Tampilkan postingan dengan label Terbaru. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Terbaru. Tampilkan semua postingan

Rabu, 22 Juni 2016

Bolu Delapan Jam: Memaksakan Cinta, Kemudian Menenggelamkannya!

Rabu, Juni 22, 2016
pixabay.com
Cerpen “Bolu Delapan Jam” karya Guntur Alam yang dimuat oleh KOMPAS pada 23 Agutus 2015 lalu menarik untuk dibaca. Selaku pembaca cerpen Guntur, beberapa tulisannya sering terinspirasi dari lingkungannya. Keadaan daerah setempat ini membuat cerpennya sering dimuat koran KOMPAS. Kali ini, cerpen “Bolu Delapan Jam” mengambil sudut pandang drama keluarga. Tentang pemaksaan cinta dan tentang rencan ‘pembunuhan’ rasa cinta dengan aktivitas yang pasti. Beberapa catatan berikut, hasil uraian saya setelah membaca cerpen Guntur, dalam dunia sastra, dibutuhkan kritik sastra. Dikarenakan, tanpa kritik yang membangun karya, maka kita hanya akan mendapati karya-karya yang monoton.

Cerpen ini menceritakan tentang kehidupan seorang ibu yang hidup menderita suatu penyakit. Ibu berencana meracuni suaminya, yang merupakan orang yang telah melukai batinnya selama ini. Itulah sebabnya, si suami pun ingin membunuh istrinya dengan bolu delapan jam. Delapan jam semacam pengingat untuknya. Setiap Lebaran, si Antoni yang merupakan pacar si Ibu masa muda dulu akan pulang kampung dan bolu delapan jam melebarkan jurang kembali antara aku dan Antoni.
Hal yang menarik untuk dibahas diantranya yang membuat saya bingung di kalimat ini pada paragraf ketiga:
“Apa kau tahu kenapa aku menggunakan dua puluh butir telur bebek untuk adonan ini?”
Aku menggeleng. Dalam resep bolu delapan jam yang ibu tuliskan untukku seharusnya ibu menggunakan dua puluh dua butir telur bebek dan dua butir telur ayam. Namun, ibu menggunakan hanya dua puluh butir.

Awal kalimat ini sebenarnya sudah menjelaskan bahwa Ibu menggunakan 20 butir telur bebek, namun pada akhir kalimat di paragraf berikutnya, si anak menjelaskan kembali bahwa ibunya menggunakan 20 butir telur bebek. Ada pengulangan kalimat yang sama pada paragraf berikutnya, padahal secara tidak langsung pembaca juga sudah tahu bahwa ibu menggunakan 20 butir telur bebek.
Masih ada sambungan paragraf diatas. Coba kita simak kalimat dialog di paragraf yang lain:
Hal yang membuatku menelan ludah, dua butir telur ayam berikutnya ibu masukkan langsung ke dalam adonan.

Di atas sebenarnya sudah dijelaskan ibu menggunakan 20 butir telur bebek. Namun, disini kenapa ada tambahan 2 butir telur ayam lagi ya? Kalau dijumlahkan jadinya 22 butir telur. Apakah maksud kalimat di atas“Namun, ibu menggunkan hanya dua puluh butir”. Pada kalimat itu juga tidak disebutkan, apakah 20 ini sudah ada telur bebek 18 ditambah 2 telur ayam?

Jika kita telusuri pada kalimat tentang gula pasir:
“Gula pasir.” Ibu menunjuk 420 gram gula pasir yang ada di atas meja.
Bagaimana si anak tau bahwa gula pasir itu, takarannya 420 gram? Jika pada kalimat sebelumnya ada disebutkan contoh kalimatnya begini (Ibu telah mempersiapkan 420 gram gula pasir, katanya ukuran tersebut harus pas, tidak boleh kurang atau lebih). Jadi, kalau kalimatnya seperti itu, maka akan tersambung ke kalimat berikutnya.

Cerpen Guntur Alam kali ini membuat saya menyukainya karena segmen yang diambil adalah latar sosial daerahnya. Terus, bahasanya juga mudah dipahami oleh pembaca, diksi yang dipilih adalah bahasa familiar. Di KOMPAS, segmen cerpen dengan latar daerah selalu menarik, makanya Guntur Alam kayaknya memang lebih sering menulis cerpen atau novel dengan latar daerahnya. Yang membuat kita terkejut bahwa, sepahit-pahitnya asmara, adalah orang itu juga yang menjalaninya, terlepas dari rongrongan orang lain dalam sebuah hubungan. Si lelaki berhasil memperjuangkan cintanya, walau dengan nuansa anti mainstream, kalau di Aceh sudah ditangkap WH. Bagi lelaki yang sedang memperjuangkan cintanya, tabahlah dalam kejombloan. Biarkan kayak kata grup musik Payung Teduh, “Untuk Perempuan Yang Sedang Dalam Pelukan”. Atau seperti kata di salah satu adegan film Fast Furios 7 “Karena tak bisa minta orang lain untuk mencintaimu”. Jomblo tanpa harapan dan cita-cita, kayak ayam penyet rasanya manis legit.[]



Senin, 20 Juni 2016

Pertanyaan Yang Gak Perlu Dijawab Oleh Jomblo

Senin, Juni 20, 2016



pixabay.com

 

Saat memutuskan menjadi jomblo, terkadang banyak cibiran dari teman-teman dekatmu yang sudah duluan katanya memilih kekasih dalam status yang belum diakui oleh negara. Di saat menyandang status jomblo, ada pula orang-orang yang kadung sibuk menanyakan apa kegiatanmu menghabiskan hari-hari dengan status itu. Lebih-lebih mereka juga kadang menanyakan tentang dunia pendidikanmu saat ini. Tentu, hal ini sangat menjengkelkan bukan? Kami mencoba menyarikan pertanyaan-pertanyaan yang sebenarnya gak perlu kamu jawab saat berstatus jomblo.

1. Kenapa Kamu Gak Punya Pacar?
Hadeuh! Kira-kira saat ada orang yang menanyakan hal tersebut, pernah gak kamu ingin rasa-rasanya melempar orang tersebut ke bantaran sungai, biar diterkan sekalian sama buaya, lebih-lebih buaya darat. Seseorang yang sedang melabeli dirinya memiliki tambatan hati, baik yang sudah pacaran atau tunangan, tentu sangat membanggakan-banggakan dirinya memiliki kekasih. Tiap malam Minggu bisa duduk berduan di trotoar jalan sambil makan bakso goreng, jagung bakar atau yang paling mewah makan di KF* atau Pizza H*t bersama sampai larut malam. Bayangkan, kenapa tidak uang tersebut kamu manfaatkan untuk beramal ke lembaga sosial, masjid, orang-orang kurang mampu, tentu ini akan menambah pahalamu kan! Jadi, yang statusnya pacaran, masih mau tanya-tanya orang lain kenapa gak punya paca atau kenapa gak pacaran? Ini zaman pergolakan, bukan zamannya mikir-mikir tentang itu, kita perlu tanggap saat orang-orang di Papua sana, atau baru-baru ini di Lumajang dibunuh dengan keji oleh negara. Mana sikapmu?

2. Kapan Kamu Sidang Skripsi?
Lain halnya jika pertanyaan ini ditanyakan oleh calon mertuamu, mana tau kan dia sudah ingin menyegerakan agar kamu menghalalkan anaknya bagimu, heuheu. Orang-orang di sekitarmu akan sangat protektif menanyakan tugas akhirmu yang kadang sudah di ujung hayat atau baru kamu mulai pada semester 12 perkualiahan. Mereka saban hari, beragam orang akan menanyakan hal itu, kecuali saat kamu sedang buang hajat. Via Watsap, BBM, facebook, twitter ataupun path, orang-orang yang merasai dirinya dekat denganmu akan menanyakan hal itu, “Udah bab berapa skripsinya”, “Kapan kamu sidang skripsi”, “Kapan kamu wisuda”. Itu-itu saja yang ditanyakan, padahal orang yang merasai dirinya dekat denganmu tadi, paling orang yang telah lama gak jumpa, secara spontan dia menanyakan hal tersebut. Huft! Jomblo mana yang gak akan jengkel saat ditanyai tentang skripsi. Cukup kamu jawab saja begini, jika dia wanita tanyakan saja “Kamu udah siap aku lamar?” atau kalau dia laki-laki jawab saja begini “Setelah di ACC dosen pembimbing, aku sidang!”.

