Tampilkan postingan dengan label Terbaru. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Terbaru. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 20 September 2014

Ini Cara Mudah Pengesahan STNK dan Pembayaran PKB Aceh (BL)

Sabtu, September 20, 2014
abuazmashare.id

Kalau dulu kita harus bayar pajak pengesahan STNK dan pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dengan waktu tunggu yang lama, misal kalau datang di waktu pagi hari untuk kasih lembaran fotokopi STNK atau bayar pajak PKB, maka siangnya kita harus balik lagi ke kantor polisi daerah/kota setempat. Ini sangat membuang waktu dan juga tenaga. Oleh karenanya, kini di Aceh sudah mempunyai cara termudah dan tercepat membayar pajak PKB dan pengesahan STNK kendaraan. Namanya adalah Electronic-SAMSAT, ini adalah Sistem Layanan Manunggal Satu Atap secara online. Mau tau caranya? Simak ulasan tim crew lapangan nyakarif.blogspot.com di bawah ini.

1. Buka alamat website www.esamsataceh.com boleh melalui perangkat PC atau smartphone kamu.


2. Baca dulu petunjuknya
3. Masukkan Nomor Polisi (Nopol) kendaraan kamu pada kolom "Pencarian Informasi Pajak Kendaraan Andi". Contoh : BL 3501 AW.
4. Lalu klik "Cari" setelah mengisi Nomor Polisi kendaraan kamu
 Di bawahnya akan muncul jumlah harga pajak STNK yang akan kamu bayar


5. Klik menu "Generate Kode Bayar" untuk mendapatkan kode bayar kamu.

6. Catat kode bayar tersebut dan lakukan pembayaran melalui:
    - Bank Aceh: - Di seluruh loket teller
                          - Di seluruh ATM
    Kode bayar ini hanya BERLAKU 7 (tujuh) hari

7. Bawa bukti bayar/struk ke KB SAMSAT induk atau SAMSAT Unggulan untuk mendapatkan pengesahannya.

Sudah lebih mudahkan mengurus pajak kendaraan kamu, jadi tunggu apalagi bayarlah pajak tepat pada waktunya.

Selasa, 16 September 2014

Jika Benar!

Selasa, September 16, 2014

---
Kamu tidak akan pernah memaksa rasa
Dia hadir dari hati
Lalu menusuk menikam
Jauh berserabut dalam benak
Coba kamu tatap kelam, dia tidak bercahaya
Begitu juga cinta, tidak bisa hadir dalam gelap
----
Kenapa kamu begitu kaku
Adakah kataku yang aneh
Jika benar kamu perlu yang baru
Maka, niscaya kita perlu bersatu
Adakah benar jika kita bersama
---
Pada resah tetiba hadir dalam malam Rabu
Kamu aku ajak rengguh dalam chat
Tiada berbalas
Sungguh itu pilu
Maka, aku pula yang harus sabar
---
Jika titipan Tuhan itu adalah kamu
Jika kamu teman semeja makan denganku tahun-tahun depan
Jika dia hadir melalui rasa
Jika dia adalah angin, maka tiadalah kita bisa berjumpa
Ku harap izinmu agar kehadiranku engkau ingat
---
Aku tak berani mengajakmu
Sungguh bagiku kamu adalah daun hijau
Sekira pohon saja yang berbuah tertutup daun
Dijaga oleh semut merah
Tak nampak oleh makhluk sesamaku
---
Tiada harap-harap cemas
Kini telah nyata, ketika harus berbenah
Membuang pikir kepada hal yang lebih aula dahulu
Jika kamu adalah benar orangnya
Maka sudi kita akan tiada berjarak kesekian

Izinkah kamu bersama jalan ini?

Sudut Kamar, Sept 16 2014

Kamis, 21 Agustus 2014

Menanti Kebijakan Baru di 'Kota Ratu'

Kamis, Agustus 21, 2014
SEJAK meninggalnya almarhum bapak Mawardi Nurdin yang merupakan walikota Banda Aceh untuk periode 2012-2017 yang berpasangan dengan Illiza Sa’adudin Jamal sebagai wakil walikota, secara hukum negara maka Illiza berhak menggantikan Mawardi untuk menjabat sebagai walikota. Illiza wajib melanjutkan program-program pembangunan kota sesuai dengan janji-janjinya pada pemilihan walilkota tahun 2012 lalu. Ditetapkannya Illiza sebagai walikota tidak secara serta merta langsung menjadi walikota, tetapi ada masa ‘magang’ sebagai Pelaksana Harian (Plh) walikota. Dalam hal ini dikarenakan belum keluarnya surat keputusan Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi perihal pengangkatannya secara resmi dan dilantik sebagai walikota Banda Aceh meneruskan periode 2012-2017.

Tanggal 16 Juni 2014 lalu, Illiza atau yang lebih santer dikenal dengan sebutan ‘Bunda’ telah dilantik oleh Gubernur Aceh dr. H.  Zaini Abdullah di gedung DPRK Banda Aceh. Ini menjadi peristiwa paling bersejarah dalam kehidupan Bunda kita, bagi keluarganya dan juga bagi rakyat kota Banda Aceh. Betapa tidak, semenjak Aceh bergolak pada tahun 70-an sampai saat ini, belum pernah dipimpin oleh seorang walikota/bupati dari kalangan perempuan. Maka, ditanggal itu kita sama-sama telah menyaksikan bahwa Kuta Raja kali ini dipimpin oleh seorang ‘Ratu’.

Berbagai spekulasi di dunia maya semacam facebook dan karibnya twitter berpendapat bahwa ini menjadi peluang bagi kaum ibu-ibu untuk menampakkan gaungnya kembali di tanah rencong ini. Mereka perlu didorong untuk terlibat dalam pemerintahan. Namun, ada juga yang berpendapat bahwa Banda Aceh kurang layak dipimpin oleh seorang wanita, melihat Banda Aceh adalah ibukota dari Provinsi Aceh . barangkali ini tidak menjadi soal bagi kebanyakan rakyat Aceh, toh Bunda hanya memimpin Banda Aceh, kan tidak memimpin Aceh? Kilah beberapa pendapat lain yang saya temukan di jejaring dunia maya.

