Rabu, 02 April 2014

Sumur Malam Minggu



Ini malam Minggu, ya semua orang pun tahu. Aneh memang ada banyak orang mengidolakan malam Minggu, kadang membenci malam Jum’at. Ada yang senang bila berjumpa dengan kekasihnya, ada pula galau merana karena tanpa kekasih, sungguh sial kalau tanpa kekasih di malam Minggu. Begitu anggapan beberapa orang. Pun tak jarang pula menuliskan sebuah status di sosial media semacam twitter-lah.

Gupta malah menyukai malam Jum’at. Baginya malam Minggu menjadi petaka, tatkala pernah dia tidak diterima usaha menyatakan hatinya pada seorang gadis. Masa-masa gelap nan suram itu telah mengubah jalan pikirnya. Semenjak itu pula dia tidak lagi menyukai malam Minggu. Kini dia mencintai malam Jum’at melebihi ketika dia dulu mencintai malam Minggu. Dia menyadari Jum’at menjadi malam berkah bagi umat Islam, tak terkecuali baginya yang beragama Hindu. Gupta tahu dari karibnya yang muslim. Walau demikian, kecintaannya pada Hindu tetap sama, tiada pudar. Sungai Gangga, Dewa Wisnu, sapi-sapi yang menjadi sesembahan doa mereka, serta pekuburan umat agamanya secara di bakar, itu baginya menjadikan simbol budaya leluhurnya kenapa dia masih bertahan. Gupta telah lama hijrah ke Indonesia dan dia tidak lagi menjadi warga negara India.

Gupta di kenal oleh tetangga rumahnya sebagi orang pemberani. Betapa tidak, dia pernah sampai larut malam menelepon kekasihnya. Baginya, itu suatu kebanggaan karena mampu menunjukkan wujud keberanian kepada seorang gadis. Tapi, tetangganya malah yang ketakutan. Alih-alih nantinya dia kesurupan, tetangganya pula yang gaduh. Apalagi malam itu malam Jum’at. Sungguh perihal nikmat bagi si tetangganya yang masih pengantin baru. Tak enaklah diganggu. Gupta malah cuek saja.

Makan malam baru saja disantapnya. Menu malam ini adalah kanji, makanan khas India. Piringnya telah kosong. Gupta belum mencuci mulutnya. Dia menjilat perlahan-lahan sisa-sisa kanji pada mulut itu. Sambil tersenyum lalu dia tertawa.

Gupta kini tinggal di kosan baru. Di tempat lama dia tidak betah. Memulai hidup di tempat baru agar memberi warna baru dalam asmaranya, begitu anggapan Gupta. Pada tempat lama banyak kenangan yang mengganggunya. Coretan-coretan tidak jelas di dinding kamar menjadi tanda sudah berapa kali dia menelepon kekasihnya. Sobekan-sobekan dinding kamar kosannya yang mulai lapuk juga tak luput dari jahilnya tangan Gupta, dia bahkan tidak sadar ketika menelepon. Itu dilakukan hampir di tiap kali mereka berbicara asrama dengan hasrat dimabuk berdua.

Dia benar-benar ingin menghapus bayangan gadis yang tiap malam muncul di benaknya. Pernah juga dia berpikir “Kenapa kamu selalu berputar-putar dikepalaku? Sini, duduk saja disampingku, biar aku terus panggil pendeta”. Gupta memikirnya begitu.

Kabar yang beredar kalau di tempat Gupta tinggal sekarang dihuni oleh makhlus halus, kata warga sekitar wujudnya wanita yang sangat cantik. Keindahan matanya sungguh menggoda, bibir merahnya begitu merona, kulitnya yang putih bening, rambutnya terurai panjang hingga punggung, sungguhlah sangat sempurna bagi seorang gadis. Apalagi bila dia tersenyum, lelaki mana yang takkan terenyuh. Tetapi,  Tidak sembarang orang bisa melihatnya. Terdengar kabar ada yang melihatnya berjalan sepintas dalam remang-remang cahaya bulan purnama. Lalu dia berbalik, kemudian hilang dalam gelapnya malam. 

Orang-orang yang melihat gadis itu, mengatakan wujudnya sering hilang bila sudah di dekat kosan Gupta sekarang. Dan warga sekitar beranggapan kalau gadis itu menjadi penghuni kosan Gupta. Perihal kelakuannya, gadis itu tidak pernah pun mengganggu warga sekitar. Beberapa warga bertutur kalau tiap malam Minggu mereka sering mendengar gelak tawa seorang gadis, kadang-kadang menangis tersedu-sedu. Warga tidak berani mendekat. 

Semenjak mendengar cerita-cerita warga sekitar kosannya, Gupta tidak mempercayainya, baginya cukup dewa Wisnu yang harus ditakuti. Bersebab telah memberi pencerahan batin. Gupta menganggap itu semua hanya cerita khayalan warga sekitar. Warga sekitar menakutinya seperti demikian, anggapan Gupta karena warga sekitar itu tidak terlalu menyukai adanya penduduk asing menetap di kampungnya. Apalagi yang beda suku, beda agama. Takut tersaingi urusan daganglah, anak wanitanya digoda-godai lelaki luar, takut tercampurnya urusan budaya, apalagi mereka juga tau kalau Gupta Bergama Hindu, sudah sangat mantap kalau cerita di atas hanya bualan warga kampung padanya agar dia segera minggat di kampung mereka.

Malam Minggu itu Gupta mencuci bajunya. Besok Gupta mempunyai hajat besar yang harus dikerjakan. Sejumlah pakaian menumpuk lumayan banyak. Tanpa menunggu lama-lama, Gupta langsung mencuci bajunya. Mulai baju kaos, kemeja, celana dalamnya pun sudah seabrek banyaknya harus di cuci. Sabun colek perlahan-lahan dia basuh pada satu persatu pakainnya. Lalu dia menyikat, bila dianggap sudah bersih dari noda, dia melanjutkan ke baju berikutnya. Begitu terus hingga semua baju siap dia cuci.

Gupta telah mencuci semua bajunya. Kini tiba dia menimba air, lalu dituang ke dalam wadah untuk kemudian dia membersihkan sisa-sisa sabun yang masih melengket di pakainnya. 

Pada timbaan kelima, timbanya terasa berat. Dia menggunakan seluruh kekuatannya untuk menarik timba. Dan berhasil. Tapi, matanya terbelalak, terpana melihat sebuah sosok cantik, anggun dan ditambah senyuman aduhai meluluhkan hati Gupta. Hatinya terpincut pada gadis itu. Gupta mendekatkan wajahnya ke wajah gadis itu. Lalu perlahan-lahan setengah badan atasnya masuk ke dalam sumur atas ajakan gadis tadi. Tubuh si gadis terus turun ke bawah sampai menyentuh air. Gupta begitu juga, dia tidak sadar lagi, asmaranya berkecamuk hebat. Gupta mendapat sebuah kecupan pada bibirnya. Seluruh tubuhnya telah masuk sumur bersamaan ciuman gadis itu. Semua lenyap. Keheningan malam itu ditutup dengan desiran angin menyentuh bulu ketiakku. Ya ini malam minggu.

Tidak ada komentar:

Kata Saya

"Jabatan hanya persoalan struktural. Persahabatan selamanya."