Jumat, 04 April 2014

Tentang Ketiadaan Ucap!




Pernahkah kamu pergi ke suatu tempat yang belum pernah kamu kunjungi? Padang rumput savana yang berwarna putih. Pohon-pohon dan dedaunannya ikutan berwarna putih. Aku melihat kumbang jantan pun berwarna putih dan kupu-kupu pun serba putih.

Belum tau ini tempat apa. Dalam pelajaran IPS tempo SD dulu yang diajarkan bahwa rerumputan savana itu hijau dan ditumbuhi pohon-pohon ciri khas hutan savana. Biasanya di negara-negara Eropa sana, para gembalawan maupun gembala wati membawa domba-dombanya ke sana. Tapi, kalau rumputnya berwarna putih, masihkah domba-domba itu menyukai rerumputan ini?

Kata Cik Lam kepadaku, bahwa rumput tetangganya kini telah putih dari bawah sampai ke ujung helai daun rerumputan itu. Tak ada yang tau kenapa berubah drastis serba putih.

Sejak bulan datang, kulit kawanku pun kini memutih. Hampir aku tak mengenalnya. Yak, jauh sekali berbeda dari biasanya.

Dari simpang lima kampung ini, bendera-bendera partai yang dulunya beragam warna dari merah, oren, hijau, biru, dan kuning kini pun mereka ikut-ikutan memutih. Hal apa ini?

Jalan-jalan raya tidak adalagi garis-garis penunjuk jalannya. Di penyebarangan jalan juga sudah tidak ada tanda zebra cross. Semua memutih.

Aku berjalan tepat di depan kantor gubernur jalannya masih hitam. Setelah jembatan lamprit sampai ke batas zona gedung kantor gubernur aku tak menemui putih, yang ada hitam.

Aku ke acara walimahan. Baju-baju yang dipakai oleh tetamu undangan juga serba putih. Dari ujung rambut sampai ujung kaki juga putih.

Namun, pada barisan tengah diantara kerumunan tetamu lain. Malah ada yang berbeda warna. Ya dia memakai baju hitam. Aku hampiri. Tak kuucapkan sebuah ucapan karena memilih zat yang berbeda. Bagiku apa yang berbeda itu bukan untuk diucap. Itu hanya sebuah ritual bahasa dunia yang tak perlu diumbar. Ini Aceh nong!

Tidak ada komentar:

Kata Saya

"Jabatan hanya persoalan struktural. Persahabatan selamanya."