3. Kerja Dimana Sekarang?
Siapa di sini yang pernah menanyakan pertanyaan ini? Ayo tunjuk tangan, lalu tunjuk hidung sendiri. Tidak baik sebenarnya menanykan tentang kegiatan seseorang saat dia telah selesai kuliah. Orang akan bertubi-tubi menanyakan hal tersebut, sama halnya saat kamu sedang skripsi. Bisa jadi orang-orang yang sama menanyakan hal lain pada dirimu. Menyangkut pekerjaan adalah menyangkut hidup orang banyak, tidak hanya urusan perut tapi apa yang ada di seberangnya. Jika kamu kawan lamanya, baru jumpa hari ini, dan langsung secara spontan menanyakan “Kerja dimana?”. Orang itu akan sangat terganggu batinnya, raut wajahnya juga langsung berubah. Jika boleh alternatif lain untuk menanyakan tentang pekerjaan mungkin bisa dengan kalimat “Hai, kegiatannya saat ini dimana?”. Karena, kata “Kerja” saat krusial ditanyai pada orang-orang yang berstatus penganguran, apalagi penangguran hati. Pedih jenderal!

4. Kapan kawin?
Status jomblo, sudah sarjana dan memiliki pekerjaan tetap maupun honor atau kontrak, orang di sekitarmu akan sangat rajin menanyakan hal ini, baik teman kantor, ibu-ibu PKK desamu, tetangga, kerabat jauh atau teman akrabmu. Sudahlah, pertanyaan ini sama halnya tidak penting untuk ditanyakan. Ini bentuk penghakiman kepada jomblo-jomblo yang menjaga agar hatinya benar-benar diberikan kepada pasangan yang sejalan dengannya. Diantara pertanyaan-pertanyaan di atas, pada sesi pertanyaan “Kapan kawin?” membuat jomblo merasa seperti “menggigil” dan sangat tidak sopan menanyakan hal tersebut, lebih-lebih saat menghadiri sebuah acara. Kenapa tidak, orang-orang yang sudah menikah itu memberikan solusi nan produktif bagi jomblo dengan menyodorkan calon pasangan hidupnya yang sesuai. Silakan ganti pertanyaan “Kapan kawin?” dengan kalimat begini “Gimana udah ada pasangan? Kalau belum, sini biar saya carikan plus tambahan mahar”. Nah, jomblo di belahan bumi mana yang gak senang jika ditanyai begini.

Bagi penanya, boleh pikir-pikir ulang saat ingin menanyakan empat pertanyaan ini kepada jomblo. Padahal merekalah yang sedang menjalankan salah satu visi Provinsi Aceh yaitu menjalankan syariat Islam. Jadi, pekerjaan Polisi Wilayatul Hisbah (WH) sudah berkurang. Tentu, pemerintah juga harus memperhatikan kehadiran jomblo-jomblo ini, mana tahu 4 pertanyaan ini akan masuk dalam pencanagan qanun di Aceh untuk masa-masa mendatang. Selamat bagi jomblo, terus kobarkan semangat jiwa pergerakan seperti Tan Malaka, Soe Hok Gie atau Chairil Anwar, mereka-mereka adalah jomblo revolusioner. 


5 Kegiatan Ini Bisa Kamu Terapkan Saat Ingin Mulai Menulis

Senin, Juni 20, 2016
pixabay.com

1Membuang Rasa Malas
Menjadi seorang penulis adalah perkara mudah. Kamu cukup punya satu pena, dan kertas atau di dinding kamar sekalipun, kamu dengan leluasa bisa membuat tulisan. Jika kamu pernah merasakan masa-masa silam, anak-anak di kampung sering menggunakan lidi dan daun pisang yang dipotong persegi panjang itu digunakan untuk menulis. Sering digunakan permainan ini oleh anak-anak saat mereka main sekolah-sekolahan. Iya, menjadi penulis memang perkara mudah, asal 5 hal ini bisa kamu terapkan saat memulai menulis.
2. Membaca dengan Meresapi
Sudah manusiawi, rasa malas yang kadung lahir sejak kamu lahir ke dunia sudah bersama dirimu. Malas menjadikan aktivitas tubuh yang tidak ingin melakukan apapun, baik kebaikan maupun kejahatan. Rasa malas akan menghampiri siapa saja, dimana ketika merasakan hal ini, kamu akan merasa bahwa apa yang kamu kerjakan tidak ada manfaatnya. Lebih-lebih setelah melakukan sesuatu hal, kamu tidak mendapatkan pujian dari orang terdekat atau atasan.  Saat pagi hari, kamu akan sangat malas untuk bangun pagi. Untuk kegiatan menulis, kamu kadang sering dihinggapi malas saat memulainya, banyak hal yang membuatmu malas, seperti tidak tahu mau menulis apa, sedang dalam masalah tertentu dengan mood yang kurang mendukung. Ada hal yang kamu takutkan saat menulis, misalnya takut mengecewakan pembaca. Hal ini sebenarnya dapat dihindari dengan memulai berteman dengan orang-orang yang menyukai dunia tulis menulis. Lingkungan akan sangat besar pengaruhnya ketika kamu ingin menulis. Di sini kamu bisa mendapatkan wadah baru untuk diskusi, yaitu memulai bergabung dengan komunitas-komunitas menulis. Atau kamu juga bisa membuang rasa malas ini dengan mengingat hal-hal yang kurang baik, berarti saat kamu malas, kamu sedang menjadi orang yang kurang baik dan kurang bermanfaat bagi orang lain. Nah, sebenarnya kamu hanya perlu dukungan orang-orang yang terdekatmu, tetapi kamulah penentu semua tentang semangatmu menulis. Masak memulai menulis saja kamu masih malas? Gimana nanti pas mau mulai bangun rumah tangga? Eh!

Jika kamu pernah ke sawah, kamu akan melihat petani dengan banyak perlengkapan yang dibawanya, mulai dari cangkul, benih padi,  dan juga pupuk penambah gizi padi. Gak mungkin kan disebut petani, kalau itu aja gak ada sama petani dan menetap menjadi ciri khasnya? Sama halnya dengan menulis, kamu harus memulai dengan membaca, baik artikel, catatan ringan atau dari koran, bahkan resep dokter rumah sakitpun perlu kamu baca. Ada kalanya membaca adalah hal utama memperbanyak idemu saat menulis, juga sebagai rekaman data yang kamu butuhkan dalam waktu tertentu. Aktivitas membaca adalah modalmu dan semakin banyak membaca, tulisanmu akan semakin bagus. Saat membaca kamu perlu meresapinya, dikarenakan kamu juga sekalian melihat tata baca saat menulis, jika ada kesalahan pada tulisan orang lain, kamu bisa sekalian mengoreksi dimana kesalahannya dan kamu sudah bisa ancang-ancang untuk menghindarinya. Presiden RI pertama, Soekarno dalam jeruji besi pun masih menyempatkan membaca. Seperti Wakil Presiden RI pertama, Mohammad Hatta, beliau bahkan ada ‘ritual’ khusus sebelum memulai membaca. Konon, beliau akan mandi terlebih dulu dan memakai pakaian yang baru dan barulah mulai membaca. Mungkin aktivitas ini menjadikan dirinya lebih segar dalam meresap setiap isi buku. Kalau kata Imam Hasan Al Banna, seorang muslim harus sama baiknya antara membaca dan menulis. Jadi, masih tunggu kiamat dulu supaya mulai menulis?
3. Menulis dengan Hati
Hati hadir sebagai pembuat orang menjadi baik dan menjadi jahat. Kamulah yang menentukan membawanya kemana. Jika kamu menulis dengan hati, kamu akan menghasilkan karya yang mampu mengajak kepada kebaikan. Setiap tulisan perlu pertanggungjawabkan, kamu perlu hati-hati saat menulis. Karena, dalam tulisan selayaknya kita melihat sayap kupu-kupu, ada keindahan di dalamnya. Kita mengajak orang mendekati dunia, baik dengan selalu mentransformasikan kegiatan itu sebagai cara utama dalam menuntun kebaikan. Gak mau kan gara-gara tulisanmu malah mengajak orang lain kepada keburukan?