Ada hal yang membuat Illiza terkenal akhir-akhir ini. Beliau dengan beberapa ormas Islam sedang giat-giatnya menyapu bersih kaum maksiat di kota berjuluk Madani ini. Terlebih dengan gayanya itu, sampai waktu larut malam pula tetap melakukan sapu bersih maksiat tersebut. Menarik memang melihat geliat beliau dalam upaya memantapkan salah satu misinya yaitu meningkatkan kualitas pengamalan agama menuju pelaksanaan syariat Islam secara kaffah. Pemerintah kota Banda Aceh berharap dengan misi ini akan tercapai masyarakat yang madani.

Illiza mulai dikenal oleh khalayak di Aceh semenjak beliau bersama almarhum bapak Mawardi Nurdin untuk pertama kalinya memimpin Banda Aceh pada periode sebelumnya, yaitu periode 2007-2012. Berbagai pembenahan tata ruang dan tatanan pemerintahan di Banda Aceh terus dibenah sedemikian rupa. Pasca dihantam oleh gempa bumi dan tsunami pada 26 Desember 2004 lalu, secara kasat mata kota ini telah lumpuh bahkan bisa dikatakan telah mati. Akibat bencana hebat ini, kota Banda Aceh mengalami kerusakan cukup parah. Terutama infrastrukturnya. Banyak gedung-gedung penting tidak layak digunakan lagi. Kemudian, pada saat kepemimpinan Mawardi Nurdin semuanya terus dibenah dan merubah segala apa yang telah terjadi akibat bencana dahsyat tersebut. Dengan wajah kota yang saat ini sudah lebih berwarna bak kota metropolitan, Banda Aceh telah lahir dengan rupawan baru, bergaya modern, entah bermartabat pula orang-orangnya.

Dengan gaya khasnya, Illiza selalu tampil dengan santun di setiap pidato-pidato kewalikotaannya. Kita mengapresiasi beliau sering mengambil ayat-ayat Allah dan ucapan Rasul dalam setiap isi pidatonya. Sebagai wujud kecintaan pada kota Madani ini sudah sewajarnya Illiza menghadirkan nuansa ‘Khutbah’ bagi dirinya, bawahannya agar tahu diri akan sebuah kepentingan bagi rakyat pimpinannya. Jujur, saya menyukai ciri khasnya beliau ini.

Bagi saya yang sedang mencoba menjadi orang yang menjaga kesehatan, minimal untuk diri sendiri tertarik dengan tatanan masyarakat yang Madani jiwa dan raga pula. Sehat menjadi hal utama dalam menjalankan aktivitas sehari-hari, apakah bekerja atau pula beribadah. Muslim yang baik adalah yang baik pula menjaga kesehatan dirinya dan kesehatan lingkungannya.

Baru-baru ini di balai kota Banda Aceh ada diselenggarakan diskusi bahaya merokok. Dalam diskusi itu memberikan informasi bahwa kaum-kaum perokok sudah layak meninggalkan kebiasaan buruknya itu. Menjadi perokok aktif malah sangat merugikan perokok pasif. Anak-anak, ibu-ibu hamil adalah target yang sangat berbahaya dari asap rokok tersebut. Illiza juga ikut terlibat dalam diskusi bahaya rokok tersebut. Saya mengapresiasi upaya dari teman-teman yang sadar akan pentingnya menciptakan masyarakat Madani tanpa rokok.

Namun, apakah sejalan ucapan Illiza pada diskusi tersebut dengan begitu banyak iklan baliho-baliho rokok di sepanjang jalan kota Madani ini? Baik dalam bentuk baliho kecil maupun besar, sama-sama dikemas seolah-olah rokok itu tidak salah untuk dihisap. Ini menjadi pertanyaan bagi saya yang pasif merokok, apakah ini wujud baru membentuk karakter Madani cinta rokok sejak dini? Atau apa yang sering diucapkan Illiza pada setiap isi pidatonya mencerminkan perbuatannya? Atau saya saja yang terlampau melebih-lebihkan prinsip yang dipegang oleh beliau. Bisa jadi ini kesilapan sesaat dari beliau, maka kita-kita yang berada di pinggiran kota hanya mampu mengingatkan di dunia maya.

Iklan rokok di pasang pada baliho-baliho ibukota provinsi Aceh ini membuat sampah baru bagi kota ini. Mungkin bagi pemerintah kota Banda Aceh tidaklah rugi, dengan pajak yang didapatkan dari iklan tersebut menambah pendapatan bagi kemajuan lebarnya kantong segelintir elit di Banda Aceh ini. Saya mulai ragu dengan stigma Banda Aceh kota Madani. Apa ini memang benar proyek besar yang diinginkan walikota Banda Aceh? Atau barangkali ini modal awal untuk mencetak generasi cinta merokok sejak dini. Belum lagi masih berkeliarnya dengan mudah para Sales Promotion Girl (SPG) rokok di setia sudut warung-warung kopi bahkan sampai ke objek wisata Ule Lhee dan objek wisata lainnya. Jika ini benar cara yang digunakan oleh walikota dalam upaya menciptakan khasnya Madani adalah dengan menjadi pengrajin penghisap rokok, maka saya tidak jadi mengangkat jempol. Apa yang akan kita bayangkan bila SPG-SPG itu menawarkan rokoknya kepada para pelajar kita yang rentan dengan bahaya zat yang terkandung dalam rokok tersebut. Apalagi yang menjual rokoknya berpenampilan menarik, tentu memikat beberapa kaum lelaki untuk membeli rokok.

Masalah ini belum juga terselesaikan, muncul lagi semisal masalah kebutuhan akan air bersih bagi warga kota. Seperti yang diberitakan oleh Harian Serambi Indonesia pada Sabtu, 10 Mei 2014 lalu.

“Warga Gampong Ateuk Jawo, Kecamatan Baiturrahman, Banda Aceh sudah sekitar dua bulan tak dapat menikmati air PDAM Tirta Daroy, Banda Aceh. Pasalnya suplai air itu tak mengalir ke pipa di gampong mereka. Akibatnya warga terpaksa menggunakan air sumur yang kuning dan sebagian membeli air PDAM itu yang dibawa menggunakan mobil tangki”.

Ada 600 kepala keluarga lebih menggunakan air dari PDAM di gampong tersebut. Para warga mengeluh lantaran biasanya air dari PDAM baru hidup pada jam 3 dini hari. Sungguh ironis, lantaran para warga sudah membayar pemakain air PDAM tersebut setiap bulannya. Namun, warga terpaksa harus membeli lagi air PDAM yang dibawa dengan mobil-mobil tangki seharga 130 ribu untuk 300 liter. Apakah kekurangan air PDAM ini juga wujud penerapan Banda Aceh segera berubah simsalabim abrakadraba menjadi kota Madani?

