pemberani dan punya pemikiran-pemikiran yang mampu membuat orang di sekelilingnya percaya padanya. 

Sebaliknya Ayah Fauzan yang juga Ketua DPRD Aceh kala itu. Dialah Abu Hamzah, beliau tidak mengizinkan Fauzan melakukan hal sedemikian. Beliau beranggapan bahwa status darurat militer sudah menjadi keputusan pemerintah pusat. Sampai-sampai karena banyaknya pertimbangan dari mahaiswa lain membuat pikiran Fuazan kacau, dia akhirnya membuat penolakan itu sendiri. Dia berani menentang peraturan tersebut, sekaligus menentang ayahnya sendiri yaitu Abu hamzah. 

Di lain kisah timbul Meurah Muda yang begitu benci kepada pihak militer yang telah merenggut keluarganya. Ayahnya dibunuh hanya karena lantaran informasi yang keliru. Abang-abangnya menjadi buronan pihak militer. Mereka menganggap keluarga Meurah Muda adalah antek-antek separatis GAM. Meurah Muda dipenuhi sangat menolak diberlakukan status darurat militer di Aceh. Dia telah menumbuhkan kebencian yang mendalam terhadap pihak militer, apalagi yang berasal dari tanah Jawa. Dia menganggap semua orang-orang yang berdarah Jawa adalah sama, tidak memandang peri kemanusian yang telah menghancurkan keluarganya. Ini menjadi retorika kehidupan Meura Muda di dunia akademik dan organisasinya. Dia berjumpa dengan Indah Nigrum. Indah, gadis berdarah Aceh-Jawa. 

Masa kecil Indah di lalui di Langsa. Sampai pada kekisruhan yang terjadi di Aceh timur membuat lahan-lahan kakao garapan ayahnya, kacau hanya karena konflik berkepanjangan ini. Pilu amat terasa pada Indah, dia juga tidak senang konflik ini terus-terusan menimpa warga sejagat tanah Hamzah Fansuri ini. Namun, Muda melihat Indah sama saja dengan etnis-etnis Jawa lainnya. Tapi, sebenarya hati Muda berkata lain terhadap Indah. Hingga kebenciannya pada Indah berujung pada kisah renggangnya hubungan mereka. Lain hati Muda memendam rasa bersalahnya, dan saat Indah di vonis dokter mengindap penyakit kerusakan satu ginjalnya, Muda mencoba membantunya, dia meras telah salah dalam menafsirkan siapa sebenarnya Indah. Bentuk tubuh manusia boleh sama, dari mata yang sipit dang agak temben cirri khas etnis Jawa. Muda yang terpaksa harus pindah ke Medan untuk menjaga dirinya dan menghindari hal-hal yang tidak diinginkan olehnya.


Di sudut yang lain timbul Al Hijri mempunyai kisah yang unik akan kisah konflik dirinya. Ayahnya adalah polisi yang sudah pensiun. Saat pulang dari Mushalla menunaikn shalat subuh, ayahnya di tembak orang tak dikenal. Spontan ayahnya ambruk dan meninggal di subuh sunyi itu. Spontan Al Hijri sentak, kesalahan apa yang dilakukan ayahnya, padahal ayahnya juga sudah pension dari kepolisian. 

Tidak selesai disana, Al Hijri di bawa oleh pamannya ke Medan beberapa bulan untuk mengikuti pelatihan intelijen kepolisian. Al Hijri menyutujuinya, dia menganggap pesta perang ini harus segera di sudahi. Al Hijri di posisikan di Universitas untuk menginformasikan gerak-gerik aktivis mahasiswa di kampus. Sangat susah untuk menjelaskan semuany pada Muda dan kawan-kawan di kampus, dan itu tidak dilakukan oleh Al Hijri. Dia tetap pada keinginannya awal untuk menghentikan genderang perang ini. Inilah cara dia. Kesulitan pekerjaan membimbanginya antara menangkap hidup-hidup buronan yang juga teman dia sendiri, Meurah Muda. Muda lolos dari penyergapan setelah sebelumnya mendapatkan SMS misterius yang menyuruhnya untuk tidak berada di Indekosnya besok. Muda menurutinya, intinya SMS tersebut bisa jadi dari Al Hijri. Status Al Hijri sebagai intelijen, memang tidak diketahui oleh Muda. Strategi yang akuratif.