4. Menyunting dengan O­­bjektif
Baiknya, setelah menulis dengan panjang tulisan baik itu satu halaman maupun seratus halaman, kamu perlu sekali menyunting atau dikenal juga dengan kata mengedit. Kegiatan ini mampu membuatmu tahu mana kata atau kalimat dalam tulisanmu yang masih janggal, kurang huruf atau bahkan gaksesuai dengan EYD. Nah, saat menyunting kamu harus membacanya perkata lalu perkalimat, baiknya kamu membacanya dengan suara, dengan ini kamu akan mudah tahu mana kalimat yang kurang enak pas didengar, tentu saat kita baca juga demikian. Hindari rasa malas untuk menyunting tulisanmu. Di sini kamu akan belajar menilai tulisannmu dengan objektif, anggap saja kamu sedang membaca tulisan orang lain. Meminta orang lain buat menyunting tulisanmu juga merupakan hal yang perlu kamu lakukan. Mintalah dia di waktu yang tepat, jangan di waktu dia sedang sibuk dengan kegiatannya. Kamu perlu sabar menanti setiap yang dieditnya. Mintalah dia untuk membuat catatan-catatan penting dari tulisannmu, baik yang salahnya dan yang sudah benar, ada kalanya tulisan saat diedit, kita menemukan makna bahwa, semua hal di dunia ini perlu dikoreksi, ditempatkan pada hal yang baik dan kamu akan mengetahui karakter lewat tulisanmu itu. Penulis dan editor adalah dua kekasih yang gak bisa dipisahkan, mana tau kamu dapat jodoh seorang editor kan!

5. Menulis, Menulis, Menulis dan Membaca
Setelah 4 hal di atas sudah kamu lakukan dengan benar dan yakin, kegiatan kamu berikutnya adalah menulis, menulis, menulis dan membaca. Tanpa dua kegiatan utama ini, kamu sama saja seperti sedang ‘berbohong’ dalam tulisanmu. Buat waktu-waktu khusus untuk menulis dan membaca. Satu lagi, membaca juga tidak hanya soal tentang membaca buku, kamu juga harus mampu membaca isu yang ada di sekitarmu, hal ini membuatmu semakin update dalam karya yang dihasilkan. Kalau boleh dikata “Aku Tulis, Kamu Baca, Kita Mengerti”. Selamat mencoba!

Rabu, 01 Juni 2016

Damai Bersama Kutu

Rabu, Juni 01, 2016

Memori saya berputar saat membaca cerpen Kutu karya Fuady S Keulayu, dimuat Serambi Indonesia (14/3/2016). Cerpen Kutu mengingatkan saya pada novel Bidadari Hitam (Imparsial-AJMI, 2008) karya T.I. Thamrin. Ide utama novel Bidadari Hitam juga mengangkat cerita tentang tragedi Rumoh Geudong. Cerpen Kutu dan novel Bidadari Hitam berjarak sekitar 8 tahun.
Cerpen Kutu diawali tatkala seorang anak kecil - berumur 10 tahun dan sering nongkrong ngopi dengan orang-orang dewasa - mulai takut ke pasar saat mengetahui ada dua mayat ditemukan terpisah. Anak itu menyaksikan langsung kedua mayat sebelum ditutup daun pisang oleh warga.
Rumor yang beredar membuat anak itu takut: bahwa dua mayat ini mati karena kutu. Di Aceh, jika seseorang anak berkutu, konon dia akan diterbangkan ke gunung.
Jika mengamati kalimat “Saat Ibu mencabut kalender, seekor cicak yang bersembunyi di baliknya melarikan diri masuk ke celah loteng”, dalam kebiasaan tutur bahasa keseharian orang Aceh, agaknya Fuady ingin mengisahkan bahwa cicak tersebut sebagai istilah cicak puteh yang dianggap sebagai manusia yang suka menyebar gosip. Sepertinya, Fuadi ingin mendekatkan cicak tersebut dengan istilah cuak, karena pada masa konflik istilah cuak menguat di tengah masyarakat karena suka memberi informasi keberadaan pihak GAM kepada TNI.
“Walaupun pernah kudengar dari orang pasar bahwa kutu pernah menciptakan banyak korban di Kampung Utara lima tahun silam”, jika maksud Fuadi mengenai ‘Kampung Utara’ sebagai Aceh Utara, maka Fuadi sedang membuka memoar tragedi Simpang KKA. Tapi, jika menyimak penggalan kalimat “lima tahun silam” dan kita gabungkan dengan umur si aku saat cerita ini ditulis, artinya latar cerita ini terjadi pada tahun 2008. Ditambah pada paragraf berikutnya pengarang menyebutkan ayah aku juga hilang dibawa kutu pada 21 Oktober 1999, saat itu aku baru berumur 1 tahun. Jika 2008 dikurangkan lima tahun belakang yang kejadian di Kampung Utara tadi, maka kasusnya bukan simpang KKA, tetapi diterapkannya status Darurat Militer (DM) yang banyak merenggut nyawa warga sipil.
Dengan alur maju mundur, ada yang kurang menarik pada cerpen ini, yakni saat pengarang mengisahkan latar kehidupan Pawang Lem, Kak Sam dan Syik Insyah sebelum mereka diterbangkan oleh kutu. Jika bagian ini tidak ada, maka ritme cerpen akan semakin menarik, karena pembaca dibawa memasuki konflik cerita. Tapi, saat dimasukkan tiga karakter tokoh pembantu tadi, pembacaan saya menjadi buyar dan kehiangan fokus kepada tokoh utama.
Pada paragraf terakhir, kutu mulai masuk ke kampung. Mereka masuk ke rumah penduduk. “Kata orang mereka mencari lawannya. Ada kutu lain yang menjadi musuh mereka bersembunyi di kampung kami” di kalimat ini, rupaya ada kutu lain yang menyerang kutu sebelumnya. Di sini saya baru ngeh rupanya, maksud dari kutu adalah tentara dari dua belah pihak di masa konflik.
Jika memperhatikan kalimat sambungannya “Seperti tentara merazia orang yang dicurigai” harusnya kalimat ini tidak ditulis. Akan menarik jika pembaca menerka sendiri, siapa sebenarnya yang menjadi simbol kutu tersebut. Secara langsung, penulis telah membuka kesempatan bagi pembaca mengetahui langsung bahwa kutu adalah tentara.
Kini kutu telah hilang saat merpati putih mengusirnya. Agaknya Fuadi ingin mengatakan bahwa, dua kutu yang berseberangan tadi telah berdamai, yaitu GAM dan TNI. MoU Perdamaian yang ditandatangani 15 Agustus 2005 yang sering dikaitkan dengan burung merpati sebagai lambang perdamaian. Kini pasar kembali ramai, orang makin mudah bergaul sesama, tak adalagi bayang-bayang kutu. Rumoh Geudong yang menjadi sarang kutu tadi telah dibakar. Secara gamblang, jika mendengar Rumoh Geudong, tentu kita mengingat penyiksaan yang tidak manusiawi, wanita yang dihancurkan kehormatannya, hingga banyak anak yatim piatu tak tahu ayahnya kemana, hingga sekarang!
Jika ada cerpen seperti Kutu, tentu akan semakin menarik mencermati cerpen-cerpen bertema konflik setelah hampir satu dekade lebih perdamaian di Aceh.
* Muarrief Rahmat M Salda, Pegiat di Forum Lingkar Pena (FLP) Banda Aceh; Inisiator Kelompok Kajian Sastra di PII Aceh