Kebijakan dan Ketegasan
Selaku mahasiswa perantauan, saya mempunyai masukan untuk rezim Bunda Illiza kali ini. Tidak menjadi penghalang rasanya ketika beliau belum memilih pendamping yang akan menggantikan posisinya dulu yaitu wakil walikota. Apa yang saya gambarkan diatas adalah diantara sekelumit bobroknya pelayanan publik. Persoalan masih banyaknya iklan-iklan rokok, rasanya Illiza perlu belajar banyak dari walikota Bandung, Ridwan Kamil. Selaku walikota yang baru terpilih, Ridwan Kamil membuat terobosan bagus perihal ketegasannya melarang adanya iklan-iklan rokok di kota Bandung. Beliau tidak takut berkurangnya pendapatan daerah lantaran tidak adanya iklan rokok, baginya adalah menciptakan warga yang sehat harus dituntaskan secepatnya.

Menjadi pertanyaan sekarang, apa yang ditakutkan oleh walikota kita sehingga belum tegas menutup iklan-iklan rokok di sepanjang jalan ibukota. Jika benar ingin menciptakan masyarakat yang sehat, sudah layak Illiza dengan tegas menolak iklan rokok tersebut. Jika syariat Islam masih dipahami hanya pada urusan razia tempat maksiat saja, lantas iklan rokok yang tersebar dimana-dimana tidak perlu dipandang dari sudut syariat Islam? Apalagi kekurangan air bersih bagi sebagian warga juga tak termasuk dalam bidang pemerataan syariat Islam secra Kaffah? Baiknya walikota kita secepatnya melakukan restorasi kepemimpinannya, jika tidak dianggap hanya retorika semata.

Setelah dilantik sebagai walikota, Illiza menjadi penentu kebijakan-kebijakan penting perihal kebutuhan rakyat Banda Aceh, disamping diperbantukan oleh wali rakyat legislatif. Apalagi baru-baru saja kita semua pada 9 April lalu memilih wakil rakyat, khususnya Banda Aceh. Otomatis, orang-orang yang menduduki lembaga eksekutif dan legislatif adalah orang-orang yang masih baru. Tidak ada alasan menunda-nunda kebutuhan rakyatnya. Kita perlu pemimpin yang tidak hanya sibuk menyuruh memilih pemimpin yang kabarnya tegas itu, lantas beliau sendiri tidak tegas. Ayo tegas Bunda! []

Opini ini sudah dimuat oleh www.ajnn.net
Menanti kebijakan baru di ‘Kota Ratu’

Kamvrita

Kamis, Agustus 21, 2014
USAI SUBUH, Aku melewati mesjid Al Makmur. Para jamaah usai salat Subuh berduyun-duyun ke warung kopi sebelah setelah zikir-zikir dilantunkan. Warung kopi seberang, bentuknya nan mewah. Dinding-dindingnya dihiasi walpaper hasil impor dari daratan Eropa. Orang-orang sekitar mengenal warung kopi ini milik Markes. Setelah dia pulang dari merayakan haji tahun lalu, dia tambah giat menambah pendapatan. Niatannya ingin berhaji sampai beberapa kali.

Aku tidak ke warung Markes. Persinggahan kakiku melangkahi warung itu dan menyusup ke warung Salim. Salim yang mempunyai nama panjang Salimo. Aku lebih suka memanggilnya Salim. Kalau dalam literasi arab, Salim itu berarti sejahtera.

Warung milik Salim bentuknya sederhana. Dengan dinding bambu yang warnanya sudah usang. Meja di warungnya berwarna putih kehitaman dan kursinya juga kehitaman, lantaran ada bekas-bekas keringat para buruh yang pulang dari berladang. Para buruh itu aktif berkumpul di warung Salim, biasanya pada waktu siang.  Mereka memesan kopi, lalu sibuk mengobrol persoalan upah yang kian hari kian melilit leher. Salim bahkan tidak melarang mereka yang kumal dan bau untuk minum kopi di warungnya. Dia dengan santai menyeduhkan kopi untuk para buruh itu. Ini saban hari sudah menjadi rutinitas Salim, tentu selain menjadi pendidik.

Aku sampai di warung Salim yang disambut gerimis ringan. Bau sampah di samping warungnya menyengat. Pihak pembersih kota baru mengangkut sampah di warung Salim pada siang hari. Sementara di warung Markes, paginya sampah bahkan tidak lagi membekas. Aku tak mempersoalkan bau itu, bagiku sudah biasa. Salim sudah berungkali memprotes kepada pihak pembersih kota soal sampah di depan warungnya itu. Mereka berkilah, tidak perlu banyak memprotes karena hidup di kota Madoni. Asal selalu membayar upeti, Salim akan aman. Itu kilah pihak pembersih kota. Amarahnya dia pendam, dia sadar kalau dirinya adalah seorang pendidik yang perlu diteladani oleh anak didiknya.

Aku menyukai warung Salim karena bentuknya mengingatkan pada warung kopi di tempat asalku. Dari ornamen-ornamen dan tata letak warung kopi Salim semakin syahdunya menambah kerinduanku pada kampung halaman. Daerah yang kini telah damai pasca konflik antar dua negara.

Namun, itu hanya salah satu bagian yang menjadi penyukaku akan warung ini. Kedatangannku kali ini adalah menutaskan janjiku dengan Kamvrita untuk menemuinya sekaligus menumpahkan rasa rinduku. Kamvrita, gadis yang kukenal sebagai juniorku di kampus.
***
Pertemuan kami unik. Waktu itu sedang perayaan Imlek. Aku selaku wartawan ditugasi oleh atasan untuk meliput berita perayaan Imlek di vihara Mekoong. Kesanalah Aku pagi-pagi buta lantaran jarak yang lumayan jauh dari kosanku. Kamera setiaku tak ketinggalan kubawa. Aku ingin mendapatkan gambar-gambar yang bagus hari ini, cuacanya pun mendukung.

Vihara Mekoong terletak di kota Kuta Raya. Bagunannya berwarna merah dari atap sampai ke dinding dan juga tembok-tembok penyannga atap. Merah menjadi warna khas orang Tionghoa. Bagi mereka merah membawa peruntungan. Begitu juga bagi Kamvrita.

