Minggu, 05 Juli 2015

Pemuda Mencari Masalah




Penceramah itu naik ke mimbar. Tidak begitu besar, cukup sesuai untuk ditempati penceramah. Suaranya yang datar, kalau pernah mendengar tausyiah Quraisy Syihab, hampir-hampir menyerupai. Penceramah mulai berkisah. Ada seorang pemuda yang saban hari dalam kehidupannya selalu saja dirundung masalah. Tanpa ada satu masalahpun yang dapat diselesaikannya. Dia terus saja mengeluh terhadap masalah kehidupannya. Tak terkira, hal itu membuatnya semakin terpuruk, selalu jatuh dalam lubang yang sama.

Tak sanggup melulu dengan keadaannya, pemuda itu pun menjumpai tetua bijak. Dia menceritakan semua keluh kesahnya, masalah yang terus menghambat aktivitasnya, semua sudah dibeberkan. Pemuda itu yakin benar, tetua bijak punya hal baik nan positif buatnya.

Tibalah tetua menyuruhnya mengambil air mineral. Disuruhnya menaruhkan garam satu genggaman dalam air yang sudah duluan dituangkan dalam gelas. Diaduknya perlahan, sampai garam tadi benar-benar larut dan menyatu dengan air. Persis, garam tadi tidak nampak lagi, hanya saja air tersebut udah sedikit keruh. Citra garam  mempengaruhi air.

Tetua meminta pemuda meminumnya sampai habis. Tak mengelak, pemuda segera melaksanakan ajakan tetua. Dalam satu tegukan, pemuda itu menumpahkan semua air yang diminumnya tadi. Mulut dan lambungnya sama-sama seperti sepakat menolak memuntahkannya. Ditanyakan bagaimana perasaannya? Pemuda itu merasa tidak suka dengan minuman itu, sungguh rasanya memuakkan.

Lalu, tetua mengajak pemuda ke dekat danau. Dimintanya lagi pemuda itu untuk mengambil segenggam garam, dimintanya menaruhkan garam tersebut ke danau, diambilnya kayu dan diaduk perlahan oleh pemuda. Sampai kira, garam tadi sudah larut dalam air danau. Dimintanya pemuda untuk mengambil air danau dengan tangannya, dan diminta untuk meneguknya. Lalu pemuda meminum sampai habis air dalam tangannya. "Bagaimana perasaanmu?,”tanya tetua.

Ada kelegaan dan nikmatnya saat pemuda menjelaskan bahwa airnya jernih dan meneduhkan. Kesejukannya berbeda dengan minuman sebelumnya.

Tetua mengatai, betapapun banyaknya masalah yang dihadapi, selama hatimu seluas danau, maka akan sabar, ikhlas dan syukur ketika dirundung masalah. Begitu pula, ketika hati sesempit gelas, masalah kecil dan besar akan sama-sama nampak besar, jika tidak bisa diterima dan selalu dalam kondisi mengeluh, gelisah, galau merana.

Sebut penceramah, dalam Qur’an juga sudah dijelaskan tentang orang yang berkeluh kesah. Beliau mengutip bunyi surat Al-Ma’arij ayat 19 yang mengandung makna “Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah”. Sementara, setelah dijabarkan oleh penceramah, kita juga dapat melihat dalam bunyi ayat yang lain yang menegaskan “Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah” (Al Ma’arij : 20). Dilanjutkan lagi pada ayat berikutnya “dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir” (Al Ma’arij: 21). Namun pada ayat 22, Allah dalam sabdanya mengatakan “Kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat”. Tentu, tak ada orang yang tak memiliki masalah, ayat diatas menegaskan bahwa manusia memang memiliki masalah, ketika manusia mendapat musibah, akan merasa dirinya tidak dicintai oleh Tuhannya. Sementara, ketika manusia mendapat kebaikan, rasa syukurnya kepada Tuhan sangatlah sedikit, bahkan ada yang lupa. Kecuali, benar-benar ada ianya orang yang mengerjakan shalat, ianya kita maknai mendirikan shalat, menghadirkan shalat dalam aktivitasnya bagi sekitar.

Banyak peristiwa, masalah yang dihadapi, seperti mati lampu, tidak sabaran di lampu lalu lintas, menggerutu ketika panas, meminta paksa terik matahari ketika hujan angin badai, berdoa di dunia maya dengan sangat keluh. Maka, pilihannya ada pada kita, memilih hati yang luas atau sesempit gelas minum. Dan penceramah turun, tarawih dilanjutkan.[]

Tidak ada komentar:

Kata Saya

"Jabatan hanya persoalan struktural. Persahabatan selamanya."