Jumat, 10 Juli 2015

Raisa Layak Jadi Peserta MTQ

Jumat, Juli 10, 2015

Gadis yang dikenal lantaran mengunggah video menyanyinya lewat youtube beberapa tahun lalu, membuatnya kini dikenal se-nusantara. Pilihan alur musik jazz telah membawanya ke panggung-panggug hiburan juga talkshow televisi. Al hasil, kini dia makin tenar, gairahnya bermusik sama halnya dengan musisi yang lain. Saya salah satu termasuk pengagum lagu jazz, nadanya datar dan ringan, cukup membantu jika sedang susah tidur. Anak gadis mungkin akan terbirit-birit jika mendengar nama Raisa Andriana. Si wanita berambut panjang tergerai itu lahir pada 6 juni 1990 ini adalah mantan dan kini menjalin kasih kembali dengan Keenan Pearce – abangya Pevyta Pearce, yang mungkin suatu saat akan jadi jodohku, celetuk seorang jomblo yang sedang memeluk bantal guling dingin – ternyata Raisa telah kembali ke peraduan asmaranya, dan lalu Tulus dengan senantiasa akan menerima takdirnya dengan tulus ikhlas, termasuk saya, hiks.

Akhir Desember tahun lalu, Raisa datang ke Banda Aceh untuk konser perdananya. Saya yang sedang berjuang menyelesaikan skripsi, eh malah malam itu diajak sama teman, ya karena ada tiket gratis. Padahal skripsi saya sedang berada diambangnya, hanya menunggu batas akhir daftar sidang. Sudahlah, Raisa bagi saya mungkin akan mampu mengobati kegalauan selama ini saat mengerjakan skripsi, barangkali waktu itu iya. Raisa naik ke atas panggung dengan nyanyi beberapa butir lagu, suaranya merdu nan syahdu menggetarkan urat-urat nadi para jomblo di negeri Syariah. Duh Raisa, kami sedikit kesyewa sebenarnya, kamu tidak memakai jilbab saat di panggung itu, hanya syal warna hitam pekat engkau kalungkan di lehermu. Dan lebih menyayat luka kami, engkaupun tak melihat ke arah kami yang sudah teriak-teriak memanggil namamu. Mungkin suatu saat aku akan meminta bantuan Doraemon, biar dikeluarkan alat mengganti rupa agar mirip Keenan Pearce dan dengan mudah engkau Aku bawa dalam pelukan, lalu kita nikah di Zimbabwe.

Namun, satu hari setelahnya hal itu tidak menimbulkan kekecewaan lagi. Dik Raisa saat jalan-jalan di Banda Aceh, rupanya memakai jilbab. Dengan berhijab, tidak menjadi penghalang bagi Dik Raisa untuk sekadar minum kopi Aceh, mie Aceh, tapi jangan pernah coba ganja. Kami-kami jomblo akan makin merana.

Kabar lainnya, tempo lalu Dik Raisa bahkan mengunggah suara mengaji Dik Raisa di salah satu akun miliknya, tentu akan menjadi milikku juga suatu kelak nanti, atau di akhirat. Banyak orang yang memuji kemerduan suaramu itu, entah apa karena ada efek audionya, Aku tak peduli Dik Raisa, suaramu telah menggetarkan jiwaku. Ayat yang kau baca memang surat-surat pendek yang diturunkan kepada Nabi kita saat berada di Mekkah, makanya namanya Makkiyah. Dik Raisa membaca surat Albaqarah ayat 225 (Ayat Kursi). Dik Rasa tau benar membaca ayat tersebut, dengan sedikit ada lekuk-lekuk jazz khasnya Dik Raisa, kami pun mendengarnya jadi bikin leleh. Lebih lagi saat Dik Raisa membaca Surat Annas, tentang manusia, sepertinya Dik Raisa juga sudah saatnya menyempurnakan separuh agamanya, dan mencari sesosok manusia pendampingnya.

Jujur Dik Raisa, Aku lebih suka kamu mengaji daripada menyanyi. Bukan Aku tak suka dan tak rindu pada lagu Could It Be Love, Mantan Terindah, atau Pemeran Utama, tapi Aku sudah terkesima akan cara mengajimu. Mungkin kamu juga sadar, suatu saat kamu juga akan mengajari anak-anak kita kelak, Eh :P.

Sebenarnya Dik Raisa, jika seandainya pemerintah tahu kelebihanmu ini, atau bisa jadi Menag Lukman Saifuddin lebih duluan tahu dari saya, kami jomblo-jomblo akan rela jika Dik Raisa mengikuti ajang Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) tahun ini, mungkin kami akan sepenuh jiwa raga kami mendukung penuh kehadiranmu Dik Raisa. Rugi rasanya jika Dik Raisa menyia-nyiakan kesempatan ini. Dengan suara mengaji mengunakan lekuk-lekuk langgam khas jazz nadamu itu, barang tentu engkau akan mampu mengalahkan peserta lainnya. Kau tak perlu ragu Dik Raisa, kamu cukup ragu saja sama kekasihmu saat ini, dan kembalilah kepada kami jomblo nusantara yang akan senantiasa mendengar ngajimu dan dalam larut malam kami akan senatiasia stalking instagrammu itu, tak luput kami pencet love.

Ajang MTQ ini menjadi pembuktianmu Dik Raisa, jika kau benar-benar serius akan mempelajari Kalam Tuhan beserta mengamalkannya. Jika kamu masih ada irama-irama Bayyati yang agak sulit dipadukan dengan lekuk jazz khasmu, kami siap datangkan qariah pelosok-pelosok nusantara untuk hadir membersamaimu, Dik Raisa. Jika pun tidak cukup, kami akan meminta rekomendaasi Lembaga Pendidikan Tilawatil Quran (LPTQ) terdekat untuk mendukung niat baikmu itu. Engkau menyukai Jazz sudah barang tentu bukan penghalang bagimu mengikuti MTQ ini. Soal pasti, Menag akan mendukungmu, ini juga jalan dakwah generasi pembaharu. Menag akan mendukung penuh, apalagi tentu presiden juga yang akhir-akhir ini terkesan lelah, ada baiknya Dik Raisa diundang ke istana untuk mengaji, sama halnya kayak mengajinya langgam Jawa waktu lalu. Sementara, ketenaranmu akan bertambah. Media-media akan menulis “Ini Penyanyi Yang Diundang Mengaji di Istana Presiden”, “Raisa Mengaji di Istana, Ini Tanggapan Menag”, lalu media juga akan memberitakan “Menag: Raisa Membuktikan Al Quran Langgam Jazz” atau bisa juga begini “Jokowi: Kami Ingin Raisa Hadir Selalu Saat Kami Membuka Acara Kepresidenan”, tentu engkau akan makin dikenal, makin banyak peluang untuk menyebarkan kebaikan di muka bumi. Tak perlu kau takut jika ada yang menyinyirmu, anggap saja mereka angin berdebu, dan kini saatnya kita pengghulu, tentu bukan bersamaku, bersama kekasihmu itu.