Penulis memaparkan kejadian dengan menggabungkan kenyataan yang ada dalam konflik berkepanjangan di Aceh. Mengajak kita untuk terus membacanya. Saya setuju dengan makna dari kisah ini yang disampaikan oleh penulis kepada pembaca. Kita seharusnya melihat orang lain sebagai objek yang berguna. Manusia diciptakan oleh Allah. Namun untuk cerita-cerita yang seperti ini, sudah sangat umum di ketahui oleh masyarakat Aceh. Bila novel ini di publikasikan di luar Aceh, maka akan sangat dominan peminatnya. Intinya penulis menginginkan kita tidak memandang orang hanya hanya dari sukunya. Itu bukanlah suatu pijakan kita dalam bertindak.

Akankah Fauzan berhasil menghilangkan status daerah darurat militer untuk Aceh? Bagaimana kelanjutan hubungan antara Meurah Muda dengan Indah Ningrum? Atau status Al Hijri sebagai inteljigen diketahui oleh Meurah Muda? Kita tunggu saja kelanjutan novel dwilogi "Marwah di Ujung Bara" yang akan segera terbit.

Selasa, 01 April 2014

Mempertanyakan Gerakan Orientalisme untuk Islam

Selasa, April 01, 2014
Judul Buku      : Islam dan Orientalisme
Penulis             : Maryam Jamilah 
Penerbit           : Rajawali Pers
Terbit               : Juli 1997
Tebal               : 214 + xxiv Halaman
ISBN               : 979-421-389-6
 Peresensi        : Muarrief Rahmat

Islam adalah agama bagi semua makhluk di dunia. Memahami dunia Islam selalu menjadi perkara yang menarik. Para pegiat dan cendekiawan muslim menjadikan agamanya sebagai sebuah wadah mendapatkan ilmu-ilmu dan terobosan yang baru. Intelektual muslim bukan saja menjadi pengkritik bagi umat penganut muslim saja tetapi ikut pula dengan semangat mengkritik pemikiran-pemikiran bangsa barat terhadap upaya mereka menjatuhkan dan mengecilkan Islam dimata dunia. Orientalisme adalah kajian tentang Dunia Timur beserta peradaban dan agamanya yang dilakukan oleh bangsa Barat. Dunia Timur menjadi awal hadirnya agama Islam dan perabadan yang terjadi tidak tanggung, bangsa Timur mampu menciptakan berbagai macam khazanah budaya yang jauh dari hedonismenya. Sangat humanis dan sosialis. Baik dari segi pendidikan, kebudayaan, kesehatan dan sistem pemerintahan serta kajian lainnya, menjadi sangat penting untuk dipelajari oleh bangsa Barat. 

Maryam jamilah dalam bukunya Islam dan Orientalisme memulai untuk mengkritik pihak barat. Yang kebayakan mahasiwa muslim sendiri begitu senang terhadap pola piker bangsa barat. Menurut mereka, bangsa barat adalah bangsa-bangasa yang telah maju, sementara Islam menjadi bangsa yang ortodoks, tertinggal jauh di belakang. Ada benarnya memang apa yang dipikirkan oleh mahasiswa Muslim. Kita juga dianjurkan untuk antisipasi terhadap segala kekurangan yang diakibatkan oleh pelaku agama Islam sendiri.

Menilik lebih jauh, penulis buku ini ingin membuktikan bahwa pemikiran-pemikiran cendekiawan muslim maupun mahasiswa muslim untuk tidak melulu membanggakan apa saja yang lahir dari dunia barat. Seolah-olah tidak ada celah lagi Islam menjadi agama terdepan dan pembaharuan ilmu di dunia. Penulis mengajak pembaca untuk memahami bahwa persekongkolan pihak Barat tentunya ingin menjatuhkan keagungan Islam.

Dalam buku ini membahas sejarah Islam di mata Orientalis, seperti yang dilakukan oleh seroang oreintalis J.N.D Anderson dalam kuliah umumnya kepada mahasiswa Universitas Punjab mengatakan jika syariah yang dijalankan oleh umat Islam saat ini tidak di ubah sesuai dengan tuntutan zaman, maka ini tidak akan diterima lagi oleh umat Islam. Mereka harus bercermin kepada Barat yang telah terlepas dari sitem agama dalam sebuah negara. Jika mereka tidak mengkonsepkan Islam ini dengan konsep Barat tidak akan maju. Seraja J.N.D memberi contoh terhadap apa yang dilakukan oleh presiden Tunisia kala itu, Habib Bourguiba melarang poligami. Di sini telah nampak kerjasama antara orientalis dengan pemimpin-pemimpin negara. 

