Sabtu, 16 April 2022

Banyak Pesona di Pulau Banyak

Sabtu, April 16, 2022


Biasanya, wisatawan menuju Pulau Banyak melalui Pelabuhan Penyeberangan Singkil. Namun, malam Selasa itu justru sebaliknya. Bersama dua orang teman kami menaiki KMP. Aceh Hebat 3 menuju Pulau Banyak. Perkiraannya menjelang pertengahan malam, kapal ini melaju dari Pelabuhan Sinabang membawa penuh muatan barang dan penumpang. Kebanyakan dari mereka menuju Singkil. Misalnya Bang Ajo, pengusaha warung nasi Padang ini bahkan bersama rombongan keluarganya menaiki kapal hendak menyeberang ke Singkil lalu via jalur darat menuju ke Sumatera Barat, kampung halamannya.


Saat KMP. Aceh Hebat 3 bersandar di Pelabuhan Pulau Banyak, beberapa pedagang kecil menjual nasi, kue, hingga air mineral. Yang turun dari kapal ini tak banyak, kami bertiga dan beberapa penumpang lainnya. Seorang Anak Buah  Kapal (ABK) malah menancapkan kail pancingan ikannya di sekitar pelabuhan. Ia mengisi waktu senggang sambil ada bongkar muat satu kendaraan memasuki badan kapal. Tak lama berselang, tepatnya pukul 08.00 WIB kapal bertolak ke Singkil.


Penginapan yang dekat pelabuhan ini jadi pilihan kami untuk menginap semalam saja. Ia amat ramah menyambut kami. Dari logatnya, saya perkirakan dia bersuku Aneuk Jamee dari Aceh Selatan. Dan benar saja, ketika kami temui anaknya bernama Bang Wandi bahwa ia mengaku punya kerabat di sana. Namun, keluarga bapaknya sudah lama menetap di Pulau Banyak. Jika Ayahnya Bang Wandi memiliki usaha penginapan, maka Bang Wandi memiliki usaha mengantar wisatawan yang menuju Pulau Panjang, Pulau Sarok hingga pulau sekitar. Jika mengacu secara literatur bahasa, gugusan Pulau Banyak ini dinamai Kepulauan Banyak. Terdiri dari dua kecamatan yaitu Pulau Banyak dan Pulau Banyak Barat yang lebih luas daratannya. Pusat Kecamatan Pulau Banyak ini berada di Pulau Balai.



Bang Wandi sudah siap dengan boat kecilnya, ia mempersilakan kami menaikinya. Seperangkat alat perekam video dan foto punya teman juga sudah berada di dalam boat. Dari Pulau Balai menuju Pulau Panjang sekitar 15-20 menit. Kita akan dapat menyentuh air lautnya yang amat jernih, rasa-rasanya ingin segera mandi sebegitu menggodanya air tersebut.


Boat ini akhirnya tertancap dengan baik. Hari itu agak mendung, namun hawa panasnya tetap terasa. Nyiuran daun kelapa menambah keharuman pantai makin terasa. Pulau Panjang ini benar seperti namanya. Pulau yang kebanyakan ditanami pohon kelapa ini di tiap pinggir pantainya memutih. Ada beberapa penginapan tersedia di sini dari milik pribadi hingga milik badan usaha masyarakat desa.


Drone terbang saat saya dan teman mendayung kano. Alih-alih terlalu jauh khawatir terbawa arus, kami mendayung dalam posisi nyaman saja. Namun, rasa yang terlalu khawatir ini dikalahkan dengan anak-anak yang mendayung jauh dari pinggir pantai. Ikhwal karena bocah ini adalah penduduk setempat, jadi setiap harinya sudah berhadapan dengan gelombang laut.


Usai puas-puasin diri bermain di pantai, waktu lapar dan haus pun tiba. Serupan air kelapa muda murni mampu menghilangkan kelalahan tadi. Walaupun tak lama berselang, kami tetap menikmati deburan ombak dan nyiuran daun kelapa pinggir pantai. Wisawatan yang mengunjungi pulau ini beragam. Dari provinsi tetangga juga amat banyak, bahkan yang baru tiba ke sini dari Bogor. Mereka sekeluarga telah memesan tempat penginapan untuk semalam.


Menjelang sore, kaki ini pun rasanya tak kuasa untuk beranjak. Matahari yang terbenam dan langsung menyentuk permukaan laut menyapa kami. Jingga kemerah-merahkan matahari terbenam ini seumur-umur belum pernah saya lihat. Lama saya menatapnya, bahkan lupa mengabadikan dengan ponsel pintar, sesuatu yang saya kesalkan di hari kemudian. Air laut telah berubah warna dari jingga ke hitam. Dan boat Bang Wandi menepi kembali di dermaga rakyat ini.