Aku mengambil foto perayaan Imlek dari sudut-sudut objek yang kukira dapat memotret dengan mudah dan hasil gambar yang baik.  Aku memotret orang-orang yang sedang sembahyang, dupa yang sedang dibakar dan ada asapnya yang keluar. Aku juga memotret keseluruhan bentuk vihara Mekoong. Sedang asyiknya memotret, lensa kameraku menangkap objek sosok seorang wanita. Aku terpana wajah cerianya. Dia memakai baju merah dan roknya sampai di bawah lutut. Rambutya disisir dengan rapi serta bentuk mata yang sipit juga ada bulu mata lentiknya. Ohya bentuk wajahnya oval putih dan pipinya menyiratkan warna merah muda. Lipstiknya tidak terlalu tebal, sederhana.

Aku sempat tak ingin mengambil gambar dengan kamera. Tapi, kamera ini sebagai bukti peliputan harus kurengguh lagi. Sudut-sudut gambar yang kuambil kini malah lebih banyak memotret wajahnya. Telah lama, akhirnya gadis itupun sadar dirinya sedang dipotret. Diapun memandang ke arahku dengan wajah senyum ceria, lalu berpose dengan dua jari. Seperti memberi suatu isyarat. Aku pun tambah riang menuntaskan objek kesukaanku saat ini.

Usai sembahyang, gadis itu menghampiriku. Uluran tangannya memperkenalkan diri.
“Saya Kamvrita, kamu?”, dengan senyum sedikit menggoda.
“Saya Fretto”, lalu gugup pun menyerang dan salah tingkah menghampiri.

Kami berbincang sejenak. Perkenalaan ini juga menyinggung persoalan pribadi. Mulai masa lalu, kesukaan, orang tua, karir dan kami tidak membahas soal asmara. Perbicangan kami seolah-olah sudah berkenalan sejak lama dan akhirnya bertemu lagi pada hari itu. Kamvrita ingin mengajakku ke rumahnya. Namun, halus ku tolak dengan dalih ada laporan liputan yang harus kusiapkan secepatnya. Kamvrita pun tak dapat memaksaku. Dalam pertemuan singkat itu, sempat kuberitahu apa yang telah mendesak dan sangat perlu kukatakan secepatnya. Aku melampiaskannya,  Kamvrita hanya tersenyum dan tidak memberi jawaban. Sejenak kemudian, dia memberikanku angpao yang sudah menjadi tradisi perayaan Imlek. Hanya sampai disitu, kami berpisah. Aku tak begitu gegabah ingin membuka angpao tadi. Ya, isinya sejumlah lembaran uang.

Aku salah. Ketika membukanya di kantor, malah aku dapati hal yang lain. Secarik kertas aku rogoh di dalamnya. Kamvrita menulis pesan “Warung kopi Salim, meja no.9, Kamis, 6 Februari 2013, pukul 8 pagi. Ada kabar baik yang akan kukabarkan padamu”. Kertasnya dibaui wangi parfum menyerupai wangi parfum ‘malaikat subuh’. Dia mengajakku bertemu kali berikutnya. Aku penasaran, kabar bahagia apa yang ingin disampaikan Kamvrita yang punya wajah rupawan dan dengan lesung pipi itu. Dan semenjak kapan Kamvrita mengetahui warung Salim, apa spesialnya warung kumuh itu baginya? Barangkali hanya sebagai tempat ketemuan saja, lantas memesan minum di tempat lain. Aku mencoba meyakinkan diri.
***
Teh hangat yang kupesan tadi sudah habis ku minum tanpa sisa. Aku kemudian memesan kopi. Racikan kopi Salim lebih nikmat dari kopi di warung Markes. Aku memintanya menambahkan sedikit susu kental, agar nikmatnya tidak ketulungan. Pada serupan kopi berikutnya, kedua mataku menangkap sesosok wanita. Dia berdiri anggun dengan tentengan tas di tangan kanannya. Dia tersenyum. Aku pun heran, sosok Kamvrita yang cantik dan wangi mau singgah di warung kopi Salim yang sederhana dan terkesan kumuh ini.

Aku menyuruhnya memesankan minuman. Kamvrita mengelak. Tangannya malah memegang cangkir gelas kopi pesananku tadi. Dia menyeruput pelan kopiku. Lalu dia menaruhnya lagi. Dalam suasana gugup, aku juga menyeruput lagi kopi tadi tepat dibekasan bibir Kamvrita. Dia tertawa melihat tingkahku. Baginya aku konyol. Lama kami dalam perbincangan melepas kerinduan pasca bertemu di vihara Mekoong bulan lalu. Gigi putihnya saat dia tertawa begitu tertata rapi. Aku bahkan tak berani memegang tangannya.

Tepat pukul 10 pagi, Kamvrita memesan minuman. Dari arah belakang Salim menghampiri. Aku duduk membelakangi Salim, sementara Kamvrita sebaliknya. Raut wajah Kamvrita berubah lebih cantik dari yang tadi. Dia menyambut Salim dengan hangat. Aku terkejut, lantaran mereka sudah akrab apalagi disambut dengan pelukan. Degup jantungku berdetak kencang, aku dapat merasakannya. Aliran darahku mulai terasa hangat di seluruh tubuh, ada keringat di dahi kepalaku. Aku hampir tak bisa mengontrol diri dengan kejadian barusan.

“Fretto, ini Salim, salah satu guru tempatku mengajar, sekaligus tunanganku”, raut wajahnya begitu bahagia dan merona memerah muda.