Namun, setelah perang dunia kedua, kaum orientalis tidak lagi menggunakan konsep yang pertama, yaitu dengan  memaksakan kaum Islamis memakai hukum mereka. Tetapi, kaum orientalis lebih kepada perang pemikiran antar intelektual muslim. Dengan mempropagandakan pandangan mereka sendiri terhadap agama Islam. Mengajak mereka untuk berpikir maju dengan mengubah pemikiran mereka yang tujuannya adalah lahirnya Islam versi baru. Secara otomatis, syariah yang telah lama dianut perlahan-lahan akan ditinggalkan dengan sendirinya. Orientalis mencoba membuat keraguan-keraguan bagi muslim, target utama mereka adalah kaum terdidik.

Dr. Hitti secara tegas menolak perabadan Islam secara berlebihan, yang menurut pandangannya itu hanyalah kombinasi dari peradaban Semit, Yahudi, India, Persia, dan Romawi dengan perantaraan bahasa Arab. Dia mengelak kalau Islam ini mempunyai jalan sendiri. Namun, Maryam Jamilah membantahnya dengan beranggapan bahwa Islam ini mempunyai warna sendiri, Islam dapat masuk ke dalam setiap kebudayaan suatu daerah dengan tidak bertentangan dari Al Qur’an maupun Sunnah.
Dr.Cragg juga termasuk salah satu orientalis yang begitu gencarnya menyerang umat muslim. Dia berpendapat terhadap Islam ini seakan-akan Cuma otoritas tertinggi pemahaman Islam hanya dimiliki oleh dirinya. Dia membuat pandangan yang sangat bertentangan dengan keadaan semestinya. Dia menkonfrontasikan umat Islam dengan istilah neo-islam dan islam kuno. Dari neo-islam ini dia memberi gambaran berupa adanya sikap sekularisasi kepada mereka yang mulai peka terhadap kegemilangan pihak Barat serta menghindari sikap radikal terhadap orang yang berbeda keyakinan dengan mereka. Di lain pihak, Islam kuno digambarkan sebagai umat yang sangat tradisional jauh dari kemewahan tanpa adanya pendidikan. Lebih lagi digambarkan sebagai pihak radikal, dia juga memberi contoh seperti kaum Wahabiya di negeri Arab.

Ini dibantah pula oleh Maryam Jamilah. Dia menyebutkan bahwa “Realisme” yang diacu oleh Dr.Cragg memutarbalikkan ajaran-ajaran Islam kapan saja ajaran itu berlawanan dengan setiap zamannya dalam praktek masa sekarang. Dengan perkatanan lain, dia menunutuk kita (Muslim) untuk tidak lebih daripada mengakui kondisi status quo sebagai sesuatu yang ada, tidak dapat diingkari secara final. Kelompok reaksioner yang masih setia kepada Islam kuno digambarkan sebagai penjaga pintu belakang dengan paham dogmatik dan aliran peribadatan yang sudah tidak berlaku dan karena itu mereka tidak memberikan apa-apa. Bila pernyataan yang mendukung cinta kasih Kristen itu murni, mengapa dia tidak melancarkan protes secara terbuka terhadap ketidakadilan yang ada di mana-mana? Dan nyatanya dia tidak melakukannya.

Menurut amatan saya, di sini Maryam Jamilah tampak lemah dalam memberikan solusinya menentang pemikiran Dr.Cragg. Penulis seperti tampak mengalihkan pembicaraan. Sudah nayata Dr.Cragg menentang adanya Islam kuno dengan membuat adanya neo-islam atau Islam versi baru. Namun Maryam Jamilah malah membahas tentang kemurniaan agama Kristen. Padahal dia cukup membahas tentang Islam kuno dan neo Islam. Saya tidak menemukannya.

Ketika berkaitan dengan sekularisme, Smith menganggap apa yang dilakukan oleh pemimpin Turki kala itu Mustafa Kemal Attaturk yang memisahkan agama dengan negara begitu tampak pada hukum yang dijalankan masa itu. Smith beranggapan kelompok Kemalis adalah kelompok Islam terbaru yang mampu keluarg dari dogma-dogma islam fundamentalisnya. Kelompok kemalis telah sadar terhadap kemajuan bangsa Barat dan mengupayakan hadirnya pembaharuan dalam Islam. Dan menganggap kelompok Kemalislah yang paling kreatif.