Kesuksesan yang akan engkau raih itu, tentu sangat membahagiakan. Namun, kami akan sangat bahagia jika Dik Raisa juga hadir ke Aceh lagi. Tentu Dik Raisa sudah tahu, bulan-bulan lalu kampung kami kedatangan tamu seiman, Muslim Rohingnya. Mereka terdampar di Aceh Utara, Langsa dan Aceh Timur. Hati kami akan sangat senang jika Dik Raisa dalam program pesantren kilat selama bulan Ramdhan hadir untuk mengajari adik-adik pengungsi Rohingnya, akan semakin banyak pendonor yang hadir jika Dik Raisa mau meluangkan waktu selama seminggu di sana. Jangan takut Dik Raisa, malaikat pencatat amal kebaikan akan melihat itu semua, berlimpah ruah pahala yang engkau dapatkan. Pengungsi Rohingnya juga akan sangat suka didatangi artis serupa indahmu itu. Mengaji dan menyanyi bukan penghalangmu untuk membantu sesama kan Dik Raisa? Kami jomblo-jomblo nusantara menunggumu disini, kita cintai sesama dan seraya mencintai negeri ini. []

Rabu, 08 Juli 2015

Menyantap 'Bu Linto Baro' Bulan Ramadhan di Banda Aceh

Rabu, Juli 08, 2015


Usia hari Sabtu siang (4/7) lalu menunjukkan angka pukul 10.30 WIB. Saya baru saja tiba di kantor Humas Unsyiah. Hari itu memang lagi libur. Namun, saya terbesit untuk datang saja ke kantor, bersebab sedang khusyuk suntuk tapi tak masbuk, perihal lagi ada niatan memperbaiki blog pribadi ini. Dering handphone saya berbunyi. Saya ambil, ternyata muncul nama kontak Aslan Saputra, kawan saya satu organisasi menulis di Forum Lingkar Pena Banda Aceh. Saya mengangkatnya. Pembicaraan kami tertuju pada basa-basi beberapa detik awalnya. Sejurus kemudian, Aslan (Pemilik eliteword.blogspot.com) mengundang saya untuk hadir undangan buka puasa di tempatnya, tapi bukan di rumahnya, namun di Meunasah gampong istrinya, Ayi. Saya sangat senang atas ajakan ini, lebih-lebih sudah lama kami jarang berjumpa. Rasanya membangun kehangatan bersahabat selama bulan mulia ini sangatlah baik. Saya iyakan, dan tak sabaran menunggu hidangan nanti sore, *Eh maksudnya berjumpa Aslan. Yang katanya ini adalah undangan bukaan bagi Linto Baro di gampong itu yang dihidangkan bersama dengan linto baro lainnya.

Tiba di rumah bang ferhat pemilik goblog www.ferhatt.com ini, saya tunggu di pelantaran rumahnya, saya agak datang lebih cepat. Menunggu bang Ferhat yang sedang siap-siap, saya memantau timeline dan sesekali membaca artikel online.

Sesaaat tiba di rumah Ayi, Aslan sudah menunggu kami. Berbaju batik hijau dan ada lukisan-lukisan warna creamnya sangat padu dengan celana Aslan yang kream juga. Aslan nampak gemuk dan lebih sering senyum saat ini. Ada kecerian lain yang saya liha dari rautan wajahnya. Belum lagi saat ini Aslan sedang menunggu kelahiran bayi pertamanya.

Sekira jam 18.00 WIB kami mendarat perlahan ke meunasah gampong Batoh. Adit (Blooger di www.adityaantoo.blogspot.com) yang juga sangat sayang sama Emaknya itu awalnya rencana bepergian dengan kami, perihal dia penyiar radio yang makin kece, dia datang sedikit terlambat. Aslan dan Adiknya, Ravi siswa SMAN 2 Banda Aceh itu telah lebih dulu mengantar menu bukaan sore itu sebelum kami tiba. Di meunasah telah ramai dan riuh orang. Semuanya ada 9 Linto Baro yang hadir saat itu, membawa bekal masing dan diwajibkan mengajak minimal 7 orang kerabat atau kawan dekat untuk menyantap "Bu Linto Baro". Apa yang di bawa itulah yang disantap. Semua penuh dengan suka cita, ada yang sudah duluan menaruh semua menu-menu dalam satu piring. Lengkap, nasi, telor asin, kuah beulangong, mie hun, timun acar dan tambahan perkedel. Jadilah penuh akan piring si empunya itu. Ada juga yang standar-standar saja, sesuai dengan kebutuhan isi perut. Namun, air putih rasanya tak akan ketinggalan, gak mungkin juga buka puasa langsung dengan kopi, apalagi kopi pahit.

Di hari yang bersamaan itu juga, masyarakat kampung juga memasak Kuah Beulangong berupa daging yang dimasak dengan bumbu kari. Telah menjadi adat bagi masyarakat Banda Aceh dan Aceh Besar setiap bulan puasa memasak secara ramai-ramai daging sapi dalam sebuah belanga besar. Biasanya saat menjelang 17 Ramadhan memperingati malam Nuzulul Quran. Dan itu bentuk rasa syukur dan rasa membangun kehangatan bersama.

Sabar menunggu berbuka

Menyantap Bu Linto Baro bersamaan dengan Kuah Beulangong yang sudah duluan dibagikan sebelumnya kepada seluruh warga gampong ada kenikmatan tersendiri. Bagi saya yang dari Bireuen, akan merasakan sensasi lain. Mendapati dua tradisi yang dijalankan secara bersamaan, adalah bonus bagi pendatang.

Linto Baro yang belum sampai satu tahun atau baru pertama kali berpuasa ramadhan di gampong tersebut diwajibkan membawa makanan bukaan. Semuanya dimakan sendiri dan tetamu yang diundang oleh si Linto Baro. Tidak harus yang mewah-mewah, sesuai dengan tingkat penghasilan asal ikhlas berbagi di bulan penuh berkah ini. Lebih-lebih orang yang menyediakan menu buka puasa bagi orang lain akan mendapat ganjaran pahala yang berlipat-lipat, apalagi untuk anak lajan kayak kami hehehe.


Usai Magrib, saya, Adit dan bang Ferhat berpamitan sama Aslan. Kehangatan ini tidak akan berhenti pada hari itu, dia akan terus membersamai, sampai pada waktunya tiba, semuanya berpisah pada waktu yang ditetapkan Khalik. Bulan Ramadhan, hadir sebagai penguat batiniah antar manusia. []

Minggu, 05 Juli 2015

Pemuda Mencari Masalah

Minggu, Juli 05, 2015



Penceramah itu naik ke mimbar. Tidak begitu besar, cukup sesuai untuk ditempati penceramah. Suaranya yang datar, kalau pernah mendengar tausyiah Quraisy Syihab, hampir-hampir menyerupai. Penceramah mulai berkisah. Ada seorang pemuda yang saban hari dalam kehidupannya selalu saja dirundung masalah. Tanpa ada satu masalahpun yang dapat diselesaikannya. Dia terus saja mengeluh terhadap masalah kehidupannya. Tak terkira, hal itu membuatnya semakin terpuruk, selalu jatuh dalam lubang yang sama.

Tak sanggup melulu dengan keadaannya, pemuda itu pun menjumpai tetua bijak. Dia menceritakan semua keluh kesahnya, masalah yang terus menghambat aktivitasnya, semua sudah dibeberkan. Pemuda itu yakin benar, tetua bijak punya hal baik nan positif buatnya.

Tibalah tetua menyuruhnya mengambil air mineral. Disuruhnya menaruhkan garam satu genggaman dalam air yang sudah duluan dituangkan dalam gelas. Diaduknya perlahan, sampai garam tadi benar-benar larut dan menyatu dengan air. Persis, garam tadi tidak nampak lagi, hanya saja air tersebut udah sedikit keruh. Citra garam  mempengaruhi air.

Tetua meminta pemuda meminumnya sampai habis. Tak mengelak, pemuda segera melaksanakan ajakan tetua. Dalam satu tegukan, pemuda itu menumpahkan semua air yang diminumnya tadi. Mulut dan lambungnya sama-sama seperti sepakat menolak memuntahkannya. Ditanyakan bagaimana perasaannya? Pemuda itu merasa tidak suka dengan minuman itu, sungguh rasanya memuakkan.