Aku bersitegang dengan diriku sendiri. Aku tak pernah mengira begini jalannya. Jika salahku merindui kekasih seorang guru. Maka maafkan, bersebab itu muncul tiba-tiba lalu melekat dari hari ke hari semenjak bertemu Kamvrita. Perasaan malu membuatku meninggalkan mereka berdua. Aku menumpangi bus ke arah kantorku. Aku pun menghilang semenjak itu. Yang pasti, tugasku telah usai. Apa yang menghambat di hati telah kutunaikan. Aku bahkan telah meninggalkan jejakmu, lagi. Itu telah lalu, sembari tetap menunggu dan sabar.[]

Selasa, 15 Juli 2014

Mengintip Gadis Yang Sedang ‘Mandi’

Selasa, Juli 15, 2014

Apa yang terlintas jika kita soalkan anak gadis kita periode akhir ini? Saat ini atau kepada periode mendatang? Adakah itu kemudian kita coba bayang-bayang saat kita sedang hendak tidur malama atau barangkali ada terlintas sejenak saat kita sedang makan siang bersama kekasih selingkuhan kita. Sejak dekade pasca Tsunami program hidup berpasangan bareng-bareng tak lagi jadi penghalang saat mereka-mereka sudah menginjak masa pubertas, yang didahului oleh fase oral. Ya, tentu masa mereka telah berbangku kuliahan hal mendapatkan kekasih hatinya yang sudah ditambat habis-habisan dengan berbagai guyonan juga rayuan sangatlah cocok dan sesuai berduan di tempat ramai. Tak habis pikir memang belum lagi dorongan dan sokongan dana dari orang tua dikampung dihabiskan percuma untuk bersenang-senang sesaat. Jadi dalam memahami urusan hati itu cukuplah dengan makan bersama, ya semacam ayam penyet, KaePCi, bakso goreng, sejalan lagi dengan berfoto selfie ria seria riaynya. Aduhai kupikir mereka telah sah. Jika semangkuk bakso itu artinya mendapatkan tambatan hati, mikir!

Sore itu saya lihat anak gadis terburu-buru membeli peralatan kampusnya di sebuah toko fotokopi. Dia menggunakan kacamata, dalam tasnya sudah seabrek barang-barang perlengakapan kampus. Belum lagi bahan-bahan fotokopi dalam tasnya membludak keluar. Ketika saya sapa lalu bertanya padanya untuk apa barang-barang itu semua, dia hanya memandang sinis kearah saya lalu pergi bersama angin lalu. Ya, kemudian dia terjatuh bersama buku-bukunya lantaran terpleset licinnya lantai. Saya, tidak menghampirinya lagi, saya pergi begitu saja. Dia terduduk denga setumpuk buku-buku ditubuhnya.

Setelah makan siang saya kembali ke kampus, disana telah ramai dan riuh oleh beberapa merayakan keyudisiumannya. Gadis-gadis memakai sanggul jilbab yang besar-besar, mirip memang seperti apa yang dibicarakan oleh teman saya, mirip cerek ya. Dengan balutan kain penuh warna-warni dari segala sisi. Kenapa tidak dililit juga ya sekaligus lehernya. Kan sebentar lagi ujung-ujungnya pengangguran juga. Mereka telah nampak menenteng tas-tas yang gede, mirip-miriplah dengan nyonya-nyonya diibukota sana. Belum lagi dengan tertawa cecikikan khas mereka, nampaklah beberapa yang memakai kawat gigi. Belum lagi cara khasnya memencet tombol-tombol digital di tablet, dengan sedikit telunjuknya dilentikkan, wah sangat tidak estetik dan etik.

Kemudian, setelah berbuka puasa di simpang lima. Saya berjalan pelan menuju mushalla BULOG untuk melakukan magrib berjamaah. Belumlah saya sampai kesana, sesosok itu muncul di depan gedung DPRA. Tangan kirinya diikat kain warna merah, dia memakai jas almamter krem putih. Wajahnya tampak kumal, bersama lima temannya yang lain, mereka sedang beritual buka puasa bersama anak-anak yatim piatu konflik dulu. Bersama rekannya, seminggu yang lalu mereka turun ke gampong-gampong meminta restu dari orang tua anak tadi untuk di bawa ke Kota Ratu guna menyantap buka puas bersama lima gadis tadi. Ohya ada juga anak-anak dari korban tsunami, mereka semua menyatu dalam satu tempat di gedung DPRA. Mereka berlima tampak senang bersama anak-anak tadi, menyantap makanan pembatal puasa dan itu di depan gedung penguasa yang bolehlah saya kata Tiran dalam balutan Demokrasi.


Saya tidak jadi salat di BULOG saya pergi salat di tempat lain. Begitu kagetnya saya, ternyata yang jadi imam salat magrib adalah wanita yang dibelakangnya semuanya para laki-laki. Setelah dia salat saya hampiri, kamu sudah menikah?

Minggu, 13 Juli 2014

Bagaimana Menjadi Palestina?

Minggu, Juli 13, 2014

Nun pada masa sekarang begitu banyak konflik yang terjadi. Tidak usah jauh memandang, Aceh saja yang dari dulu sudah menjadi daerah basis peperangan. Semisal dari melawan Kapheei Beulanda sampai tiba pada saat kita sama-sama melawan ‘penjajah’ dari pulau seberang. Tentu ingat betul pagi-pagi Minggu itu saat hendak membuang air bekasan cuci piring, Mak saya di kampung hampir saja menumpahkan air bekasan itu ke wajah penghuni pulau seberang. Jika saja itu terjadi, barangkali Mak saya akan ditendang oleh mereka. Pernah juga ikutan marah saat saya tahu anak tupai peliharaan abang saya di culik oleh mereka. Alhamdulillah, kabar bulan selanjutnya si penculik tupai abang saya itu mati dalam peperangan di hamok oleh bedil pejuang negara kami. Belum lagi abang saya yang tertua saat lari pagi, ujung senapan mereka diarahkan ke kelaminnya. Mereka pikir abang saya kelompok pergerakan kemerdekaan. Padahal buta dan tuli benar mereka anggap begitu. Abang saya yang rajin jadi bilal kadang jadi imam di meunasah kampung dianggap begitu, cuih!

Inilah Aceh dengan baru sedikit yang diceritakan. Sangat banyak kejadian-kejadian dari pelaku jahannam pulau seberang. Hal ikhwal belum lagi mereka merebut hati gadis-gadis kampung kami. Heran kadang, gadis kampung kami juga ada yang ikut-ikut kegatalan dengan menaiki hati si mereka itu penghuni pulau seberang. Tapi, menurut amatan mereka-mereka inilah penjajah baik dari masa Soekarnois sampai Seokarnoputriis.

Lantas apa kaitannya Aceh dengan Palestina? Penting menjadi Aceh untuk membantu para pejuag Palestina? Apa hebatnya mereka sampai sebegitu berkeringatnya  kita rela-relain diri berpanasan dalam terik matahari di tengah Ramadhan pula mengumpulkan dana bagi mereka? Bukankah mereka lain ras dengan kita? Kita kan Aceh dikenal sampai keluar negeri, di dalam negeri terus diinjak oleh pusat! Jika negara Palestina saja sampai saat ini masih diperdebatkan kemerdekaannya, mengapa kita Aceh mau membantu mereka? Siapa mereka ini? Inilah sekelompok pertanyaan yang merunut tak perlu jawaban. Ini bukan kausal pertanyaan pada saat mengikuti ujian akhir sekolah.