Tidak tanggung, Maryam Jamilah membantahnya dengan seandainya kemalis itu benar-benar kreatif, sudah sejatinya Kemal Attaturk memberikan pemabaharuan terhadap kultur dan bangsa Turki memberikan sumbangan besarnya kepada umat manusia. Namun, impian itu tidak pernah terlaksana secara nyata meskipun didominasi selama rentang waktu 55 tahun pengupayaan westernisasi (pembaratan), Turki tetap saja baku secara kultural dan intelektualnya. Seperti penggunaan hurul alfabet selama rentang waktu tersebut, masih saja ada rakyat turki usia dewasa masih banyak yang buta huruf. Ini suatu kegagalan nyata.

Di akhir buku ini juga dibahas mengenai rencana jahat pihak orientalsime terhadap Islam. Seperti pemamparan yang dijabarkan oleh Dr.Muhammad al-Bahy, beliau menulis bahwa para orientalis pada umunya berusaha menyatakan kesetiaan umat muslim kepada Islam hanya berlangsung dalam waktu singkat saja. Karena dipengaruhi oleh kemajuan dari umat muslim sendiri, perubahan-perubahan seperti urusan ekonomi, politik dan lain-lainnya. Mereka ingin menampakkan kegagalan-kegalan penggunaan pemikiran-pemikiran Islam dan sudah sejatinya menggunakan pola seperti sistem kemajuan bangsa Barat. Mereka banyak melahirkan buku-buku yang membawa pembaharuan dalam Islam. Mereka menganggap Islam ini sudah selayaknya maju melalui westernisasi mereka. Kajian mereka memang sepintas menarik karena berkenaan dengan Islam. Tetapi mereka ingin sangat merubah sistem Islam. Sangat disayangakan para intelektual muslim yang diwakili oleh pemimpinnya lantas percaya begitu saja isi pemikiran bangsa Barat.

Orientalisme memang bukan kajian objektif dan tidak memihak kepada Islam maupun budayanya, mereka mengorganisir rencana jahatnya untuk menghasut pemudanya berontak terhadap agama yang  mereka yakini dan menjelek-jelekkan setiap warisan Islam terdahulu sebagai peninggalan yang tak bernilai.

Ini dapat dilihat dari kejadian pada Dr.Fazlur Rahman di tahun 1969 diberhentikan sebagai direktur Lembaga Penelitian Islam di Rawalpindi karena pendapat-pendapatnya bernada tidak Islami oleh kelompok garis keras di Pakistan, atas bantuan orientalis, dia kini mengajar tentang studi Islam di Amerika Serikat.

Secara keseluruhan menarik membaca buku ini. alangkah lebih bagus lagi buku ini segera di revisi ulang. Karena menurut saya masih banyak penterjemahan bahasa yang masih kaku dengan bahasa indonesia. Kovernya juga harus didesain lebih menarik pembaca. Saya menemukan kesalahan penulisan dibuku ini pada judul kecil yang disematkan pada tiap lembarannya di posisi bawah mendekati nomor halaman buku. Seperti pada bab pembahasan tentang Sekuler, judul kecil yang dibawahnya malah di tulis Islam di mata kaum Sekolah. Padahal ini harusnya sekuler, dan ini terjadi di semua halaman pembahasan tentang sekuler.

www.goodrreads.com

Apapun pandangan kaum orientalis tentang Islam mnenurut saya sah-sah saja. Apakah itu melalui jalur sekuler, humanis, modernis, yahudi dan kristen, kita umat Islam tidak perlu menutup diri terhadap pandangan-pandangan kaum barat terhadap Islam. Tidak ada salahnya, hal-hal yang dianggap perlu dalam mengupayakan pembaharuan dalam Islam itu sangat bagus untuk dipertimbangkan. Kita tidak mau selamanya di cap radikal dan tidak berpendidikan. Saatnya Islam bangkit!

Selasa, 25 Maret 2014

“Menemukan Cinta di Waktu yang Tepat”

Selasa, Maret 25, 2014


“Tidak hanya sekadar menyeru kepada kebaikan, semoga buku ini juga bisa sekaligus mencegah keburukan…”

Ini adalah awal pembuka dari buku yang saya baca. Buku ini sangatlah unik, dengan mengambil judul “AKU, KAU, & KUA”. Tiga kombinasi kata-kata yang saya sebutkan di atas adalah kombinasi yang menarik dan unik. Hanya melalui tiga huruf menjadi padanan sebuah judul yang menarik sekaligus menggelitik.