Lalu, tetua mengajak pemuda ke dekat danau. Dimintanya lagi pemuda itu untuk mengambil segenggam garam, dimintanya menaruhkan garam tersebut ke danau, diambilnya kayu dan diaduk perlahan oleh pemuda. Sampai kira, garam tadi sudah larut dalam air danau. Dimintanya pemuda untuk mengambil air danau dengan tangannya, dan diminta untuk meneguknya. Lalu pemuda meminum sampai habis air dalam tangannya. "Bagaimana perasaanmu?,”tanya tetua.

Ada kelegaan dan nikmatnya saat pemuda menjelaskan bahwa airnya jernih dan meneduhkan. Kesejukannya berbeda dengan minuman sebelumnya.

Tetua mengatai, betapapun banyaknya masalah yang dihadapi, selama hatimu seluas danau, maka akan sabar, ikhlas dan syukur ketika dirundung masalah. Begitu pula, ketika hati sesempit gelas, masalah kecil dan besar akan sama-sama nampak besar, jika tidak bisa diterima dan selalu dalam kondisi mengeluh, gelisah, galau merana.

Sebut penceramah, dalam Qur’an juga sudah dijelaskan tentang orang yang berkeluh kesah. Beliau mengutip bunyi surat Al-Ma’arij ayat 19 yang mengandung makna “Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah”. Sementara, setelah dijabarkan oleh penceramah, kita juga dapat melihat dalam bunyi ayat yang lain yang menegaskan “Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah” (Al Ma’arij : 20). Dilanjutkan lagi pada ayat berikutnya “dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir” (Al Ma’arij: 21). Namun pada ayat 22, Allah dalam sabdanya mengatakan “Kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat”. Tentu, tak ada orang yang tak memiliki masalah, ayat diatas menegaskan bahwa manusia memang memiliki masalah, ketika manusia mendapat musibah, akan merasa dirinya tidak dicintai oleh Tuhannya. Sementara, ketika manusia mendapat kebaikan, rasa syukurnya kepada Tuhan sangatlah sedikit, bahkan ada yang lupa. Kecuali, benar-benar ada ianya orang yang mengerjakan shalat, ianya kita maknai mendirikan shalat, menghadirkan shalat dalam aktivitasnya bagi sekitar.

Banyak peristiwa, masalah yang dihadapi, seperti mati lampu, tidak sabaran di lampu lalu lintas, menggerutu ketika panas, meminta paksa terik matahari ketika hujan angin badai, berdoa di dunia maya dengan sangat keluh. Maka, pilihannya ada pada kita, memilih hati yang luas atau sesempit gelas minum. Dan penceramah turun, tarawih dilanjutkan.[]

Teratai, Pesona di Air Tenang

Minggu, Juli 05, 2015

Taukah kita bahwa Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) mempunyai lambang resmi dalam bentukBungong Seuleupok (bunga teratai) yang sedang mekar. Bungong Seuleupok tersebut berwarna kuning emas yang terdiri dari 5 (lima) lembar mahkota bunga yang ujung-ujungnya membentuk segi lima sama sisi dan di antara lembar-lembar mahkota bunga tersebut terdapat sehelai kelopak bunga. Di dalam lambang tersebut terdapat gambar Tugu Kopelma Darussalam yang berwarna putih dan tulisan Universitas Syiah Kuala yang berwarna hitam dalam bentuk kubah. Tulisan nama universitas tersebut berada di dalam lambang.

Arti dari masing-masing komponen dalam lambang Unsyiah yaitu terdiri dari lima lembar mahkotaBungong Seuleupok melambangkan pancasila sebagai falsafah dan asas negara Republik Indonesia sebagai pedoman hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sementara pada bentuk Bungong Seuleupok dengan mahkota terkembang melambangkan kemurnian, semangat serta keinginan kuat untuk bersatu dan bekerja sama. Bagian Tugu Kopelma Darussalam melambangkan kemerdekaan, perdamaian, persatuan, dan kesatuan bangsa. Terakhir, bentuk Kubah melambangkan asas Ketuhanan Yang Maha Esa.
Mungkin kita juga pernah dengar dongeng si Thumbelina? Seorang gadis mungil yang ukurannya tidak lebih besar dari ibu jari manusia, lahir dari sebutir biji dari seorang penyihir yang diberikan kepada pasangan suami-istri. Mereka adalah pasangan yang belum memiliki keturunan. Maka si istri pun melakukan perintah dari penyihir. Ia menanam biji tersebut di sebuah pot kecil dengan hati-hati. Ia lalu  menyiramnya agar biji itu tumbuh dengan subur. Ternyata biji itu tidak memerlukan waktu yang lama untuk tumbuh. Keesokan harinya, sekuntum bunga mengembang dari pot itu. Bunga itu mirip dengan bunga teratai. Dan yang membuat si istri bertambah senang, di dalam bunga yang belum mekar sepenuhnya, ia dapat melihat seorang gadis kecil yang sangat cantik, maka ia pun diberi nama Thumbelina.
 
Instansi pendidikan tinggi sebesar Unsyiah telah menjadikan Bungong Seuelupok sebagai jati dirinya, dapat kita lihat dari makna yang terkandung di dalamnya. Teratai telah menjadi satu ikon bunga yang meneduhkan dan menyenangkan banyak orang. Dongeng di atas menggambarkan ada rasa cinta ikhlas dari seorang ibu kepada anaknya. Bunga teratai meneduhkan pandangan bagi yang melihatnya.

Jenis bunga di dunia ini beragam dan hidup di tempat baik di darat maupun tempat yang berair. Salah satu bunga yang hidup di air adalah teratai. Bunga yang memiliki nama latin nymphae tumbuh di permukaan air yang tenang. Bunga ini merupakan tanaman dengan nama suku nymphaeaceae.

Hal yang biasa pada mayoritas bunga adalah tumbuh di daratan, namun berbeda dengan bunga teratai, dia adalah bunga yang hidup dan berkembang biak di air. Kawasan rawa-rawa, kolam atau sungai yang memiliki permukaan air yang tenang menjadi tempat terbaik bagi teratai untuk berkembang biak. Secara lahiriah, kita mendapati bahwa bunga dan daunya berada diatas permukaan air, sedangkan tangkai berada pada zona di dalam lumpur. Tangkainya terdapat di tengah-tengah daun. Bentuk daun yang bundar atau oval lebar serta terpotong jari-jari menuju ke tangkai ini banyak dihinggapi burung-burung endemik rawa-rawa ataupun sungai. Teratai telah mampu menjadi tempat berteduh sesaat bagi spesies lain untuk sekedar mencari makan.

Betty Mauliya Bustam, dosen FMIPA Biologi Unsyiah, mengatakan bahwa teratai (waterlily) merupakan anggota famili nymphaeaceae yang merupakan salah satu genus nymphaea. Namun, banyak orang menganggap teratai sama dengan bunga seroja yang merupakan genus dari nelumbo. Padahal secara bentuknya atau morfologi  dan klasifikasi tidak sama, walau sekilas mirip, tetapi mereka berbeda dari sis genus.

Alumnus The University of Western Australia (UWA) ini juga menambahkan bunga dan daun teratai terdapat di permukaan air yang keluar dari tangkai berasal dari rizoma atau dikenal juga dengan bentuk akar. Rizoma terdapat dan menancap di daerah tempat tumbuhnya (kolam, sungai, sawah, rawa-rawa, dan lainnya) hidup pada air yang tenang. Sedangkan, genus nelumbo bunganya tumbuh di atas permukaan air, tangkai bunga lebih panjang. Famili nelumbo adalah nelumbonaceae dan lebih dikenal dengan nama Lotus.