Kemudian Indonesia, kenapa ada orang-orang yang mengatasnamakan dirinya dengan komunitas ini, lembaga itu, yayasan begini juga ada organisasi begitu mau-maunya mendonorkan jiwa raganya bagi kepentingan negara Palestina? Sejak Indonesia merdeka 1947 apa sudah ada Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Palestina? Kenapa kita rakyat Indon mau-maunya membela Palestina yang belum diakui beberapa negara sebagai negara merdeka. Bayangkan yang Indonesia saja sudah merdeka lama belumlah ada KBRInya di sana. Tak usahlah memabantu Palestina?

Gaza, kota yang memiliki tanah suci bagi suatu agama samawi yang muncul di duniawi. Kota ini telah ramai orang mengenalnya. Sesiapa didunia ini tinggal memasukkan di mesin pencari di google, langsung dikisahkan hal-hal konflik berkepanjangan di sana. Orang-orang dibelahan dunia lain pun tahu tentang Palestina. Seberapa perhatiannya publik internasional ketika Aceh konflik? Negeri ini kan juga penganut Islam terbesar. Apa salahnya mendukung Aceh yang bahkan sampai saat ini masih belum tuntas kasus-kasus pelanggaran HAM semasa konflik lalu? Enak saja kita mau melupakannya begitu saja, lalu memilih memperhatikan kota Gaza di Palestina yang sangat jauh bagi kita-kita yang menetap di tanoh Indatu ini.

Coba ambil Kartu Tanda Penduduk (KTP) lihat dengar benar-benar apa status kenegaraan kita, Palestina atau Indonesia? Tepat! Status kenegaraannya adalah Indonesia, provinsi Aceh, Kabupaten Bireuen, Kecamatan Kuta Blang, Gampong Pulo Reudeup, Dusun Jrat Barom, Rumah Alm Pak Salda! Oh ternyata tidak lahir dan besar di tanah Gaza. Apa untungnya membantu meraka. Ah!

Pernah tersadar bahwa menjadi Aceh cukuplah mudah, ketika sudah menetap di Indonesia maka dianggap warga Indonesia. Tetapi ketika menetap di Aceh tidaklah dianggap warga negara Aceh, iya semua orang pun tahu. Nah, apanya lagi menjadi Melayu, tentu orang-orang yang kebanyakan bermukim di pulau Sumatera.

Menurut, menjadi Palestina tidaklah usah beragama Islam, berdarah Palestina, punya paspor atau KTP berwarga negara Palestina, cukuplah ada hati dan pikiran yang diberikan Allah untuk senantiasa mengingat saudara sejenis dalam satuan makhluk hidup bernama manusia, bukan juga dari kalangn tumbuhan atau hewaniyah. Jika masih berpikiran sempit bahwa kita hidup dalam lain tubuh, tidak memandang Islam secara konteks global, adakalanya bulan puasa ini cocok untuk ikut bertadarusan lagi. Dalam ilmu konseling, diajarkan untuk menerima siapa saja yang menjadi konseli (yang membutuhkan layanan konseling) tidak memandang dari latar belakang apa, tetapi dia membutuhkan apa. Jadi, sudah tahu bagaimana menjadi Palestina? Coba lihat lagi KTP kita masing-masing! []

sumber foto | deviantart.com

Minggu, 22 Juni 2014

Bidik Misi Wujudkan Mimpi

Minggu, Juni 22, 2014

Oleh Muarrief Rahmat

“Bermimpilah, maka Tuhan akan memeluk mimpi-mimpimu! Tanpa mimpi dan harapan, orang orang macam kita akan mati. Jelajahi Eropa, jelajahi Afrika, ini harus menjadi mimpi kita”

DIALOG dua siswa SMA dari keluarga miskin di Belitung, dalam film yang diangkat dari Novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata itu, begitu menggetarkan bagi kita yang punya mimpi. Impian dan harapan adalah kombinasi utuh yang telah memberikan motivasi luar biasa bagi siapa saja. Baik yang menganggap impian dan harapannya ke arah menyakiti orang lain, atau bahkan bagi mereka yang mempunyai nilai tulus dan ikhlas meraih kebaikan dunia dan akhirat. 

Impian dan harapan bukanlah sukses secara seketika. Ada proses yang berdarah-darah sebelumnya. Kerja keras untuk mencapai cita cita dan masa depan. Lihat saja Rasulullah saw yang dari kecilnya sudah yatim piatu dan lahir di tengah peradaban jahiliah, namun berkat ketekunan, kegigihan dan bimbingan Allah tentunya, beliau mampu mengubah dunia. Peradaban jahiliah tergantikan dengan dinul Islam yang beliau tebarkan. 


Semangat inilah saya kira yang patut diterapkan oleh para pemimpin dan penyelenggara negara kita. Beragam hal telah dilakukan dalam upaya mencerdaskan anak-anak didik negeri ini. Sebut saja melalui beasiswa pemerintah untuk siswa-siswa miskin berprestasi. Salah satu dari sekian banyak beasiswa baik pemerintah maupun pihak swasta yaitu Beasiswa Pendidikan Mahasiswa Miskin atau lebih dikenal dengan nama Bidikmisi. 


Program Beasiswa Bidikmisi dicanangkan pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) yaitu pada tahun 2010. Banyak siswa-siswa di Sekolah Menengah Atas (SMA) sederajat yang mempunyai tingkat kecerdasan luar biasa, tapi tak mampu melanjutkan studinya, akan sangat terbantu dengan adanya beasiswa Bidikmisi. 


Pemerintah memberikan beasiswa ini kepada mahasiswa-mahasiswa berprestai yang kurang mampu untuk masuk ke jenjang Perguruan Tinggi. Program Beasiswa Bidikmisi ini bertujuan untuk memutus mata rantai kemiskinan di Indonesia, untuk memperolah pendidikan yang layak dan berkeadilan secara merata bagi semua anak bangsa sebagaimana amanat UUD 1945.


