Selasa, 17 September 2013

Gadis Alue Naga



Entah apa yang membuatku sore itu begitu syahdu melihat anak-anak memainkan layangan. Aku baru saja pulang mencuri ilmu. Kulihat anak itu bersama ibu dan pembantunya telah menaikkan layangan yang bayangnya tak jatuh ke mukaku. Aku pun tak tahu kemana bayangan layang itu. Apa kau tau ?

foto by : cakrawalabirumud.blogspot.com
Senja kali ini, aku menuju belakang rumah. Pada sumur itu, aku lihat airnya begitu dalam dan pekat. Sejak kampungku diterjang Tsunami tahun lalu, air sumur kami keruh dan baunya aduhai tak semerbak. Lalu kutatap ke arah barat, telah nampak bulan hendak mengintipku. Kuperkirakan umurnya telah sampai 14 hari bulan Rajab. Oh ya malam esok malah akan purnama. Aku bakal ajak rekan dekatku, begitu anganku bersamanya bulan lalu. Sebelah timur terlihat benda kecil dari jauh. Warnanya kemerah-merahan berkilaun dan berkelap kelip. Benda cantik itu hanya sendiri. Aku tau itulah namanya Venus. Namanya cantik, entah wujud nyatanya juga cantik. Lamat aku menatapnya lagi. kata guruku, venus itu hanya keluar kalau hendak senja atau pada hendak subuh. 

“Kalau waktu dhuha bu?” Tanyaku waktu itu.
“Tentu tak ada nak, matahari menjulang naik tinggi”. Jawab beliau.

Tangan kananku memegang timba. Hendak ku wudhu membasuh telapak dan muka hingga siku juga kaki. Aku awali bismilllah diakhiri tertib. Itulah ajaran kitab fiqh malan selasa kemarin, sebelum ajal Tgk dijemput Izrail. Kucing belang itu menghampiriku. Namanya Meulu. Dia mengelus-elus manja pada betisku. Aku geli. Bulan lalu aku memukulnya. Dia kencingi motor kesanyanganku, motor itu lebih kusayang dari kawanku.

Aku tercengang, seminggu yang lalu aku telah membuat janji dengan seorang perempuan. Kami sudah berkenalan lama. Bahkan malam-malam larutpun sering berduaan, lewat dunia maya. Aku lihat wajah anggunya pada profil dirinya. Aku tak begitu soal raut wajahnya, aku cari statusnya. Tepat, dia masih lajang. Senyum bahagia sumringah dan renyah sambil senyum-senyum tidak jelas menghampiriku. Keringat-keringat basah juga tak bercucuruan. Sebulan lalu yang lenyap memang telah menjadi malam-malam terindah bagiku. Semangat belajarku tinggi. Gaya jalanku mulai beda. Mulai menjaga cara berbicara. Biasanya aku menulis status begitu aduhai merona pipiku kala kuingat itu. Senyum selalu ada. Tak luput dari mimik wajahku, baik setiap aku temui siapa saja tak terkecuali dia. Bahkan aku pun senyum pada taik kucing, bentuknya itu aku lihat estetik. Semua tanpa beban, mudah, tidak merasa ada duka. Semua seolah suka, gampang.

Tepatnya malam itu. Tanpa perintah darimana. Kami berjanji.  Katanya "Kalau kamu melihat venus beriringan dengan bulan kala senja tiba, jumpai aku di Alue Naga", tegasnya. Aku begitu yakin dan teguh kala itu. Ku yakin dia benar-benar percaya atas segala ungkapan-ungkapan konyolku, mungkin.

Aku segera ke depan Kukendarai motorku. Motor butut ini pun tak merengek sore jelang magrib ini, tak seperti biasa. Kalau aku lagi telat ke kampus, lantas dia mogok, malah aku yang bisa-bisa mampus. Apa motor inipun tau kalau aku sedang benar-benar membutuhkannnya saat ini? Aku mulai mencari pembenaran diri. Sekilas aku telah hilang jejak dari kosanku. Dalam perjalanan aku baru teringat kalau aku belum mengunci pintu kamar pun lagi lupa gosok gigi. Ah perkara apa pula yang aku ingat di saat genting begini. Aku harus datang sebelum venus dan bulan masih berada di lain tempat. Venus hanya muncul kala senja sampai menuju Isya. Bulan tak, dia muncul kala senja sampai dhuha hendak tiba.  Tak kutanya juga alasan dia menyuruhku datang di kala venus di timur dan bulan di barat. Semua hanya kata-kata biasa saja, bagiku. Entah baginya ada pikiran apa.

Sampai di Alue Naga. Daerah itu telah sepi. semua telah kembali, angin menggelitikku perlahan. Bulu kudukku merinding kegenitan. Kumatikan motorku. Kuncinya aku taruk di bajuku. Gantungannya aku biarkan keluar, biar keren saja waktu dia lihat nanti. Penampilanku, perlu kau lihat aku tak mempedulikan. Kuberanikan diri memakai sarung dengan kaos di dalam kemejaku. Kemeja sengaja tak ku kancingi, aku pikir untuk kesekian ada unsur-unsur pesona kalau ku biarkan kemeja ku terbuka. Apalagi kala diterpa angin pantai Alue Naga.

Tunggu dulu. Di ujung sana kulihat ada sesosok perempuan telah menunggu seseorang. sepertinya ya dia orangnya. Perlahan aku mendekat. Sungguh langkah pun seolah lamban. Kini aku sedang membelakanginya. Bau harum menyeruak dari tubuhnya. Dia berjilbab anggun dengan gamis keunguan. Aku sudah di belakangnya. Dia tak menoleh. Aku tak kuasa mendekatinya dari depan. Kucoba untuk menyapa. Tanganku menggaruk-garuk kepala yang tidak gatal. “Aku bahagia telah bersamamu, sore ini. Apa kau juga?” Ucapku. 

Dia masih saja tak berucap. Memalingkan wajahnya saja ke arahku pun tak. Aku jadi tak sabaran, ingin kulihat wajah aslinya. Samakah dengan di dunia maya? Kuberanikan diri menghadap ke arahnya yang tadi posisiku membelakanginya. Sejenak kutatap wajahnya di tengah warna temaram gelap senja yang penuh warna jingga-jinga. Bulshit…! ini bukan dia. Dan inilah boneka toko pakaian. Hatipun lemah, Apa aku ditipu? Khayalku. Namun, ada sepucuk surat di tanggannya. Aku rogoh. Kubuka surat itu. Isinya selembar fotokopi e-KTP. Depannya ada peta kampung republikku, Timor dan Malaysia nampak putih. Ku balik ke belakang. Namanya tertera Aisyah. Ku tengok ke status perkawinannya. Tertulis, KAWIN.
Magrib yang siap kembali pulang. Sambil kulari ingin mendekati yg kuasa. Namun Isya pun sudah mau dekat. [*]

Tidak ada komentar:

Kata Saya

"Jabatan hanya persoalan struktural. Persahabatan selamanya."