“Karena dulu saya pernah ‘berdebat’ dengan seseorang tentang teratai dan nelumbo, perlu dikenali bahwa nelumbo (lotus) saat ini hanya 2 spesies yang bisa ditentukan yaitu nelumbo lutea dan nelumbo nucifera. Sementara  teratai (nymphae) ada sekitar 50-an spesies yang saat ini dikenal”, paparnya


Setiap jenis atau spesies teratai yang kita lihat tidak sama dengan spesies lainnya. Bunga ini memiliki banyak sekali jenis dan varian lebih dari 50 jenis dan penyebarannya tersebar di seluruh penjuru dunia seperti misalnya nymphaea caerulea di Mesir atau  nymphaea nouncali di Afrika Selatan.

Botanis  yang juga aktif mengajar di MIPA Unsyiah ini menjelaskan, “Sejauh yang saya tahu, daun teratai tidak mengandung lapisan lilin. Makanya, daunnya ‘menempel’ pada permukaan air agar tidak layu dengan proses pelenyapan uap air dari permukaan daun atau dikenal juga dengan proses transpirasi. Sementara daun nelumbo mengandung lapisan lilin (walau tidak setebal lapisan lilin daun talas). Makanya daun dan bunganya tidak terlalu ‘menempel’ pada permukaan air”, jelasnya pada sela setelah mengajar.

Pada sisi lainnya ternyata biji bunga teratai memiliki khasiat sebagai ramuan obat-obatan herbal.Menurut Nuraini (2007), berdasarkan uji aktivitas antibakteri dan antioksidan terhadap ekstrak biji teratai (nymphaea pubescens willd), diketahui biji teratai mengandung senyawa gula, asam amino, glikosida, dan karbohidrat dalam jumlah yang besar sehingga dapat digunakan sebagai obat anti diare,insomnia, penambah stamina, dan penunda penuaan (obat awet muda).

Bunga ini memang aneh. Pada dasarnya bunga atau tumbuhan apa saja membutuhkan air yang bersih sebagai nutrisinya agar pertumbuhan dan perkembangannya tetap terjaga, namun keanehan itu muncul lantaran bunga ini dapat tumbuh pada air kotor, malah dapat memberikan hasil yang sangat baik. Untuk bunga yang ditanam dalam air kotor, warna kelopak bunga akan lebih kuat.
Bunga yang juga menjadi lambang negara Mesir masa kuno ini, memiliki bentuk yang sangat cantik. Tingkat keunikannya bisa dikatakann kurang wajar. Hal ini lantaran bunga yang mempunyai warna lebih. Lebih yang dimaksudkaan di sini adalah bila warnanya merah lebih merah, sementara bila warnanya putih itu bisa lebih putih.

Beberapa daerah menempatkan bunga teratai sebagai lambang khas daerahnya. Untuk perguruan tinggi, Unsyiah menempatkan bunga teratai ini sebagai lambang universitasHal ini menunjukkan bahwa, bunga tersebut memiliki keunikan dan keistimewaan yang diminati oleh daerah maupun universitas yang mengidentifikasikan bunga tersebut sebagai ciri khas lembaganya. 


Sabtu, 10 Januari 2015

Pada Akhirnya...

Sabtu, Januari 10, 2015
Saya dan teman-teman yang sidang 6 Januari 2015

Kepada titik. Kemudian koma,

Ada lanjutan pada setiap langkah yang sedang kita jalani. Tidak banyak yang tahu kalau saya adalah orang yang tidak berencana kuliah. Sedikit mengulang, jika teman-teman saya yang lain setelah pengumuman kelulusan SMA, beberapa hari kemudian mereka mengikuti bimbingan belajar untuk bisa tembus perguruan tinggi impian. Saya berbeda. Saya mengisi masa-masa itu dengan pergi ke sawah, mengunjungi kebuh walau sekedar melepas suntuk pikiran. Berencana tidak melanjutkan kuliah, saya berani utarakan kepada ibu. Orang tua mana yang tidak syok dengan kabar ini. Kami delapan saudara kandung, saya anak bungsu, dan saya pula yang tidak berniat kuliah. Lantas, ada suatu kabar lain yang kemudian hari saya ketahui tentang ibu. Barulah saya mencoba untuk kuliah ke Banda Aceh.

6 Januari 2015, Selasa lalu saya mantap melepaskan masa mahasiswa dan sudah dinobatkan sebagai alumni. Masa-masa sebelum itu, saya benar-benar dipusingkan dengan tugas akhir alias skripsi. Ini adalah ujian yang beberapa orang menjadi hantu berkecamuk kala tidur, saya juga demikian. Tentang pada saatnya saya pula tidak bisa fokus mengerkan hal yang lain. Seperti menulis di blog ini, sampai-sampai blog inipun “Meujeulabah”. Ada semacam dosa jika saya menyempatkan menulis di sini, tanpa menyentuh itu skripsi.

Saya termasuk orang yang malas bimbingan dengan dosen pembimbing. Bukan karena dosennya tidak respek, tapi kemalasan saya ini sudah kadung akut. Tidak tahu juga kenapa, ada kenikmatan saat-saat melewati malas itu. Pagi-pagi setelah bangun tidur, saya biasanya menghilangkan pikiran yang membeban dengan menutup muka dengan kain atau membenamkan wajah di bantal. Lalu tidur lagi sampai hari mau menjelang siang. Ah, masa-masa rancu itu.

Tuntas membunuh kemalasan itu masa-masa dimana sidang sarjana telah dibuka, saat dimana saya kejar-kejaran dengan waktu. Otomatis kegiatan mampet pikiran saya selama ini, saya tuntaskan dalam sekejap. Bahasa penelitian kualitatif saya acak kadut, berbakat ada sedikit ilmu menulis memudahkan saya dalam mendeskripsikan apa-apa yang saya temui di lapangan. Tidak selamanya hidup ini nyaman jika berada pada zona aman. Saat menjadi panitai Mata Najwa On Campus Unsyiah, saya dan mahasiswa akhir lainya disentil oleh Menteri Susi “Saya aja yang ijazah SMP bisa jadi menteri, masak kalian udah jadi mahasiswa skripsinya gak kelar-kelar!”. Saya tertawa lebar kala desember lalu. Memang, kuliah dan tugas akhir ini begitu suram.

Sekarang saya memang sudah menuntaskan sidang sarjana. Banyak orang yang berkilah “Ngapain cepat-cepat sarjana, yang udah sarjana aja gak dapat kerja!”. Analoginya begini “Kalau belum siap kuliah, apa makin mudah cari kerja?”. Iya, semua sadar dalam dunia yang makin ‘membunuh’ adrenalin ini siapa saja pasti kalang kabut saat mencari pekerjaan.

Dulu saya orang yang paling tidak suka ditanyai “Kapan sidang?”, “Eh udah bab berapa skripsinya?”. Coba kalau kalian sedang menyusun skripsi terus ditanyai begini, apa gak ada rencana mau lempar orang itu ke sungai? Satu sisi emang bagus, tapi orang-orang yang belum dekat dan jarang berjumpa dengan saya, rasanya kurang wajar menanyainya. Ada semacam dongkol bila perlu untuk dijawab. Kenapa gak ditanyai dengan hal yang lebih normal “Gimana udah skripsinya? Apa yang bisa aku bantu?” ademkan kalau begini, kita-kitapun jadi tambah semangat, mana tau jodoh, bisa jadi heuheuhue…. (edisi syurhat) :P
Sekarang saya punya sayap baru, ada badai dan awan cerah sedang menunggu. Landasanya telah siap, tujuan juga sudah mantap, tidak mengepakkan sayap ini, lalu terbang. Saya percaya air laut aja berjumpa dengan air sungai dimuara, yaelah kan semua orang juga tahu. Sama halnya setelah hujan yang rinai kadang rintik, selang kemudian muncul pelangi, yaelah yaelah inikan pelajaran IPA anak SD. Tapi, ada secercah harapan dan rezeki yang ditentukan Tuhan.