Sekumpulan ikan cakalang menghampiri KMP. Aceh Hebat 3 yang telah lama bersandar. Saya menatapnya lamat, badannya meliuk-liuk menampilkan kilatan di badannya. Sekejap kemudian, sekitar pukul 11.00 WIB kapal pun melaju kembali menuju Pelabuhan Penyeberangan Singkil selama empat jam lamanya. Pulau Banyak memang banyak pesonanya. Suatu saat, saya berharap bisa kembali ke pulau ini. Sesuatu yang dulunya semasa kecil hanya melihatnya dalam peta di buku kios Waled. Mungkin doa ini yang dikabulkan-Nya karena dulu pernah berharap dapat mengelilingi Aceh.(*)


Kamis, 02 September 2021

Muhammad Noer, Nahkodai Kapal dengan Rute Terlama di Aceh

Kamis, September 02, 2021

Capt. M. Noer sedang mengecek kesiapan kapal sebelum berangkat dari Calang menuju Sinabang

Penumpang yang pernah menyeberang dari Ulee Lheue Banda Aceh menuju Balohan Sabang, tentu mengenal Capt. Muhammad Noer. Dialah nahkoda KMP. BRR selama 12 tahun. Kini, ia diberi kepercayaan baru menahkodai KMP. Aceh Hebat 1.


Calang, Aceh Jaya memiliki pesona keindahan alam yang luar biasa. Seperti terlihat di Pelabuhan Calang yang menjadi tempat Capt. M. Noer menyandarkan KMP. Aceh Hebat 1 yang kini telah tepat 100 hari berlayar menyusuri lautan barat Aceh.


Sayup terdengar suara petugas pelabuhan menginformasikan kepada masyarakat bahwa KMP. Aceh Hebat 1 akan segera berlayar. Rampdoor diturunkan dan penumpang menaiki kapal ini seraya diikuti mobil pribadi, truk logistik, hingga petugas medis pembawa vaksin Covid-19 ke Pulau Simeulue. Capt. M. Noer bersyukur adanya kapal ini sangat membantu masyarakat kepulauan menuju Banda Aceh. “Jadinya masyarakat tidak menunggu-nunggu kapal yang akan ke Banda Aceh juga ke Simeulue. Sudah ada kepastian jadwal,” ucapnya.


Pria asli Sabang ini bercerita bahwa ini kali pertama ia berlayar ke Pantai Barat-Selatan Aceh menahkodai kapal penyeberangan dengan jarak tempuh terjauh selama 14 jam lamanya ditambah ombaknya yang menantang. “Di tengah perjalanan, jika tiba-tiba ada badai, kita menghindar dari alun ombak besar. Sehingga kita berlayar zig zag mencari jalur yang aman. Alhamdulillah bisa kita atasi.” sambungnya.


Secara rutin, pihaknya selalu berkoordinasi dengan Badan Metereologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Aceh guna memantau intensitas gelombang Pantai Barat Selatan Aceh. “Alam tak bisa kita lawan. Jika cuaca buruk dan ekstrem, kita tunda berlayar. Selama ini pernah dua kali kita tunda berlayar. Jadinya, kita selalu menginformasikan kepada penumpang baik di pelabuhan maupun media sosial.”


Capt. M. Noer dan ABK merasakan kendala saat bersandar di Pelabuhan Calang. Walaupun karakteristiknya berupa teluk, tetapi alun lautnya membuat kapal sering berbenturan dengan fender di dermaga. Ia berharap, agar pemerintah menyiapkan pelabuhan lain yang lebih tenang dan tersedianya prasarana dan sarana pendukung sandaran kapal.


Pada libur Idul Fitri 1442H lalu, Noer menceritakan adanya lonjakan penumpang yang menaiki KMP. Aceh Hebat 1. Rata-rata penumpang saat itu didominasi mahasiswa, pedagang, wisatawan, pekerja hingga sopir truk logistik yang ingin merayakan momen suci bersama keluarga. “Alhamdulillah tidak ada antrian baik kendaraan maupun orang, kita bisa maksimum mengangkut penumpang.” tambahnya.


Saat ditanyai perbedaan teknologi dengan kapal lainnya, Noer menyebut kapal kebanggaan rakyat aceh ini dibuat dengan teknologi canggih terbaru menggunakan double engine mitsubishi yang mampu menghasilkan kecepatan tempuh maksimum 14,3 knot (sekitar 26,5 km/jam). Selain itu, dilengkapi dengan Automatic Identification Sysem (AIS) / Sistem Pelacakan Otomatis, memiliki Dek Kendaraan dengan 2 lantai bersistem hidrolik, Rampdoor depan dengan sistem teknologi bow visor dengan pintu hidrolik yang dapat terbuka 90o untuk memberikan jarak pandang maksimum bagi nahkoda ketika sandar.


Selain sebagai lintasan perintis sekaligus prioritas daerah, perannya membantu distribusi logistik maupun penyeberangan penumpang lebih cepat sampai ke Sinabang sangat dirasakan masyarakat. “Dari sektor bisnis menguntungkan pebisnis yang mengangkut hasil komiditi Simeulue diantaranya sektor perikanan dan perkebunan menuju Calang. Begitu pula sembako dari Calang menuju Sinabang.”


Pada akhir wawancara di tengah laut Samudra Hindia ini, Capt. Noer menceritakan kerinduannya dengan keluarga, dengan menebar senyum penuh harap ia ingin sekali bisa segera dapat mengambil cuti dan menikmati liburan bersama keluarganya. “Ya kangenlah, sudah lama gak ketemu anak-anak dan istri,” pungkasnya. Terakhir ia berpesan kepada penumpang agar tetap menjaga kebersihan kapal ini.(*)

Kata Saya

"Jabatan hanya persoalan struktural. Persahabatan selamanya."