Pada saat penerimaan mahasiswa baru tahun 2010, saya ingin berbagi pengalaman saya mendapatkan formulir Beasiswa Bidikmisi ini. Saya pun tidak begitu tahu mengenai beasiswa tersebut awal mulanya. Sebagai calon mahasiswa baru yang jauh-jauh datang dari kampung, di pedalaman Aceh. Saya akhirnya diberi kesempatan mengisi formulir Beasiswa Bidikmisi oleh pihak Rektorat kala itu. 


Saya diminta melengkapi semua berkas kelengkapan sebagai syarat memperoleh beasiswa ini. Awalnya saya belum begitu tertarik dengan Beasiswa Bidik Misi. Nama program beasiswa ini juga saya ketahui dikemudian hari. Saya sempat mengabarkan kakak saya bahwa ada formulir beasiswa dari Unsyiah. Lantas kakak saya juga ikut membantu menyiapkan segala kebutuhan administrasi syarat kelengkapan Beasiswa Bidik Misi. 


Saya sempat tidak mau mengembalikan berkas administrasi beasiswanya. Tapi berkat dorongan kakak saya, akhirnya saya mengembalikan ke pihak Biro Rektorat Unsyiah. Beberapa bulan selanjutnya saya baru tahu kalau saya termasuk salah satu penerima Beasiswa Bidik Misi ini atas informasi dari teman se-kampus. Alhamdulillah saya senang mendapatkan beasiswa ini. Sungguh saya akan kecewa kalau benar-benar tak mengembalikan berkasnya.


Sejak 2010 awal semester sampai 2012 semester V, saya sudah mendapatkan 5 kali Beasiswa Bidikmisi. Jumlahnya juga sangat berkecukupan bagi penunjang pendidikan S1. Tentunya ketika memperoleh beasiswa ini akan sangat membantu biaya studi selama menjadi mahasiswa. Pada tahap awal semester pihak universitas memprioritaskan mahasiswa penerima Bidikmisi harus mempunyai IPK 2,5 dan pada 2011 pemerintah mengharuskan mahasiswa bersangkutan mempunyai IPK 2,75.  

Ini adalah suatu upaya mendorong mahasiswa penerima Bidikmisi untuk tetap fokus belajar dan memanfaatkan bantuan tersebut untuk menunjang fasilitas pendidikan semacam buku-buku atau kebutuhan ‘rumah tangga’ mahasiswa kosan. Namun kalau ada mahasiswa yang memiliki IPK di bawah standar yang telah ditetapkan, pihak Unsyiah tidak serta merta memutuskan penyetoran beasiswa ini kepada mahasiswa yang memiliki IPK rendah. 


Bahkan pihak Unsyiah mengarahkan mereka untuk mendapatkan pelayanan psikologi dan konseling yang diwewenangkan kepada UPT Pelayanan Psikologi dan Konseling Unsyiah. Sadar betul pihak universitas bahwa tentunya mahasiswa yang memiliki IPK rendah membutuhkan pelayanan bimbingan dan konseling terhadap berbagai kendala belajar yang mereka hadapi. 


Lebih lanjut selama 5 semester juga, saya mendapat berbagai training motivasi, seminar kewirausahaan, pendidikan karakter, emotional training, termasuk beragam seminar dengan menghadirkan tokoh-tokoh bangsa yang telah sukses dalam bidangnya. Mulai dari mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, Menteri Pendidikan Muhammad Nuh, Menteri BUMN Dahlan Iskan, Bapak Ary Ginanjar Agustian dan juga Wakil MPR RI Ahmad Farhan Hamid yang berasal dari Aceh.

 Lebih transparan 

Sejak sukses Bidikmisi pada tahap awal, pemerintah menggelontorkan dana lagi untuk tahun berikutnya. Tahun 2011 dan 2012 tahap penyeleksian Bidikmisi dilakukan terlebih dulu oleh pihak sekolah baru kemudian diteruskan oleh pihak univeritas. Ini diharapkan agar admnistrasi lebih tranparan dan terkontrol. Dari berbagai hasil survei membuktikan bahwa mahasiswa Bidikmisi rata-rata memiliki IPK di atas standar yang telah ditetapkan Kemendiknas. 


Saya menyadari selama ini pihak Unsyiah telah bekerja dengan baik. Walau kami tidak langsung mendapatkan beasiswa ini di awal-awal semester perkuliahan. Harapan saya dan harapan teman-teman lainnya mahasiswa bidik misi Unsyiah agar mampu menyetor beasiswa pada awal semester, karena kita tahu bagaimana kondisi hidup mahasiswa penerima beasiswa ini dari keluarga kurang mampu (miskin). 


Bagi siswa-siswa SMA yang baru saja menyelesaikan Ujian Nasional (UN), tak perlu ragu untuk menjadi bagian dari civitas akademik universitas dimanapun kalian akan menempuh pendidikan. Dengan giat belajar, impian dan harapan untuk mencapai cita-cita, beasiswa Bidikmisi di depan mata. Jika dulu orang miskin tak mampu sekolah, maka sekaranglah saatnya kita ubah kalimat klasik itu: orang miskin wajib sekolah tinggi-tinggi, beasiswa Bidikmisi menanti untuk wujudkan mimpi.[]


sumber :  Bidik Misi Wujudkan Mimpi | Serambi Indonesia, 8 Juni 2013

Selasa, 03 Juni 2014

Persimpangan

Selasa, Juni 03, 2014
DI PERSIMPANGAN itu, agak menikung ke kanan, di dekat toko buah, gadis itu berdiri menenteng baki kue. Bau menyengat dari lubang got menusuk hidung. Di dinding toko antik di sebelah toko buah ada mural bertuliskan: “Bunda, mana baktimu?”. Aku memperhatikan gambar itu sekilas. Cuma sekilas, karena ada sosok lain yang minta aku perhatikan. Setiap aku menaiki bus menuju kampus, aku memperhatikan seorang gadis. Gadis berkerudung kuning berbaju merah. Tiada yang berubah dari gadis itu. Dia selalu tersenyum kepada setiap pembeli. Aku heran, kenapa aku tidak pernah melihat raut kekesalan di wajahnya. Sore itu aku memutuskan mencari tahu tentang gadis itu.

Gadis itu akan terlihat lebih jelas bila dilihat dari sebuah kedai kopi. Kedai kopi paling terkenal di kota ini. Aku memesan segelas kopi tanpa gula. Si penyaring kopi menarik saring ke udara, menyebabkan air jatuh setinggi alat penyaring. Sekali saring untuk beberapa gelas kopi. Lantas kopi pesananku tiba.