Pagi rabu, 7 Januari 2015 menjadi pagi yang baru. Ada harapan baru dan langkah baru, mestinya ini menjadi langkah awal bagi saya untuk menjadi yang baru dengan kenangan-kenangan masa suntuk itu menjadi penyedap rasa. Saya masih ingat, tempat-tempat dimana saya menuntuskan skripsi ini. Tempat yang penuh nikmat, menikmati kesenderian. Alue Naga, kamar saya, ruangan tempat kerja, kampus dan tempat-tempat entah dimana lainnya saya bunuh semua malas yang menyemak ini. Teman-teman adalah penyemangat, ada teror-teror yang diberikan dan mereka tak segan membantu saya. Keluarga adalah hamba Tuhan yang paling dekat dengan saya, merelah yang telah mendidik saya untuk segera menunaikan kewajiban ini. Orang tua yang selaku ibu dikampung saban hari asyik dengan aktivitas taninya. Pagi sebelum sidang saya sempatkan menghubungi ibu dikampung, saya tak banyak bicara. Ibu saya ada kegiatan yang lain.

“Meunyo hana lee peu neuk peugah, kasep dile nyak. Payah lon jak bie eumpeun manok dile dan meujak u blang lhueh nyan”, tut bunyi telpon.


Ayah saya yang sudah duluan hijrah ke rumah yang baru, saya percaya beliau sedang menatap saya dengan senyum di surga. Beliau juga guru, tepatnya guru SD. Masa beliau masih hidup dulu, beliau bahkan tidak mau jadi kepala sekolah. Karena prinsipnya yang seperti ini, beberapak birokrat kecamatan menjatuhi jatah mengbadi lagi dikantor kecamatan setelah pulang mengajar, lantaran tidak mau menjadi kepala sekolah SD. Saya dan kemudian mana tahu suatu saat akan jadi apa, sesuai tempat dimana saya ambil studi, bisa saja saya menjadi Guru Bimbingan Konseling. Saya hanya bertugas menjalankan apa yang bisa saya lakukan.

Kepada titik. Kemudian koma, ada nuanasa baru setelah saya ‘hajar’ dan ‘bunuh’ malas yang hampir saja menggerogoti seluruh semangat saya. Kemudian koma, ada harapan dan tugas baru menanti. Rif, malam ini begitu teduh, langit boleh saja hitam, percayalah akan ada masa dimanat bintang-bintang itu menyatu, membentu cahaya baru yang membuang rasa sendu. Kelak, langkah pasti ini harus terarah dan dalam gelap menjadi terang. Menjadi penggerak!

Minggu, 21 September 2014

Jika Idul Adha Bagian Protokoler dalam Islam

Minggu, September 21, 2014



Tiada lama lagi kita akan merayakan lagi dan lagi hari raya idul adha, yang saban tahun hijriah jatuh pada 10 zulhijjah. Berbagai persiapan dilaksanakan oleh ummat Islam, beragam pernak-pernik di beberapa rumah telah dihiasi lampu atau mereka sibuk mengganti gorden lama dengan gorden yang baru. Kaum-kaum ibu jauh-jauh hari menyiapkan kue hidangan merayakan hari yang sering disebut manusia di dunia ini dengan hari raya qurban. Hal ikhwal munculnya karena dahulu nabi Ibrahim disuruh oleh Tuhan untuk menyembelih anaknya sendiri, yaitu Ismail. Betapa tidak teganya Ibrahim menyembelih anaknya sendiri. Namun, kuasa hamba akan pencipta tiada boleh ada yang menolak. Maka, sudilah Ibrahim menyembelih anaknya Ismail. Rasa cinta yang mendalam, Ismail digantikan oleh Tuhan dengan seekor domba. Semenjak itulah dalam Islam adanya penyembelihan hewan qurban diantaranya, sapi, kambing dan binatang lain yang layak diqurbankan. 

Ada yang mematung untuk memberikan hewan qurbannya bagi kaum-kaum yang membutuhkannya. Biasanya patungannya berjumlah 7-8 orang, jika mereka belum kuasa memberikan hewan sembelihan secara sendiri. Lain lagi dengan yang sanggup menyembelih sendiri, karena serba kecukupan maka dia berkuasa memberikan binatang qurbannya kepada khalayak yang layak. Keriuhan tidak terbendung saat penyembelihan hewan qurban raya ini. Orang-orang yang dulunya malang melintang di perantauan, pada hari itu bersama-sama datang ke meunasah-meunasah atau mesjid menyembelih hewan, membersihkannya, lalu ikut partispasi aktif membagikan kepada yang layak. Semuanya berbaur dalam suasana akrab dan hangat. Tidak ada celah bahwa mereka sudah lama terpisah. Masih seperti dulu, seperti masa-masa mereka kaum rantau dan kaum asli masih bersama-sama.

Semua orang juga ikut merasakan betapa gembiranya pada hari itu. Penghuni suatu kampung kebagian daging, periuk di tiap-tiap rumah telah wangi dengan rempah-rempah, daun pandan yang diikat lalu dinanak dalam nasi. Bau harum nasi begitu berbeda hari itu. Kampung kami jadi harum akan wewangian rempah-rempah. Semua penuh ceria, tidak ada masalah busung lapar hari itu.
Rumah anggota dewan kampung kami ‘dibanjiri’ tetamu undangan, mereka antusias menyalami anggota dewan itu. Nampak raut wajah si anggota dewan sumrigah, kumisnya yang tipis dan perut yang sudah membuncit, istri dan anaknya duduk sambil ketawa-ketiwi disampingnya. Sungguh keluarga yang bahagia.

Pak keuchik, juga mengalami hal yang serupa. Anak sulungnya baru saja pulang kuliah dari Mesir. Hari itu, penuh haru apalagi anaknya tidak pulang sendiri. Dia hadir bersama pasangannya hidupnya. Mereka baru saja menikah. Bangganya Pak Keuchik, anaknya sudah mandiri bahkan bisa dikata berilmu agama. Bertambah lagi satu keluarga, di hari raya idul adha, telah ada yang mau ber’qurban’ hatinya untuk keluarga mereka.

Teungku Imum juga tak mau kalah. Hari itu Istrinya juga tampil cantik. Ada kabar baik, bahwa anak bungsunya mendapat prestasi yang membanggakan di pesantren tersohor di pulau jawa sana. Kegembiraan bertambah, kala anak-anak asuhan mengajinya datang ke rumah mengunjungi guru sekaligus Teungku Imum gampong mereka. Mereka tidak datang dengan tanga kosong. Setiap mereka membawakan makanan berupa roti-roti, kue bolu, sirup cap patung, dan gula pasir. Bahagia benar Teungku Imum bersama keluarganya.
---
Sebulan setelah perayaan idul adha. Anggota dewan dinyatakan tersangka dan tak lama berselang, dinyatakan terdakwa, lalu terdakwa, lalu masung penjara. 
Pak Keuchik, anak yang begitu dibanggakannya ternyata malah terjerat kasus narkoba saat di Mesir, saat ini di sedang dicari oleh interpol. Istrinya ternyata adalah bandar besar narkoba internasional.

Teungku Imum, takut bukan kepalang saat ketahuan bepergian ke Medan untuk mengahadiahi ‘telur’nya sekaligus mencari mur baru disana. Istrinya marah benar, kini hubungan harmonis mereka yang dulu tinggal palu sidang dari majelis perceraian. Buruknya lagi, prestasi yang dikatakan oleh anaknya tadi, bukanlah prestasi akademik semisal dia juara membaca kitab kuning, tetapi dia ahli dalam membaca isi sebuah bank.

Orang-orang yang celaka, termasuk saya!

sumber foto: tempo.co

Kata Saya

"Jabatan hanya persoalan struktural. Persahabatan selamanya."