Saatnya Mencintai Lingkungan
Muarrief Rahmat
Rabu, November 21, 2018
Manusia sebagai khalifah di muka bumi memiliki peran penting sebagai penyeimbang di segala kebaikan, tidak terkecuali bagi alam semesta. Seorang muslim pasti mengerti, tanpa mencintai alam, maka ia belum menjurus kepada upaya mencintai Allah Swt dan Rasulullah Saw. Sebab mencintai alam dan lingkungan merupakan bagian dari ibadah.
Hal ini seperti yang disampaikan
oleh Wakil Dekan FMIPA Unsyiah Bidang Kemahasiswaan dan Alumni, Dr.rer.nat
Ilham Maulana, S.Si., saat diwawancarai Warta
Unsyiah beberapa waktu lalu. Ilham menjelaskan, seorang muslim cenderung
memahami ibadah hanya di seputar puasa, salat, haji, dan berbagai kegiatan
sejenisnya. Sementara menjaga ketertiban dan lingkungan jarang dianggap sebagai
ibadah.
“Banyak yang menganggap bahwa
melanggar lampu lalu lintas, membuang sampah sembarangan, atau merusak
lingkungan tidak dianggap sebagai dosa,” ujar doktor lulusan University of Leipzig, Jerman ini.
Maka tidak heran,
menurut Ilham, banyak orang yang rajin ibadah, tetapi
lingkungannya kotor. Bahkan terjadi kerusakan lingkungan di mana-mana.
“Padahal Allah juga menyoroti
pemeliharaan lingkungan sebagai catatan pahala, atau merusaknya sebagai dosa.”
Hal ini seperti firman Allah Swt
dalam Surat Ar-Rum ayat 41, “Telah nampak
kerusakan di darat dan di lautan akibat perbuatan tangan (maksiat) manusia,
supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka,
agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”
Beberapa waktu belakangan ini, kita
dikejutkan dengan dibunuhnya gajah jinak bernama Bunta di Aceh Timur. Mereka mengincar
gadingnya. Padahal selama ini, Bunta dikenal akrab dengan manusia. Bahkan, ia
menghalau gajah liar agar menjadi tenang.Ustaz Masrul Aidi, Lc., dalam pengajiannya
pernah menyebutkan, konflik antara gajah dan manusia cenderung muncul dari
kekeliruan manusia yang tinggal di jalur migrasi gajah. Setiap tahun, gajah akan
menempuh perjalanan jauh dan kembali lagi pada jalur yang sama. Sementara gajah
tidak berniat merusak perumahan dan kebun warga. Mereka hanya bereaksi atas
aksi manusia.
Pimpinan Dayah Babul Magfirah, Aceh
Besar, itu juga berpesan agar keseimbangan alam dan manusia sepatutnya dijaga.
Ia memberi contoh semakin maraknya babi yang merusak kebun warga. Ini
disebabkan karena populasi harimau di hutan berkurang akibat diburu oleh
manusia.
“Balasan Allah sesuai dengan apa
yang kita kerjakan. Jika baik, maka baiklah. Begitu juga sebaliknya.”
Ia menambahkan, dampak dari
kerusakan lingkungan bagi manusia juga dijelaskan di
Alquran Surat Al An’Am ayat 44, “Manakala penduduk negeri itu telah
mengabaikan peringatan kami. Barangsiapa berpaling berzikir kepadaku, maka hidupnya
sempit.”
Terkadang manusia pongah merusak
hutan dan lingkungan hanya mengejar nafsu duniawi. Padahal alam dan manusia
merupakan dua sumbu yang saling berkaitan dan tidak bisa dipisahkan. Andai dua
sumbu ini saling jalan beriringan, maka manfaat besar akan dirasa. Daripada
hidup sengsara, kenapa tidak manusia dan alam bersinergi dalam kebaikan. (mr)