Aku mengepulkan asap rokok yang telah aku bubuhi sedikit daun hijau. Rasanya nikmat betul.

Seorang ibu di sebelahku duduk dengan kaki terangkat. Sanggul besar menghiasi rambutnya. Wajahnya gemuk dan tubuhnya gempal. Dia mengenakan rok hitam di bawah lutut, dipadukan dengan baju berwarna merah. Di depan ibu itu, duduk seorang pejabat dan kawannya. Aku kenal wajah mereka berdua melalui berita-berita di Facebook. Si pejabat mengenakan kacamata. Rambutnya telah memutih. Temannya memiliki brewokan cukup lebat,  mirip aktor Chuck Noris. Saat berbicara suara mereka lumayan keras. Jadi aku mendengar isi pembicaraan mereka. Aku terkejut, karena pokok pembicaraan mereka adalah gadis yang sedang aku cari tahu.

Jantungku berdetak lebih cepat daripada biasanya. Agaknya si pejabat teras dan kawannya terganggu dengan kekagetanku. Lalu aku pura-pura membuang muka. Sial. Tiba-tiba dua orang berseragam loreng merah-hitam datang menghampiriku.

“Kau ini siapa? Kau orang mana? Kau tahu kami siapa?” bentak salah satunya. Tangannya memegang kerah kemejaku. Dia memiliki raut wajah yang sangar dengan kumisnya yang tebal serta ada tahi lalat di hidungnya. Tubuhnya atletis, aku perkirakan dia sering latihan membentuk badannya. Tertutupi  kacamata hitam, aku tak bisa bola matanya ketika dia membentakku. Sementara yang satunya lagi memiliki badan yang kurus dan tidak berkata-kata. Dia menatapku begitu dingin.

“Tahu Pak!” jawabku dengan keringat mengucur deras.
“Kalau kau ingin tetap hidup, pulanglah sekarang!”
Plakkk!

Satu tamparan jatuh di pipi kiriku. Kau pikir aku bisa menghindar. Mereka membawa pistol. Dan aku tak ingin mati konyol.

Semua mata pelanggan kedai kopi tertuju ke arahku. Hari ini seorang sarjana ditampar oleh orang-orang berseragam dan itu di depan orang ramai.

Orang-orang di kedai kopi melanjutkan pembicaraan. Begitu juga si pejabat teras dan kawannya. Sementara aku, terpaksalah menunda melihat gadis berbaju merah dari dekat. Sekarang jarakku dengannya dipisahkan oleh sebuah tamparan.

Tapi aku akan mencari jalan cara lain. Aku akan melihatnya dari sudut lain. Dari kedai kopi aku menuju sebuah kios koran. Aku membeli sebuah koran nasional yang selalu datang terlambat. Aku membolak-balikkan koran dengan cemas. Dan benar, gadis itu dapat terlihat dari kios koran ini. 

Gadis itu masih berdiri dengan anggun. Sesekali dia menutupi wajahnya dari kepulan asap kendaraan. Dia menjaja makanan di simpang itu setiap sore. Banyak ibu-ibu muda yang datang membeli. Dan bapak-bapak, kau tahu, mungkin mampir karena kepincut dengan wajah rupawan gadis itu. Mereka suka melempar pandangan nakal dan mesum ke arah gadis itu.

Aku melihat gadis itu tertawa. Gigi-giginya putih. Bagaimana aku bisa menolak karya Tuhan yang sempurna ini. Jantungku berdetak kencang. Andai aku bisa menghadap orangtuanya dan menjadikannya pencerah hidup.

Sungguh tidak ada alasan untuk membasmi perasaan yang mulai tumbuh ini. Aku menyenandungkan sebuah lagu cinta. Dalam tubuhku, aku dapat merasakan darah yang menuju jantungku mengalir lebih cepat.

Dan aku mulai takut apabila ada laki-laki lain yang mencoba mendekati gadis itu. Aku mulai berpikir, apa yang terjadi apabila orang-orang di warung kopi tadi, maksudku bandit yang telah menamparku, ingin menghilangkan nyawa gadis itu? Apakah aku akan berani melawan mereka. Tiba-tiba badanku menjadi dingin.

Mereka akan menembak gadis itu. Dan dari sudut ini aku akan melihat kejadian tersebut. Sanggupkah aku menyelamatkan gadis impianku itu?

Pikiran lain tiba-tiba melintas. Sebuah pertanyaan dari sudut paling kelam dari hatiku: apabila dia bukan seorang gadis rupawan, tapi seorang gadis yang berkulit hitam dan buruk rupa, apa mungkin aku akan menolongnya?

Aku mulai linglung oleh pertanyaan-pertanyaan yang jahanam ini.

Si pejabat teras dan kawannya keluar dari kedai kopi. Para pengawal berbaju loreng merah-hitam mengikutinya. Oh rupanya perempuan gempal yang memakai rok selutut kawan mereka juga. Mereka saling melambaikan tangan, meskipun menaiki mobil yang berbeda.

Di tengah kebingungan, aku menatap kembali gadis idamanku. Tetapi.gadis impianku sudah tidak ada. Aku mencarinya ke sudut-sudut lain. Aku menemukan gadis itu. Wajah gadis itu berubah. Dia sekarang punya wajah yang paling mengerikan. Aku melihat tangan kanannya menyibakkan rok; menyentuh sesuatu pada pahanya.
Terdengar bunyi letusan senjata api.

Si brewok dan si lelaki berambut putih jatuh terkapar. Orang-orang di persimpangan itu melupakan gadis itu. Mereka berkerumun melihat dua tubuh tak bernyawa di persimpangan itu.

Aku melihat gadis itu menarik pelatuk. Setelah itu dia pun melihatku. Mata kami beradu. Dia tersenyum. Ya Tuhan dia masih sempat menggodaku.  Aku berdiri kaku, entah gemetar oleh kejadian itu, atau oleh godaannya. Mungkin keduanya. Lalu aku melihat gadis impianku itu dijemput oleh sebuah mobil hitam. Dalam sekejap mobil itu meluncur menuju arah selatan.

Hingga bertahun-tahun kemudian aku tak bisa melupakan gadis yang aku cintai itu, gadis pemberani, berbaju merah, berjilbab kuning.

Sumber: Cerpen ini sudah dimuat di Harian Serambi Indonesia, 11 Mei 2014, Persimpangan.

Kata Saya

"Jabatan hanya persoalan struktural. Persahabatan selamanya."