Adanya gambaran awal tentang berkeluarga kelak atau sebelum pernikahan untuk jenjang remaja dan mahasiswa atau bahkan yang memang sudah layak menikah tapi tak kunjung-kunjung menikah juga menjadi sorotan menarik.

Dalam buku ini sendiri kita diarahkan untuk mengenal dunia perkawinan yang seharusnya. Misalnya dalam memilih jodoh, proses lamaran, hal-hal yang bekenaan dengan resepsi perkawinan, komunikasi setelah pernikahan yang semuanya dibungkus dengan bahasa menarik, sederhana dan mudah dimengerti.

Ada juga dilengkapi dengan tweet-tweet seperti “Man Joddoh Wa Jodoh (Siapa yang bersungguh-sungguh mencari jodoh, bakal ketemu jodohnya)”. Ini mampu memberi tafsiran bahwa jodoh itu mestinya dijemput, tidak hanya melalui doa saja, usaha juga wajib.

Berikutnya juga ada tips-tips kita dalam menjemput jodoh. Seperti harus adanya semacam perencanaan dalam mencari jodoh, menjalin korelasi yang baik, ikut dalam komunitas akan memudahkan kita berteman dengan siapa saja, mana tau bila kita berkecimpung dalam komunitas tertentu malah dapat jodoh. Terus juga harus sesuai dengan kalau boleh saya katakan sesuai dengan isi dompet. Maksudnya harus realistis dengan keadaan kita juga, boleh untuk tidak berangan terlampau tinggi. Sementara, kita tidak memenuhi kriteria dari sang calon. Dari kesemua tips-tips tersebut yang kalau di rangkumkan menjadi sebuah rumus dengan singkatan 3B: Berdoa, Berusaha, dan Berkaca. 

Lebih menarik lagi dalam buku ini juga dipaparkan sebuah akun yang begitu giatnya mencari jodoh via sosial media. Akun tersebut menggunakan bahasa yang santun dan tidak menampilkan kecerobosan. Akun sosial medianya melalui @tweetnikah.

Diantara sekian banyak tulisan menarik dari buku ini, saya melihat kata-kata seperti:
“Apabila anda ditinggalkan atau dikecewakan orang yang sangat Anda cintai, biarkan saja. Seharusnya Anda kasihan padanya”.

“Anda hanya kehilangan orang yang tidak mencintai Anda. Sedangkan dia? Dia baru saja kehilangan orang yang sangat mencintai dirinya, andai dia tahu”. 

Penulis mengajak kita bahwa dalam mencintai seseorang yang belum tentu jadi dengan kita, tidak perlu berlebihan. Karena ketika terpuruknya cinta, malah kita yang susah untuk menemukan yang pantas dengan kita, lalu kita karena kegalauan mendalam dengan siapa saja kita mau, padahal itu bukan unsur cinta, tetapi kemauan. Makna lainnya adalah, setiap usaha itu ada kendalanya, namun melepaskan juga baik, bisa jadi orang yang begitu kita harapkan malah kedepannya bila menikah nanti malah memberikan kekecewaan buat kita. Jadi, tetap berdoa, berusaha dan berkaca.

Ada juga dalam buku ini disadurkan beberapa dalil berkenaan dengan urusan menikah. Bagus memang hanya diambil terjemahan saja, tidak dikutip ayat dalam versi arabnya. Boleh-boleh saja. Buku ini juga tidak berkesan bahwa semacam buku fikih menikah, tapi lebih kepada nilai-nilainya saja yang disadurkan.

Secara keseluruhan buku ini layak untuk di baca oleh kalangan remaja, mahasiswa dan juga yang hendak menikah. Dengan bahasan yang mudah dipahami dan humoris semakin menambah ketertarikan membacanya. Menikah adalah membina bahtera, dia hadir menghiasi batera. Jadi, sudah siap menikah?

Peresensi       : Muarrief Rahmat
Judul               : KAU, AKU, & KUA
Penulis            : @tweetnikah
Penerbit         : PT Elex Media Komputindo
ISBN                : 978-602-02-0580-9
Terbit              : I, 2013
Tebal              : xxiv 90 halaman

Kata Saya

"Jabatan hanya persoalan struktural. Persahabatan selamanya."