Minggu, 21 September 2014

Jika Idul Adha Bagian Protokoler dalam Islam




Tiada lama lagi kita akan merayakan lagi dan lagi hari raya idul adha, yang saban tahun hijriah jatuh pada 10 zulhijjah. Berbagai persiapan dilaksanakan oleh ummat Islam, beragam pernak-pernik di beberapa rumah telah dihiasi lampu atau mereka sibuk mengganti gorden lama dengan gorden yang baru. Kaum-kaum ibu jauh-jauh hari menyiapkan kue hidangan merayakan hari yang sering disebut manusia di dunia ini dengan hari raya qurban. Hal ikhwal munculnya karena dahulu nabi Ibrahim disuruh oleh Tuhan untuk menyembelih anaknya sendiri, yaitu Ismail. Betapa tidak teganya Ibrahim menyembelih anaknya sendiri. Namun, kuasa hamba akan pencipta tiada boleh ada yang menolak. Maka, sudilah Ibrahim menyembelih anaknya Ismail. Rasa cinta yang mendalam, Ismail digantikan oleh Tuhan dengan seekor domba. Semenjak itulah dalam Islam adanya penyembelihan hewan qurban diantaranya, sapi, kambing dan binatang lain yang layak diqurbankan. 

Ada yang mematung untuk memberikan hewan qurbannya bagi kaum-kaum yang membutuhkannya. Biasanya patungannya berjumlah 7-8 orang, jika mereka belum kuasa memberikan hewan sembelihan secara sendiri. Lain lagi dengan yang sanggup menyembelih sendiri, karena serba kecukupan maka dia berkuasa memberikan binatang qurbannya kepada khalayak yang layak. Keriuhan tidak terbendung saat penyembelihan hewan qurban raya ini. Orang-orang yang dulunya malang melintang di perantauan, pada hari itu bersama-sama datang ke meunasah-meunasah atau mesjid menyembelih hewan, membersihkannya, lalu ikut partispasi aktif membagikan kepada yang layak. Semuanya berbaur dalam suasana akrab dan hangat. Tidak ada celah bahwa mereka sudah lama terpisah. Masih seperti dulu, seperti masa-masa mereka kaum rantau dan kaum asli masih bersama-sama.

Semua orang juga ikut merasakan betapa gembiranya pada hari itu. Penghuni suatu kampung kebagian daging, periuk di tiap-tiap rumah telah wangi dengan rempah-rempah, daun pandan yang diikat lalu dinanak dalam nasi. Bau harum nasi begitu berbeda hari itu. Kampung kami jadi harum akan wewangian rempah-rempah. Semua penuh ceria, tidak ada masalah busung lapar hari itu.
Rumah anggota dewan kampung kami ‘dibanjiri’ tetamu undangan, mereka antusias menyalami anggota dewan itu. Nampak raut wajah si anggota dewan sumrigah, kumisnya yang tipis dan perut yang sudah membuncit, istri dan anaknya duduk sambil ketawa-ketiwi disampingnya. Sungguh keluarga yang bahagia.

Pak keuchik, juga mengalami hal yang serupa. Anak sulungnya baru saja pulang kuliah dari Mesir. Hari itu, penuh haru apalagi anaknya tidak pulang sendiri. Dia hadir bersama pasangannya hidupnya. Mereka baru saja menikah. Bangganya Pak Keuchik, anaknya sudah mandiri bahkan bisa dikata berilmu agama. Bertambah lagi satu keluarga, di hari raya idul adha, telah ada yang mau ber’qurban’ hatinya untuk keluarga mereka.

Teungku Imum juga tak mau kalah. Hari itu Istrinya juga tampil cantik. Ada kabar baik, bahwa anak bungsunya mendapat prestasi yang membanggakan di pesantren tersohor di pulau jawa sana. Kegembiraan bertambah, kala anak-anak asuhan mengajinya datang ke rumah mengunjungi guru sekaligus Teungku Imum gampong mereka. Mereka tidak datang dengan tanga kosong. Setiap mereka membawakan makanan berupa roti-roti, kue bolu, sirup cap patung, dan gula pasir. Bahagia benar Teungku Imum bersama keluarganya.
---
Sebulan setelah perayaan idul adha. Anggota dewan dinyatakan tersangka dan tak lama berselang, dinyatakan terdakwa, lalu terdakwa, lalu masung penjara. 
Pak Keuchik, anak yang begitu dibanggakannya ternyata malah terjerat kasus narkoba saat di Mesir, saat ini di sedang dicari oleh interpol. Istrinya ternyata adalah bandar besar narkoba internasional.

Teungku Imum, takut bukan kepalang saat ketahuan bepergian ke Medan untuk mengahadiahi ‘telur’nya sekaligus mencari mur baru disana. Istrinya marah benar, kini hubungan harmonis mereka yang dulu tinggal palu sidang dari majelis perceraian. Buruknya lagi, prestasi yang dikatakan oleh anaknya tadi, bukanlah prestasi akademik semisal dia juara membaca kitab kuning, tetapi dia ahli dalam membaca isi sebuah bank.

Orang-orang yang celaka, termasuk saya!

sumber foto: tempo.co

Tidak ada komentar:

Kata Saya

"Jabatan hanya persoalan struktural. Persahabatan selamanya."